❝ Happy Reading ❞
Arkie tidak langsung menjawab rentetan pertanyaan yang dilontarkan oleh sang kekasih. Namun Eksha masih bisa mendengar kebisingan dari balik telfon Arkie.
"Bentar gue menjauh dulu biar kedengeran"
Eksha dapat mendengarkan suara langkah Arkie yang sedang menjauh dari suara bising tadi.
"Halo? udah Kie?"
"Udah, udah. Maafin yaa?"
"Minta maaf mulu! gue solatip juga tuh mulut lu!"
Arkie hanya terkekeh seperti biasa. Sedangkan Eksha sudah menahan emosinya yang sebentar lagi akan meluap. Pasalnya, Arkie masih bisa tertawa seperti itu sedangkan dirinya yang sedari tadi diliputi perasaan khawatir.
"Kie serius dulu! Kok bisa lu ditangkap polisi? lu abis ngapain?"
"Hm? Kata siapa gue ditangkap polisi?"
"Lah?"
"Hm? Apa?"
"Jadi lu gak ditangkap polisi?"
"Ngga tuh"
"BANGSAT LAH, GUE UDAH PANIK GAK KARUAN TAKUT LU NYA DIPENJARA! BARU AJA GUE MAU SURUH PENGACARA PAPA GUE BUAT DATENGIN LU. LU ANJING BANGET KIE!" teriak Eksha dengan menggebu-gebu lalu mematikan telfonnya begitu saja, hingga sang uti menghampiri cucunya dengan panik.
"Eh eh kenapa Sha, uti sampe kaget banget loh" ujar utinya sambil membawa mangkok kearahnya.
"Gapapa ti" balas singkat Eksha sambil berjalan melewati neneknya yang keheranan dengan sifat cucunya itu.
Eksha menghempaskan tubuhnya ke kasurnya. Kesal, marah, geram, lega bercampur menjadi satu. Bisa-bisanya Arkie membuat lelucon seperti ini. Eksha hanya bisa meninju-ninju bantal untuk meluapkan emosinya.
Hingga nada dering dari ponselnya kembali berbunyi. Dengan napas memburu Eksha mengambil secara kasar hp dari nakasnya. Ternyata telfon dari Arkie, Eksha yang masih diliputi perasaan kesal, menolak panggilan tersebut.
Namun, Arkie tidak patah semangat. Ditelfonnya berkali-kali nomor sang kekasih hingga membuat Eksha muak dengan bunyi nada dering, dan mengangkat penggilan itu.
"Sha? gue minta maaf banget udah bikin panik. Maaf maaf, jangan marah.."
Dapat Eksha dengar nada bicara Arkie yang lirih, pasti Arkie juga panik. Biarin, biar dia rasakan seperti yang dirasakan Eksha.
"Gak butuh maaf lu"
"Shaa... gue beneran minta maaf. Serius tadi beneran lagi riweh disini. Shaa? Please jangan marah dulu.."
"Males lah gue sama lu njing"
Eksha mematikan telfonnya dan memblokir nomer Arkie. Itu pertanda Eksha benar-benar sangat kesal. Dia emang suka becanda, tapi tidak jika becanda menyangkut pautkan keselamatan atau seperti tadi.
Eksha menatap langit-langit kamarnya, mood untuk keluar dengan teman se-gengnya sudah tidak ada lagi. Akhirnya saking kesalnya sampe-sampe dia ketiduran padahal baru jam setengah 7 malam.
Dua jam kemudian, pintu kamarnya terbuka. Itu kakak perempuannya, Eisya. Ya Eisya manager tempat Arkie bekerja sebagai buruh cuci piring waktu itu.
"Dek, ada temen lu tuh. Bangun dulu"
Eisya menggoyangkan tubuh adeknya yang masih terlelap."Dekk, ditungguin itu loh. Bangun bentar" gemas Eisya sambil terus menggoyangkan tubuh Eksha, sehingga sang empu membuka matanya.
"Apasih kak.."
"Buruan turun, kasian dia uda nungguin dari tadi." Eisya beranjak pergi dari kamar adiknya.
