❝ Happy Reading ❞
Eksha menggerutu sambil mengusap keningnya yang memerah akibat ketukan tadi. Sedangkan Arkie hanya tersenyum miring."Sakit tau! Lagian ngapain sih lu?!" kesal mata coklat itu kepada Arkie.
"Lu yang lemot!" sahut Arkie.
"Gue gak lemot! yang tiba-tiba ngetuk kening gue pake pulpen siapa?!"
"Ya gue" balas Arkie dengan santainya.
"Jadi kenapa lu ngetuk gue pake pulpen itu?!" Eksha menatap dengan raut kesal kepada Arkie.
"Gue perlu ngedata, jadi apa yang perlu di service?" tanya Arkie dengan nada yang sangat sabar menghadapi kelemotan Eksha.
"Itu, remnya alot, sama stirnya kaku, bannya kempes, selebihnya lu cek sendiri aja" ujarnya.
Arkie mencatat semua yang dikatakan Eksha. Tangan berurat itu sangat lihai dalam menggores kata demi kata. Eksha sedikit mengintip, tulisan Arkie cukup rapi. Bahkan, jauh lebih rapi daripada tulisannya yang seperti tulisan bocah TK.
Setelah mencatat beberapa hal tadi, Arkie menyodorkan nota tersebut kepada Eksha. Eksha menerimanya lalu menatap kembali Arkie.
"Berapa totalnya?" tanya Eksha.
"KTP lu mana?" Arkie tidak menjawab pertanyaan Eksha. Namun sebaliknya dia malah bertanya kembali.
"Buat apa KTP?"
Eksha berkedip-kedip dengan raut cengo. Mirip bocah sd yang plonga-plongo. Arkie kembali mengetuk kening Eksha dengan pulpen, tapi kali ini tidak keras.
"Buat jaminan. Mana sini."
"Belum buat" jawabnya dengan polos.
Arkie menatap lawan bicaranya yang seumuran dengannya. Dengan menaikan sebelah alisnya.
"Kartu pelajar?"
"Ga pernah gue ambil"
"STNK?"
"Hehe ga minta"
"Bego." Arkie terlihat frustasi. Tatapannya juga terlihat lelah. Namun mau gak mau dia harus melayani manusia kecubung ini.
Arkie mendekati motor beat itu, lalu berjongkok memeriksa kondisi motor tersebut. Hm, terlihat sangat kotor dan tidak terurus dengan baik. Arkie semakin ragu, jika motor ini motor curian. Tapi mengingat betapa kayanya pelanggan nya kali ini, membuatnya menarik kembali pikiran negatif itu.
"Ambil helm lu, gue gak mau tanggung jawab kalo sampe ini helm jatuh." ujar Arkie sambil berdiri seraya menggulung seragam bengkelnya yang sangat usang.
Arkie mengambil peralatannya sedangkan Eksha mengambil helmnya lalu memeluknya layaknya itu bayi kesayangannya.
Arkie kembali berjongkok disamping motor beat itu. Eksha ikutan jongkok disebelah Arkie.
"Parah ya?"
Arkie mengotak-atik mesinnya motor beat itu. Eksha tidak tahu menahu tentang otomotif namun dia sangat suka motor. Jadi motor yang dia miliki sekarang tiap 2 minggu sekali, dia bawa ke bengkel besar dan ternama milik teman papanya. Untuk sekedar pengecekan rutin atau mengganti sesuatu hal.
Arkie sangat fokus. Otot dipelipis dan lehernya bahkan tercetak jelas. Eksha melihatnya sekilas lalu entah kenapa pipinya memanas.
Saat Arkie ingin menggeser tubuhnya, malah menyenggol bahu Eksha. Arkie menatap nya dengan wajah berkeringat.
"Disana ada bangku, jangan recokin gue bisa?" titah Arkie dengan nada serius.
Eksha berdecak kesal, lalu berdiri berjalan menuju bangku yang sekali didudukin langsung berbunyi 'kriek' itu, sambil meletakkan helmnya sebelahnya.
Beberapa menit kemudian, hanya terdengar suara obeng dan kawan-kawannya yang saling berdenting. Eksha yang basicnya anaknya tidak suka keheningan seperti ini. Memutuskan untuk membuka obrolan basa-basi kepada Arkie.
"Kie, lu kerja sendiri disini?"
Arkie hanya diam, jika dia sedang bekerja sangat susah untuk sekedar menanggapi obrolan santai pelanggan nya. Karena dia menganut prinsip kerja cepat.
"Kie!" teriak Eksha.
"Apasih?" sahut Arkie dengan jengkel. Karena bocah ini terus menganggu nya.
"Lu kerja sendiri disini?"
"3 orang, duanya lagi izin makan siang" jawab Arkie dengan ketus namun tangan-tangannya masih berkutat dimotor.
"Lu gak makan siang?"
"Gak"
"Gak laper?"
"Gak"
"Kenapa gak laper?"
Arkie melayangkan tatapan seakan-akan bisa membunuh siapapun kearah Eksha. Sedangkan Eksha malah memamerkan deretan giginya yang putih. Emang Eksha anaknya tidak takut apapun.
"Kie.." tanyanya dengan nada pelan.
"Apalagi Sha!" gertakan kecil dari Arkie membuat Eksha sedikit menciut.
"Ada bank BRI gak disekitar sini?"
Arkie berdiri dan menunjukkan sebrang jalan tepat di sebelah SMP Pemuda 3.
"Tulisan segede gitu lu gak liat?"
Eksha ikutan berdiri. Mengikuti arah telunjuk Arkie. Lalu tanpa rasa malu, dia terkekeh. Sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal. Arkie hanya memutar bola matanya malas.
"Gue mau ke bank dulu" Eksha berjalan ke pinggir jalan. Kondisi jalanan itu cukup ramai. Susah sekali untuk menyebrang saat itu.
Pandangan tersebut tidak luput dari mata hitam milik Arkie. Eksha semakin kesal dan sesekali menghentikan langkah nya untuk menyebrang. Kalo nyebrang pake motor kenapa tidak sesusah ini, dalam pikirnya.
Arkie menghela napas dan kemudian melangkahkan kakinya mendekati Eksha. Tangannya yang penuh dengan noda oli menarik pelan pergelangan Eksha. Eksha terkesiap saat Arkie mengulurkan tangannya untuk memberhentikan kendaraan yang melaju saat itu, dan menuntun Eksha untuk melewati jalan raya tersebut hingga sampai ke sebrang.
Sampai disebrang. Arkie melepas cekalan dari pergelangan Eksha.
"Sorry tangan lu jadi kotor" Arkie menatap noda oli yang tercetak di pergelangan tangan Eksha.
Eksha tersadar dari entah apa yang ada dalam lamunan nya. Lalu melihat kearah tangannya yang putih sekarang ada noda oli.
"Oh gapapa, santai aja" kikuknya.
"Lu mau ditunggu atau gimana?" tanya Arkie sambil menatap bengkel yang masih sepi disebrang sana.
"Lu balik aja ntar gue-"
Tiba-tiba sebuah motor dengan dua penumpang dengan helm full face menarik tubuh Eksha hingga terjatuh ditepi jalan yang kondisinya ramai.
"WOI ANJING"
tbc... voment + follow
✎ nv -13/12/23
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanted ✔️
Ficção Adolescente⚠️ BL "Gue miskin, Sha." -Arkie Wibowo. "Gue bisa ngasih lu apapun." -Eksha Maliksya. "Gue gak punya hal yang bisa dibanggain." -Arkie Wibowo. "Gue selalu bangga sama lu." Eksha Maliksya. Kisah anak pemilik sekolah yang selalu bergelimang harta dan...