Selamat membaca
•
•
•Author POV
Zarel ketar-ketir, sungguh ia tak menyangka akan bertemu dengan Nabil di situasi seperti tadi. Terlebih ekspresi cowok itu yang datar saja membuatnya menjadi sulit di tebak. Marahkah? Entahlah, dia juga tak tau.
Saat sampai di rumahnya, Nabil keluar lebih dulu disusul Zarel yang mengikutinya dengan gugup setengah mati. Cowok itu tak lagi mengeluarkan suara sepatah katapun.
"Abil, tunggu."
Nabil berlalu menuju sofa, duduk tenang. Menyuruh Zarel duduk dengan isyarat tangannya.
"T-tadi gue.."
Tangan Nabil terulur mengusap lembut surai panjang gadis yang sudah menjadi miliknya seutuhnya . Menatapnya penuh arti. "Nggak papa, gue ngerti lo butuh waktu."
"Lo.. nggak marah?" tanyanya ragu.
Nabil menggeleng.
"Maaf, gue pikir lo nggak bakal biarin gue pergi jadi gue nggak izin dulu sama lo."
"Maaf Abil."
Zarel menyesal? Ya, tentu saja. Dia merasa bersalah, apalagi melihat cowok itu yang tenang-tenang saja. Sebenarnya cowok ini marah atau tidak?
Setelah cukup lama diam, Nabil membuka suara. "Ngomong apa aja sama dia?"
Aduh, bagaimana menjelaskan nya. Tidak mau berbohong lagi, tapi dia bingung memilih kosa kata apa yang cocok. Zarel menceritakan semuanya dengan detail, tidak mengurangi juga menambahkan. Tidak sedikitpun Nabil memotong ucapannya.
"Sekarang gimana, masih suka Reyhan?" tanyanya saat Zarel selesai bercerita.
Diamnya Zarel sudah membuat cowok itu mengerti. Dia tidak bertanya lagi, malah menyuruh Zarel untuk membersihkan badan lebih dulu.
Ia menyandarkan kepalanya di sofa, menatap langit-langit ruangan yang kosong. Sepertinya butuh waktu yang lumayan untuk Zarel bisa melupakan sepenuhnya Reyhan. Itu tidak akan mudah, tentu.
Darren udah nggak bisa ngendaliin dirinya, dia titipkan Zarel sama kamu.
Ibunya meninggal saat dia masih SMP, kesalahan yang disengaja seseorang.
_____°°°_____
"Mama.. jangan tinggalin Zarel."
Zarel terbangun dari tidurnya. Nafasnya tercekat, sudut matanya sudah deras dengan air mata bahkan ketika matanya masih terpejam. Mimpi itu lagi. Beberapa Minggu lalu Zarel sudah jarang dihantui oleh mimpi buruk ini, tapi entah kenapa kini mimpi itu datang lagi bahkan lebih buruk dari sebelumnya.
Jika sudah terbangun seperti ini, dia tidak bisa tidur lagi. Masih enggan untuk sekedar berkutik, kali ini ia membiarkan ingatan itu muncul. Dadanya terasa sesak dengan rasa bersalah.
Tangannya terulur, mengambil tas kecil. Mengeluarkan satu botol obat hendak menenggaknya sebelum tangan lain merebut pil dari tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azharel (On Going)
Teen FictionHarap follow sebelum baca ya! PLAGIAT DILARANG MENDEKAT!! _____°°•°°_____ Bagi anak perempuan, ayah adalah cinta pertama mereka. Tapi terkadang masih banyak mereka yang tidak beruntung. Sama seperti yang dialami Azharel Natashen. Tentang Zarel yang...