Selamat membaca
•
•
•Author POV
"Pokoknya gue mau ikut, titik!"
Setelahnya gadis itu berlalu, meninggalkan Nabil dengan kebingungan. Saat hendak disusul, ponselnya berdering. Satu panggilan masuk dari kontak bernama 'Fahri'.
Dirinya terpaksa mengangkat panggilan tersebut dan batal membujuk gadisnya.
"Halo?"
Suara sapaan dari teman lama menyapa gendang telinga Nabil.
"Tumben telpon, ada apa?"
"Wah Nabil, buat pernikahan kamu selamat ya, maaf saya nggak bisa datang."
"Syukron."
Beberapa saat keduanya tenggelam dengan perbincangan ringan layaknya teman yang sudah lama tidak bertemu. Fahri, dia teman dari saat Nabil di pesantren dulu. Fahri memilih mengabdi di sana sementara satu persatu temannya mulai menjalani kehidupan masing-masing, termasuk Nabil.
"Oh ya, hampir lupa. Saya kan mau sampaikan sesuatu untuk kamu."
Nabil menunggu, tidak berniat memotong ucapan.
"Sudah haol nanti, Gus Rian akan tunangan dengan calon yang dipilihkan pak kyai. Kamu pasti datang kan?"
Nabil semakin dibuat bimbang, pasalnya dia tidak mau meninggalkan Zarel terlalu lama. "Insyaallah, saya usahakan."
Panggilan terputus setelahnya. Baru saja menghela nafas, Nabil sudah dibuat terkejut dengan teriakan Zarel dari dalam kamar. Ia panik yang membuat langkahnya jadi tergesa.
Zarel terduduk dengan tubuh yang gemetar karena takut. Nabil tidak tahu apa yang terjadi, saat dia mendekat gadis itu langsung berhamburan ke pelukannya. "Kenapa hey? Ada apa?"
"Di-dia ma-u bunuh gue."
Nabil terkejut tapi dia tak mengerti. Dia lebih memilih balik mendekap Zarel agar gadis itu tenang perlahan. Pikiran Nabil dipenuhi terkaan-terkaan tentang apa yang baru saja Zarel katakan. Bagaimana jika gadis itu dalam bahaya?
Dan itu diperkuat dengan selarik kertas yang tergeletak di lantai. Nabil menyerngit, hancur?
_____°°°_____
"Sering-sering kesini lagi ya kak." Pelukan mereka lerai karena sebentar lagi pesawat yang akan mengantarkan Daniel akan segera lepas landas. Dia tidak bisa lebih lama lagi bermukim disini, masih ada kuliah yang tidak lagi bisa ditinggalkan.
Zarel murung, tampaknya dia tak rela Daniel pergi. Meskipun tidak tinggal satu rumah, tetap saja rasanya lebih baik kalau Daniel masih berada disekitar kotanya.
"Nggak boleh murung dong, iya nanti kalau ada waktu gue dateng lagi," ucap Daniel dengan tangan mencubit sebelah pipi Zarel.
Kemudian, atensi Daniel beralih pada Nabil di samping gadis ini. Ia menepuk pundak Nabil dua kali, memberikan pesan yang akan dia ingat seumur hidupnya, "Jagain adek gue ya, jangan dibikin nangis. Om Darren udah ngasih kepercayaan sepenuhnya sama lo, gue juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Azharel (On Going)
Ficção AdolescenteHarap follow sebelum baca ya! PLAGIAT DILARANG MENDEKAT!! _____°°•°°_____ Bagi anak perempuan, ayah adalah cinta pertama mereka. Tapi terkadang masih banyak mereka yang tidak beruntung. Sama seperti yang dialami Azharel Natashen. Tentang Zarel yang...