32. Penguntit

64 1 0
                                    

Nggak akan bosen ngingetin VOTE sama KOMEN-nya.

Jangan jadi SILENT READERS!

Selamat membaca


Author POV

Tak

Zarel meringis saat spidol hitam mengenai keningnya. Dia mengusapnya pelan.

"Ngelamunin apa kamu? Sekarang kerjakan soal di depan atau keluar!" Titah Bu Titan tegas.

Gadis itu kemudian bangkit membuat semua tatapan mata tertuju padanya. Mengerjakan soal di depan, untunglah dia pernah membahas materi ini bersama Nabil.

Mereka dibuat melongo karena kelancarannya. Setelah selesai, dia menatap ke arah Bu Titan dengan sedikit senyum, "Saya pilih dua-duanya Bu. Permisi."

Zarel bukan siswa biang onar atau tukang bolos, baru kali ini dia dikeluarkan dari kelas. Tapi tidak apa karena ia juga ingin sendiri. Gadis itu memilih rooftop untuk sebagai tujuannya.

"Udah lama banget gue nggak kesini," ucapnya.

Angin berhembus menerpa kulit wajahnya sampai membuat surainya menari mengikuti arah angin. Zarel mengeluarkan ponselnya.

Nabil

Gue dikeluarin dari kelas :)

Tidak menunggu waktu lama, pesannya sudah dibaca. Zarel tersenyum saat mendapat balasan. Mungkin karena ia tidak memiliki teman berbincang jadi dia menghubungi Nabil lewat pesan.

Kenapa bisa?

Ya gitu,
Gue kangen.
Papa.

Layar ponselnya berubah menjadi panggilan dari kontak Nabil. Ia mengangkatnya.

Lama tidak ada yang memulai pembicaraan, keduanya saling diam. Zarel ingin mengeluh sekali lagi, tentang Darren. Kenapa saat gadis itu baru mengetahui kebenarannya juga Darren yang baru saja menunjukkan rasa sayangnya lagi, saat itu juga ia merasa kehilangan untuk kedua kalinya.

Jika dulu ia sempat kehilangan peran papanya, kini dia telah benar-benar kehilangan raganya. Hilang satu saja orang yang disayanginya rasanya sakit, apalagi sekarang dia sudah tidak memiliki keduanya.

"Are you oke?"

Zarel mengangguk walau tau Nabil tidak dapat melihatnya, "Hm."

"Mau pulang aja? Gue jemput," tawar nya di sebrang telepon.

"Nggak usah," tolak Zarel. "Udah mau istirahat nih, gue mau ke kantin, laper hehe."

Helaan nafas berat samar-samar terdengar, "Makan yang banyak, jangan nyiksa diri sendiri."

"Siap, gue tutup ya. Bye."

Zarel menekan ikon merah bersama dengan senyum yang berubah menjadi getir. Dia menggigit bibir dalamnya, gadis itu tidak mau menangis lagi. Tapi tak bisa dipungkiri kalau perlahan pandangannya mulai samar.

Memang benar jika sebentar lagi istirahat, tapi dia tidak memiliki nafsu makan saat ini. Zarel mendongak berharap agar tidak ada yang jatuh dari pelupuk matanya. Nyatanya semakin ia menyangkal, semakin kuat pula rasanya.

Azharel (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang