❝ Happy Reading ❞
Eksha pun tidak tau kenapa langkahnya mengikuti interupsi dari cowok berambut sedikit berikal ini. Dia duduk dikursi panjang dengan menyadari sesuatu. Selama hampir 17 tahun dia hidup, Eksha benar-benar tidak mau disuruh-suruh. Dia akan ngelakuin apapun asal jangan disuruh. Tapi entah kenapa ini dia duduk manis mengikuti perintah dari Arkie.Arkie mengangguk kecil saat melihat Eksha duduk dikursi. Lalu dia melangkah memasuki minimarket tersebut. Eksha hanya diam sambil melihat apa yang akan Arkie lakukan.
Beberapa saa kemudian Arkie kembali sambil membawa kantong kresek kecil. Sejenak dia berhenti didepan Eksha sambil menatap wajah Eksha.
Malam itu cukup terang, sehingga tampak jelas muka lebam Eksha. Arkie duduk di sebelah Eksha sambil membuka kantong plastik yang ternyata isinya air dingin, handuk kecil entah kenapa dia dapat handuk di minimarket seperti ini, dan antiseptik serta kapas.
Setelahnya Arkie membasuhi handuk kecil dengan air dingin itu. Lalu menatap kembali Eksha.
"Hadap sini" Mau tidak mau Eksha memposisikan tubuhnya untuk menghadap kearah Arkie. Pipinya kembali demam, pikirnya.
Dengan perlahan dan lembut Arkie mengompres luka lebam di seluruh. Eksha sesekali berdesis saat Arkie menekan pelan lukanya.
"Pelan-pelan ishh, sakit!" pungkasnya sambil meringis pelan.
"Berantem?" tanya Arkie sambil terus mengompres setiap sisi luka Eksha.
"Jatuh"
"Gue gak bego"
"Yang bilang lu bego juga siapa?"
"Ada." Eksha hanya memutar bola matanya malas saat mendengar jawaban Arkie.
Arkie selesai dengan acara kompres mengompres, dan sekarang dia menatap sudut bibir Eksha. Cukup lama dia mengamati bibir Eksha. Jangan tanya Eksha gimana, dia langsung memalingkan wajahnya kearah lain.
"Hadap sini"
"Gak, kan udah kelar" ujar Eksha sambil menatap jalanan yang mulai sepi.
"Hadap sini bentar, itu belum kelar"
"Gak mau. Udah selesai kok"
Tanpa babibu Arkie menangkup pipi Eksha dan memaksa nya untuk menghadap kembali kearahnya. Eksha melotot dan melepaskan tangan besar Arkie dari pipinya.
"Apaan sih?" Kesal Eksha, padahal sebenarnya dia sangat terkejut.
"Disuruh hadap sini susah banget"
Arkie membuka antiseptik dan menuangkan sedikit ke kapas tadi. Tangannya kembali menangkup pipinya dan tubuhnya semakin bergeser mendekat ke wajah Eksha. Eksha hanya bisa menahan deru napasnya.
Dengan telaten dan pelan. Arkie berhasil mengoleskan antiseptik ke sudut bibir Eksha.
"Udah belum" kata Eksha tidak sabaran.
"Sebentar"
Arkie sebenarnya udah selesai namun dia terlihat menyukai bentuk bibir Eksha, tipis bibir atasnya namun sedikit tebal di bibir bawahnya.
Manik hitam legam milik Arkie beralih menatap manik coklat. Dipandanginya beberapa saat, setelahnya Arkie menjauhkan badannya. Dan saat itulah Eksha bisa menghembuskan napas lega.
"Ini dibawa kalo mau pulang" Arkie menyerahkan kantong kresek tadi kearah Eksha.
"Gue belum mau pulang"
"Takut dimarahi?" tanya Arkie sambil menatap Eksha.
"Nggak juga"
"Oke"
Arkie sebenarnya cukup paham dengan kondisi Eksha. Apalagi mukanya lebam-lebam, tidak mungkin disebabkan jatuh. Arkie berpikir sepertinya Eksha mengalaminya konflik dengan seseorang sehingga ya ini hasilnya.
"Lu sendiri ngapain jam segini masih kelayapan?" tanya Eksha.
"Abis pulang kerja"
Eksha menoleh. Kerja, seingat dia bengkel tempat kerja Arkie tutup jam 6 an. Kerja apa lagi Arkie, itu menjadi pertanyaan dibenaknya.
"Kerja apa lagi? bukannya bengkel lu tutup jam 6?"
"Ada pokoknya lu gak perlu tau." saat mendengar jawaban yang keluar dari mulut Arkie, semakin lah dia penasaran.
"Pulang sana" Arkie mengamati sekitar yang mulai sepi.
"Gak mau, lu aja yang pulang sana"
"Gue juga gak mau"
"Kenapa?"
"Nemenin bocah takut diculik" jawab Arkie dengan santainya.
"Gue bukan bocah!" Eksha meninju pelan bahu Arkie, dan dibalas kekehan kecil. Eksha terkesiap, kekehan kecil dari Arkie terdengar menenangkan hatinya.
"Oh ya nanti duit lu gue ganti" Eksha teringat kantong kresek tadi. Dia gak mau juga membebani Arkie membelikan obat dan lainnya.
"Gak perlu"
"Perlu, sekalian sama duit diwarkop waktu itu"
"Gak perlu Eksha" Seketika Eksha merinding saat Arkie menyebutkan namanya. Kenapa ya.
"Tapikan-"
"Sshh, gue cuma mau bantu lu. Gue gak mempermasalahkan uangnya. Uang bisa gue cari."
Jawaban Arkie seketika membuatnya terdiam. Selama ini dia hanya bisa menerima uang kiriman papa atau mamanya. Tanpa dia tau gimana sih susah nya nyari uang. Pasti yang dirasakan Arkie saat ini susah nya mendapatkan seperak uang.
Eksha terlalu sering menyepelekan nilai uang. Dia menatap sosok laki-laki yang menatap kosong kedepan. Eksha belum tau sepenuhnya kehidupan Arkie. Cuma yang dia tau, ibunya Arkie sudah lama meninggal.
Apa sopan jika bertanya-tanya lebih dalam tentang kehidupan Arkie. Mengingat mereka juga belum terlalu dekat.
"Pulang gih Sha, mendung tuh" Arkir menengadah menatap langit yang tiba-tiba dipenuhi awan hitam. Eksha mendongak juga lalu menghela napas.
"Okelah, thanks Kie udah ngobatin gue" ucap Eksha sambil berjalan ke motornya.
"Hati-hati, jangan ngebut."
"Gak janji wle!" Terlihat dari mata Eksha jika dia tersenyum, Arkie melihat nya juga ikutan tersenyum meski cuma senyum tipis.
"Duluan Kie" Arkie mangangguk dan netranya mengikuti kemana Eksha pergi hingga Eksha menghilang.
Arkie pun menaiki sepedanya untuk kembali ke kostnya.
:+
Disini lah Arkie sekarang, di ruang komite. Besok udah mulai ujian, dia harus mengambil kartu ujian dengan melunasi sisa spp yang belum dia bayar. Setelah seminggu bekerja keras untuk mendapatkan uang nya.
"Bu mega kemana bu?" tanya Arkie kepada guru perempuan lain didepannya ini.
"Oh beliau masih setoran di kepala sekolah" Arkie mangangguk.
"Arkie ya? Loh ini sudah kebayar semua loh. Kamu udah bisa ambil kartu ujiannya"
"Loh bu?"
tbc... voment + follow
✎nv -24/12/13
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanted ✔️
Teen Fiction⚠️ BL "Gue miskin, Sha." -Arkie Wibowo. "Gue bisa ngasih lu apapun." -Eksha Maliksya. "Gue gak punya hal yang bisa dibanggain." -Arkie Wibowo. "Gue selalu bangga sama lu." Eksha Maliksya. Kisah anak pemilik sekolah yang selalu bergelimang harta dan...