Eksha berjalan gontai dengan setengah mengantuk-ngantuk. Teman siapa yang dimaksud kakaknya, pasalnya jika teman-temannya datang, pasti mereka langsung merusuhi kamarnya.
Sampai dilantai dasar, Eksha mengusap-usap matanya dan rambut yang acak-acakan. Saat pandangannya sudah jelas, matanya melebar saat melihat Arkie, utinya dan kakaknya sedang duduk bersama.
"Ngapain lu kesini?"
Eksha mendekati Arkie dan duduk disebelah Arkie. Kaget pasti, dan tidak terbayangkan Arkie datang kerumahnya. Padahalnya, Eskha belum memberitahu dimana rumahnya.
"Orang temannya mau kesini kok ndak boleh sih Sha" sahut utinya sambil memakan buah tangan yang dibawa Arkie.
"Tau tuh, judes banget" timpal sang kakak yang ikut memakan buah tangan pemberian Arkie.
Arkie hanya tersenyum tipis sambil melihat kondisi pacarnya yang seperti bocah merajuk. Bibir cemberut dan alis yang mengerut. Bukannya terlihat menyeramkan, namun malah terlihat lucu dimata Arkie.
"Oh ya Kie, gak usah kerja dulu yaa. Temenin tuh Eksha, uring-uringan mulu dari kemarin" kata Eisya.
Eksha refleks menoleh ke sang kakak, apa maksudnya kerja. Arkie kerja?
"Emang gapapa kak?" jawab Arkie dengan pelan.
"Halah gapapa kok tenang aja"
"Terimakasih kak"
"Iyaa, ayo tii ke lantai dua aja. Biarin mereka ngobrolin urusan anak muda."
"Padahal uti masih kepengen ngobrol sama Arkie loh"
Eksha melotot, kok utinya tiba-tiba deket dengan Arkie. Dia kebingungan dengan situasi ini.
"Yaudah, Nak Arkie. Uti ke atas dulu yaa. Sha uti bawa ya pisang kejunya. Enak soalnya." utinya membawa pergi sekotak pisang keju yang dibawa Arkie. Kan Eksha juga mau, tapi gengsi aja.
Setelah kakak dan utinya pergi. Hening menyelimuti mereka berdua. Hingga Arkie menghadapkan badannya untuk sejajar dengan pacarnya.
"Gue mau jelasin, dengerin dulu ya?" ujar Arkie dengan lembut sambil meletakkan tangannya diatas paha Eksha. Eksha hanya menatap tangan besar tersebut.
"Jadi gini, tadi pas gue makan di warung pecel lele. Terus ibu penjualnya kemalingan, yaudah gue kejar itu maling. Dapet nih malingnya, sama warga mau dihajar cuma gue bilang jangan, lapor polisi aja. Berhubung gue cuma satu-satunya saksi atas kejadian kemalingan itu. Yaudah gue ikut tuh polisi buat jadi saksi. Gitu, gue gak ditangkap juga kan? Minta maaf kalo udah bikin lu panik " jelas Arkie sambil mengelus pelan paha Eksha.
Eksha terdian dan berusaha mencerna penjelasan Arkie. Jadi, Eksha yang terlalu gegabah dalam menyimpulkan sesuatu. Kan kalo gini jadi malu, ini juga bukan salah Arkie karena tidak langsung menjelaskan, karena memang benar situasinya lagi riweh.
"Maafin ya Shaa?" Arkie merapatkan tubuhnya kearah Eksha.
"Iya dimaafin tapi lu masih punya hutang penjelasan lagi"
"Hm?"
tbc... voment + follow
✎ nv -14/01/24
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanted ✔️
Novela Juvenil⚠️ BL "Gue miskin, Sha." -Arkie Wibowo. "Gue bisa ngasih lu apapun." -Eksha Maliksya. "Gue gak punya hal yang bisa dibanggain." -Arkie Wibowo. "Gue selalu bangga sama lu." Eksha Maliksya. Kisah anak pemilik sekolah yang selalu bergelimang harta dan...