34. Keinginan

24.8K 2.2K 34
                                    

Happy Reading


Arkie yang melihat Eksha terjatuh seperti itu, langsung berlari dan mendorong dengan kasar pelaku yang menjegal Eksha dengan penuh emosi.

"APA-APAAN SIH LU?" sahut Arkie sambil menatap penuh emosi.

"LU YANG APA-APAAN. JELAS-JELAS DIA TUH LAWAN KITA. LU MALAH NGASI BOLANYA TERUS. ITU GOBLOK NAMANYA!" balas tak kalah emosi dari sang pelaku.

"YA GAK HARUS DIJEGAL JUGA!"

Arkie yang sudah gelap mata, langsung mendorong pelaku hingga tersungkur, begitu sebaliknya sang pelaku juga tak mau kalah. Di tariknya tangan Arkie hingga Arkie ikutan tersungkur.

"Kie udah Kie!" panggil Eksha setengah kesakitan.

Sebelum mereka berdua berhasil tonjok menojok. Wasit dan beberapa anggota tim lebih dulu melerai. Suasana siang itu penuh ketegangan. Namun ada beberapa yang menganggap hal ini seru. Tapi tidak bagi Eksha.

Arkie berlari mendekati sang kekasih dan berjongkok untuk menutupi Eksha dari sinar matahari.

"Bisa jalan? Ayo ke UKS ya?" ujar Arkie dengan napas yang tersenggal-senggal karena menahan emosi dicampur dengan kepanikan luar biasa ketika melihat Eksha yang terus-terusan meringis.

Beberapa anggota PMR berlari sambil membawa tandu. Namun Arkie lebih dulu menggendong Eksha layaknya pengantin. Untuk dibawa ke UKS.

Sampai di UKS. Arkie meletakkan tubuh Eksha untuk berbaring di ranjang yang keras.

"Buruan obatin." titah Arkie kepada anggota PMR disana, sambil melepaskan sepatu dan kaos kaki Eksha. Sedangkan Eksha hanya bisa meringis.

"Sha? yang sakit dimana aja?" Arkie beralih ke sisi kiri Eksha sambil menelisik tubuh Eksha.

"Semuanya sakit" lirih Eksha yang sepertinya akan menangis.

Arkie mendapati beberapa luka di mata kaki, betis, dan kedua lutut Eksha. Dibawanya pelan tangan Eksha untuk memeriksa kondisi tangannya. Eksha merintih kesakitan lagi ketika tangannya terangkat. Siku tangan kanan dan telapak tangannya tergores lapangan yang panas tadi.

Arkie menyeka keringat dikening Eksha yang terus mengucur. Padahal kondisi UKS dingin. Eksha terus-terusan merintih kesakitan ketika beberapa anggota PMR mencoba membersihkan dan mengobati lukanya. Hingga dia tak sadar jika dia terus mencengkram erat lengan Arkie.

Sedangkan Arkie tidak bisa bertindak lebih, padahal ingin rasanya dia memeluk dan mengucapkan kata-kata penenang untuk Eksha. Cuma dia tahan-tahan, apalagi mendengar rintihan Eksha. Arkie benar-benar tidak tega.

Eksha hanya cowok biasa, tentu dia bisa merasakan kesakitan. Meski tak terhitung berapa kali dia terluka, namanya manusia pasti akan kesakitan jika merasakan luka.

"Gue beliin minum ya?" Arkie menatap wajah Eksha yang terus meringis itu.

"Sama makanan juga, tunggu disini bentar aja yaa?" Eksha menggeleng pelan, dia tidak ingin di tinggal.

"5 menit doang kok, lu lagi diobatin juga tuh, ya Sha?"

Akhirnya Eksha cuma bisa ngangguk. Sekilas Arkie mengusap pipi lembut sang kekasih, kemudian berlari keluar UKS. Sebelum itu dia merasakan sedikit perih ditelapak tangannya. Dia berhenti dan menatap telapak tangannya, ternyata dia juga tergores hingga darah tertampak jelas di kedua telapaknya.

Arkie berlari ke wastafel disebelah kantin dan membasuh kedua tangannya. Meski dia juga merasakan perih, namun tujuan utamanya sekarang harus membelikan Eksha air dan makanan.

Setelah beberapa saat Arkie kembali berlari menuju UKS. Dan ketika sampai disana, anggota PMR sudah tidak ada hingga menyisakan Eksha yang masih terbaring lemas itu.

"Sha? Tidur?" Arkie mendekati ranjang Eksha dan meletakkan minum serta makanan dimeja sebelahnya.

"Nggak"

Barulah Arkie dapat bernapas lega ketika melihat beberapa luka Eksha sudah diobati.

"Nih minum dulu, bisa ngga duduk?"

"Gue cuma luka bukan pingsan"

Tetap saja Arkie membantu Eksha untuk duduk dengan baik. Lalu dia membukakan tutup botol air mineral dan menyodorkan kearah Eksha.

"Diminum dulu"

Eksha menegak air mineral itu hingga setengah dan mengembalikan air tersebut ke Arkie. Arkie menerimanya dan ikut meminum air itu.

"Mau makan ngga? gue beliin geprek"

"Ngga deh, belum lapar"

"Udah siang ini, jadwalnya makan siang"

"Gue bukan bocil yang harus makan tepat waktu ya!" kesal Eksha ketika Arkie terus-terusan memperlakukannya layaknya bayi.

Arkie terkekeh pelan melihat respon Eksha yang sudah kembali seperti semula. Tangan besarnya terangkat untuk mengusak-usak surai pirang itu.

"Kie..."

"Hm? butuh apa?"

"Ntar lu dimusuhin satu kelas gimana?"

"Yaudah biarin Sha. Gue tanding bukan buat kelas, gue tanding buat lu" jawab Arkie sambil duduk disisi ranjang Eksha.

"Kok buat gue? ini kan classmeet Kie!" geram Eksha.

"Gue cuma kepengen main futsal bareng lu, meski cuma jadi lawan. Akhirnya keinginan gue kesampean juga"

Eksha tertegun mendengar penuturan cowok disebelahnya ini. Jadi, Arkie berjuang sampai babak final ini, cuma ingin bermain bersamanya. Arkie tidak memikirkan kalah menang, Eksha juga menyadari betapa bahagianya raut Arkie ketika dirinya berhasil memasukkan bola didalam gawang Arkie.

Semua keinginan Arkie itu sederhana dan hal tersebut tidak terpikirkan oleh Eksha sebelumnya. Jika seperti ini, bagaimana Eksha tidak jauh-jauh lebih bahagia memiliki Arkie dihidupnya.

"Yaudah kapan-kapan main lagi yaa?" ujar Eksha sambil tersenyum hingga matanya membentuk bulan sabit.

Lucu.

Arkie menahan dirinya agar tidak mencium pemuda yang sudah membuatnya bahagia ini. Dia hanya bisa mengelus pipi tirus Eksha.

"Iya Ekshaa"

Eksha lagi-lagi dirinya merasakan demam dikedua pipinya, apalagi Arkie yang tiada henti mengelus pipinya. Eksha mendongak dan menatap rahang Arkie.

"Hm apa? mau apa?" Arkie menunduk dan menatap manik coklat yang indah sambil menyunggingkan senyum tipis.

"Mau-"

"EKSHAAAA LU GAPAPAKAN BJIR!"

tbc... voment + follow

✎ nv -23/01/24

Enchanted ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang