23. Drizal?

68 7 0
                                    

Selamat membaca


Author POV

"Bang Athur kenapa?" tanya Bella, melirik wajah abangnya yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja.

Fathur mendengus, "biasa, bokap."

"Gue obatin ya, tunggu sini."

Fathur mendudukkan dirinya di sofa, membayangkan kelakuan bejat sosok yang menjadi papanya sungguh menyulut emosi. Sampai Bella datang dengan air hangat untuk mengompres lukanya.

"Shh, jangan diteken," rintih Fathur.

"Siapa suruh berantem, sama bokap lagi nggak waras lo bang," gerutu Bella tetapi tetap dengan telaten mengobati setiap luka Fathur.

Fathur berdecak, "yang nggak waras itu kelakuan bokap lo. Udah punya anak istri masih aja obsesi sama jalang itu, mana udah mati lagi."

Bella semakin menekan kain hangat di tangannya membuat cowok itu meringis sekali lagi. Dia tidak suka kalau abangnya sudah mengeluarkan julukan yang menurutnya sangat tidak pantas.

"Ck, berapa kali gue bilang jaga omongan lo bang."

Fathur mendelik tak suka, "Jangan mentang-mentang anaknya temen lo, jadi lupa kelakuan ibunya," tuturnya teramat sinis.

Bella menghentikan aktivitasnya, menatap Fathur jengah, "yang salah itu papa, jangan lo sangkut pautin temen gue bang, apalagi jelek-jelekin orang yang udah nggak ada."

"Lo sayang nggak sih sama mama?" Tanyanya sedikit ngengas.

"Sayang lah," balas Bella cepat.

"Ngapain lo belain orang yang jelas-jelas penyebab mama kayak gini?!"

Bella muak, Fathur terlalu mengedepankan emosi ketimbang berpikir lebih dulu. Abang satunya ini seperti tidak sama sekali memikirkan akibat dari perbuatannya. Untuk inilah, Bella sedikit takut kalau dia melangkah terlalu jauh.

"Bang! Mama kayak gini karena dia punya penyakit bawaan dari keluarganya. Dia nggak pernah sekalipun nyalahin papa atau dia, kenapa lo yang malah sewot sih!" Ujarnya tak terima dengan tuduhan Fathur, ia bukan membela hanya saja membenarkan.

Hingga beberapa lama kakak beradik itu cekcok, suara langkah kaki yang tidak mereka harapkan kehadirannya mendekat.

Fathur mendelik, tidak sudi menatap netra yang mirip dengannya. "Nggak usah pulang sekalian."

"Saya pulang kapanpun, bukan urusan kamu." Tungkai pria itu tertahan, kemudian berbalik menatap anaknya dengan santai.

"Gimana wanita itu, masih hidup?"

Bella menahan satu lengan abangnya supaya dia tidak melawan. "Biarin bang."

Fathur jelas tak terima, ia menepis tangan adiknya. Fathur tersenyum sinis, "peduli apa Lo, bukannya lebih sayang sama jalang itu? Kenapa nggak nyusul aja sekalian."

Bugh

"Jalang yang sesungguhnya itu ibu kamu." Candra mengusap pelan tangannya yang ia gunakan untuk memberikan bogeman mentah.

Azharel (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang