33. Teror

57 1 0
                                    

Sekedar mengingatkan, JANGAN JADI SILENT READERS.

VOTE sama KOMENNYA jangan lupa, hehe.

Selamat membaca


Author POV

SMANDA masih ramai dengan para murid yang berteduh, karena hujan yang lumayan deras mereka memilih menunda waktu pulang. Akhir-akhir ini musim hujan memang sedang melanda kota mereka.

Zarel terlihat menikmati, kadangkala ada waktu dimana dia menyukai hujan, tapi bukan berarti dia benar-benar menyukainya. Mungkin sekarang iya, besok lagi bisa jadi ia membencinya.

"Hujannya makin deres." Fasha menjulurkan tangannya hingga tetes hujan mengenai permukaan lengan.

"Kalau gini sih, gue males nerobos nya," ujar Hazel.

Bella menopang dagu pada pembatas, tiba-tiba ia teringat ibunya. Apa dia sudah tidak merasa sakit? Melirik arloji karena Fathur sudah janji akan menjemputnya kali ini. Tapi sepertinya lelaki itu terjebak hujan.

Bella merogoh ponselnya yang berdenting, ia menghela nafas.

Bang Athur

Bel, lo bisa pulang sama
Arkan dulu?
Gue ada urusan.

Mana bisa, dia tidak mau merepotkan lelaki itu lagi. Bella sudah terlanjur memberitahunya bahwa ia pulang dengan Fathur. Sepertinya dia memang harus pulang sendiri kali ini.  Entah kenapa tapi Fathur jarang ia temui akhir ini. Semoga saja laki-laki itu tidak berbuat sesuatu yang dia takutkan.

"Bisa-Bisanya basket saat hujan gini," Hazel menggeleng heran.

Perkumpulan anak basket memang meresahkan warga SMANDA, karena mereka banyak yang memilih menetap hanya untuk menonton pertandingan dadakan itu.

Sebenarnya keempat gadis itu juga sama aja, tanpa sadar mereka juga menjadi penonton.

"Hahaha," Sean terbahak kala Damian yang tadinya hendak melompat dengan tujuan memasukkan bola basket malah tergelincir dan berakhir jatuh dengan tidak estetik.

Tanpa ada yang mau menjulurkan tangannya, Damian bangkit dengan wajah masam. Bukan hanya Sean dan teman-temannya, bahkan hampir semua yang menyaksikan tampak menahan tawa mereka.

"Ketawa lo pada, bukannya nolongin, emang nggak ada akhlak punya temen," dumel cowok itu.

Arkan yang juga dibuat tersenyum, menepuk pundak Damian pelan, "Hati-hati makanya," peringatnya mendapat dengusan kesal dari sang empu.

"Gimana? Sakit nggak seng?" Tanya Reza, sisa-sisa tawa masih ada pada raut wajahnya.

"Lo bener-bener ya, yang paling deket sama gue bukannya nolongin malah-"

Mungkin ini hari yang sial bagi Damian, belum sempat menyelesaikan ucapannya cowok itu sudah tersandung akibat tali sepatunya sendiri.

"Bwhhaha."

Arkan geleng-geleng, "Gue bilang juga hati-hati."

Damian malah guling-guling tak jelas, tidak ada satupun orang yang membantu, semua tampak kompak menertawakan. "Aaa jahat, nggak ada yang bantuin gue. Temen laknat lo pada, awas gue kutuk jadi kodok tau rasa."

"Apaan jadi kodok, yang lebih elit dikit nggak ada?" Sean menimpali.

"Nggak ada, udah lebih bagusan kodok daripada lo, burik," sembur Damian untuk Sean.

Azharel (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang