24. Marah

73 8 0
                                    

Selamat membaca


Author POV

"Aduh, males rame banget disana nggak mau ah gue." Zarel terus menolak saat tangannya ditarik tanpa henti.

Dia menggeleng tak mau sejak tadi tapi tetap dipaksa. Menoleh ke arah Fasha meminta pertolongan, tapi gadis itu terlihat menertawakan dirinya. Pada akhirnya Zarel pasrah saat raganya sudah diatas tribun, menonton pertandingan olahraga antar sekolah.

Dia sedikit risih dengan orang-orang asing yang berada disekitarnya, pekikannya membuat telinga Zarel seakan ingin pecah. Pekan olahraga ini memang terbuka, siapapun boleh menonton termasuk yang bukan siapa-siapa pun.

Bella yang menyadari pergerakan Reyhan menyenggol bahu Zarel. "Rel, semangatin dong Reyhan lihat sini mulu."

"Ck, kasih semangat rel, enek gue denger orang-orang pada pede," timpal Fasha.

Zarel cukup peka dengan sekitar, dia juga sejak tadi mendengar beberapa pekikan histeris yang secara terang-terangan mengaku kalau cowok dengan nomor punggung enam itu menatapnya.

Dia hanya bisa menghela nafas, hubungannya dengan lelaki itu sudah hancur bahkan untuk bertemanpun sungkan lantaran tidak bisa dipungkiri kalau keduanya sama-sama menyimpan rasa.

"Se, Lo duduk jangan mepet-mepet dong, kursi sebelah lo kosong itu."

Keempat cewek yang sejak tadi sibuk dengan tontonan didepannya perlahan menatap para lelaki yang duduk di tribun tepat di atasnya.

"Elah duduk aja ribut banget sih," tegur Bella yang merasa kesal dengan bising yang mereka sebabkan. Tidak ada Arkan disana, lantaran cowok itu bilang kalau dia ada urusan mendadak dengan keluarganya.

"Nonton mah nontong aja atuh neng, nggak usah pedulikan kita," timpal Sean disela-sela cekcoknya.

"Suara lo berisik se."

"Iya-iya maaf."

Hazel menyerngit, "giliran di tegur Zarel aja nurut." Entah perasaannya atau apa tapi dia merasa ada yang berbeda dengan Sean.

"Ya iyalah, bisa dimutilasi si Reyhan kalau membuat tuan putri tidak nyaman," timpal Damian bercanda.

Zarel tak lagi memusatkan perhatiannya untuk para lelaki di atas tribun, juga yang lain.

"Anjir, itu si Geral kan ya? Jago juga mainnya," heboh Sean melihat teman satu tongkrongan mereka yang menjadi lawan SMANDA.

Di bawah sana, Reyhan, Reza dan temannya berjuang demi menjaga nama baik sekolah mereka. Ia dengan lihai memainkan bola berwarna oranye yang dikuasainya, decitan sepatu juga suara akibat pantulan bola memenuhi lapang.

Sama sekali dia tidak menggubris perkataan orang-orang yang sejak tadi menyebut namanya, aneh bahkan kenalpun dia tidak. Reyhan melirik tribun -yang sudah langsung mendapati gadis yang ia harapkan kehadirannya -kala dirinya telah mencetak poin.

Untuk sementara SMANDA memimpin dengan selisih 3 poin. Mereka diberi waktu istirahat sebelum melanjutkan kembali pertandingan.

Zarel memperhatikan Hazel yang tiba-tiba menaruh botol mineral ditangannya. "Kasih rel, dia nungguin lo banget kayaknya."

"Zel, lo nggak lupa kan?" Zarel bukan tak mau, tapi memilih diam demi menata hatinya juga menjaga perasaan Nabil.

"Kasih doang nggak papa kali rel," ujar Bella mengerti arah pembicaraan gadis itu. Zarel tetap menggeleng tak mau.

Zarel meletakkan botol minum itu di pangkuan Fasha. "Sha lo aja."

Fasha melotot, "napa jadi gue, nggak paansi ah."

Azharel (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang