❝ Happy Reading ❞
Dengan santainya Arkie menjawab pertanyaan dari Asher. Seolah-olah Arkie memang siap dengan kenyataan seperti ini. Hubungan seperti mereka bukan hubungan yang umum dinegara ini.
Terlebih lagi Eksha ini seorang anak yang banyak dikenal orang, entah dari koneksi kedua orang tuanya, atau karena memang Eksha merupakan pribadi yang mengasikkan jika sudah kenal dekat.
Jauh, jauh dilubuk hati terdalamnya Arkie. Ingin rasanya menggenggam erat tangan hangat Eksha didepan umum. Sejauh ini, yang dia bisa lakukan hanya merangkul pundaknya. Hingga menurut pandangan orang, mereka berdua itu sahabat dekat.
Dalam beberapa bulan ini, terhitung berapa kali mereka ciuman, em.. itu tidak bisa dibilang ciuman hanya kecupan kecil. Biasanya juga Arkie harus izin dulu kepada Eksha. Boleh gak mencium bibirnya, meski beberapa kali Eksha mempersilahkannya, namun Arkie masih selalu takut. Takut, Eksha menjadi risih, itu saja.
Mendengar tutur Arkie, Asher mengangguk paham dan tidak lanjut bertanya melainkan hendak beranjak dari sana.
"Besok gue kabari lagi ya Sha, jadinya jam berapa" ujar Asher sambil berdiri dan menatap Eksha.
"Iya, jangan kepagian gue masih molor hehe"
"Aman, oi Kie gue duluan ya"
Arkie hanya mengangguk, melihat Asher yang perlahan menjauh dari pandangannya. Baru lah Eksha menoleh kearahnya dengan rasa takut yang terlukis diwajahnya.
"Kie.."
"Hm?" Arkie menoleh, memasukkan hpnya kembali ke kantongnya.
"Lu marah?"
"Marah... marah untuk apa?" pertanyaan balik dari Arkie membuat Eksha menjadi merasa tidak enak. Memang benar, tingkat kesabaran Arkie sudah lewat dari rata-rata manusia pada umumnya.
Setiap kali Eksha mencoba memahami sifat Arkie yang penyabar ini, justru dia semakin dibuat ragu. Ragu dengan perasaan Arkie terhadap dirinya. Tapi dia berusaha menepis pikiran buruk itu, apalagi melihat effort Arkie selama ini.
"Em... soal besok gue pergi bareng Asher" lirih Eksha sambil mengigiti bibir bawahnya.
Sedangkan Arkie hanya terkekeh pelan dengan mengusap pelan pipi Eksha dengan punggung tangannya.
"Kenapa gue harus marah Eksha? Kalo emang mau pergi ya silahkan saja, gue gak bakal ngelarang lu mau pergi sama siapa. Cuma inget aja buat ngasih kabar ke gue." terang Arkie dengan nada sangat lembut, tidak ada terdengar nada terpaksa, berarti memang benar Arkie mengizinkan Eksha untuk pergi bersama Asher.
Tapi hal itu berbalik dengan apa yang dirasakan Eksha. Hatinya terasa janggal ketika mendengar jawaban Arkie. Sejauh ini Arkie tidak menunjukkan ekspresi cemburu atau apapun itu.
"Lu gak cemburu gue sama Asher?"
"Masih bisa gue tahan"
Mendengar hal itu pipi Eksha kembali demam. Pikiran buruk tentang Arkie tidak terlalu memikirkan perasaannya, seketika sirna. Jadi Arkie cemburu, entah Eksha senang mendengarnya.
"Jadi sebenarnya lu cemburu gue pergi bareng Asher?" tanya Eksha dengan pipi bersemu.
"Gak cuma itu, gue selalu cemburu dengan teman-teman lu yang gak gue kenal, apalagi lu keliatan akrab banget. Dan gue semakin cemburu pas Asher dengan seenak jidatnya nyentuh kepala lu. Jelas-jelas cuma gue yang bisa nyentuh."
"Tapi hal itu masih gue tahan, cemburu berlebihan juga jatuhnya gak baik bukan? Gue masih bisa tahan karena gue tau, lu gak mungkin memiliki perasaan ke mereka, benarkan?"
Arkie menoel dagu Eksha untuk bertujuan menggoda sang kekasih yang kembali memerah hingga ke telinganya.
"Apasih!" Eksha menepis tangan Arkie sambil menatap arah lain, tidak mau menatap Arkie. Bisa-bisa jantungnya lepas saat itu juga.
"Kalo gue punya perasaan ke mereka gimana?"
"Coba aja."
"Maksudnya?"
"Coba aja, jawabannya akan tetap sama. Lu gak mungkin bisa punya perasaan yang sama seperti perasaan lu ke gue."
"Yee namanya perasaan juga gak ada yang tau" cibir Eksha.
"Tapi gue tetap yakin, lu gak akan bisa punya perasaan yang sama. Udah lah nyerah aja"
"Gak asik ah! Iya iyaa, gue gak bakal suka ataupun cinta ke mereka. Perasaan gue udah habis di elu."
Seketika Arkie membulatkan matanya. Telinga dia tidak salah dengarkan. Setelah berbulan-bulan akhirnya Eksha mengucapkan hal-hal yang romantis seperti ini. Arkie tersenyum sambil mencubit pipi Eksha.
"Cinta dan sayang gue juga habis di Eksha Maliksya. Buat orang lain udah gaada stoknya"
Eksha tersenyum hingga matanya membentuk bulan sabit yang lucu. Tahan Arkie untuk tidak mencium Eksha saat itu juga. Satu dari sekian keberuntungan Arkie memiliki Eksha adalah Eksha ini lucu. Sangat lucu bahkan.
"Boleh cium ngga?" pinta Arkie dengan nada pelan.
Padahal kondisi puskesmas itu sangat sepi, dua anak yang sedang diperiksa juga tidak kunjung keluar. Jika ingin berbuat hal-hal romantis seperti itu, seharusnya tidak apa-apa.
"Eh ini masih di puskesmas jangan ngada-ngada ya!"
Arkie tersenyum, kemudian dia menempelkan jari telunjuk dan jari tengahnya di bibirnya, dikecup lama kedua jari itu. Kemudian dibawanya jari tersebut ke bibir Eksha. Ditahannya beberapa detik lalu dia lepaskan.
"Udah"
Lagi-lagi Eksha kembali tersipu dan menyikut lengan Arkie. Selalu saja ada hal-hal yang tidak terpikirkan olehnya yang diperbuat oleh Arkie. Sederhana namun sukses membuat perut Eksha dipenuhi kupu-kupu terbang.
"Mau lagi?" tawar Arkie.
"Nggak! nggak nolak maksudnya" Eksha terkekeh pelan.
"Beneran?"
"Yeu lu mau diarak satu puskesmas apa ya?!" dengus Eksha.
"Yah padahal kan hujan itu"
"Hubungan apaa sih Kie?!"
"Gaada sih, yang ada hubungan kita semakin baik dan langgeng sampe tua" ucapan Arkie kali ini seperti doa untuk keduanya.
"Minta izin ke mama papa dulu gih, berani ngga?"
"..."
tbc... voment + follow
✎ nv -04/02/24
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanted ✔️
Teen Fiction⚠️ BL "Gue miskin, Sha." -Arkie Wibowo. "Gue bisa ngasih lu apapun." -Eksha Maliksya. "Gue gak punya hal yang bisa dibanggain." -Arkie Wibowo. "Gue selalu bangga sama lu." Eksha Maliksya. Kisah anak pemilik sekolah yang selalu bergelimang harta dan...