09

2.9K 231 1
                                    

[Revisi]

Happy Reading

---

"Akhem!" Zayn yang saat itu sedang mengemudi berdehem pelan. Dia melirik ke arah Zayden yang terlihat seperti tidak nyaman oleh sesuatu.

"Ada apa? Sedari tadi kamu diam, apakah ada masalah?" tanya Zayn pelan.

Zayden meliriknya sekilas lalu menghela nafas pelan. "Apakah biasanya aku terlihat cerewet dan ribut sampai kamu mempermasalahkan keterdiamanku?"

Ah, bukan seperti itu. Zayn hanya khawatir. Karena keterdiaman Zayden kali ini terasa sedikit aneh untuknya.

Kapan Zayden mulai sangat diam dengan aura tak mengenakan seperti ini?

Zayn diam-diam menyadari hal ini semenjak mereka mulai beranjak meninggalkan rumah sakit. Ketika itu Zayden terus menatap keluar jendela mobil dengan pandangan lesu tidak bersemangat seperti seseorang yang sedang putus cinta.

Mungkinkah dia resah karena meninggalkan Asael di rumah sakit itu?

"Aku bertanya hanya karena aku khawatir."

"Tidak perlu khawatir dengan diriku, khawatirkan dirimu saja sendiri."

Astaga, Zayden ini memang benar-benar!

"Aku memiliki niat baik, aku takut kamu kesakitan atau bagaimana, tidakkah kamu menangkap maksud baikku?"

Zayden menyandarkan kepalanya di sandaran kursinya. "Jangan banyak bicara, kepalaku sakit mendengarkan kecerewetanmu."

Apa-apaan si?!

Zayn mendengkus kasar.

"Jika kamu terus menjadi cerewet jadi omega saja sana."

"Bangsat!" Zayn mengumpat kasar lalu mengerucutkan bibirnya dengan perasaan kesal. Hatinya sedikit terluka karena perkataan kejam Zayden barusan.

"Fokus saja mengemudi, aku ingin segera sampai lalu beristirahat."

"Hump, mengapa aku harus menuruti semua perintahmu? Tch!" Zayn mengangkat dagunya ke atas lalu kemudian berdecak.

"Mengapa tidak kamu tanyakan kepada dirimu sendiri, mengapa kamu begitu penurut terhadap wanita itu, hm?"

Zayn bungkam. Dia tahu siapa wanita yang Zayden maksudkan. Yah, itu adalah ibunya. Dan dari maksud Zayden barusan pasti dia sedang mengatakan mengapa Zayn menjadi begitu penurut terhadap ibunya yang memerintahkan anak bungsunya untuk menjadi ekor untuk anak sulungnya.

Tersenyum sinis, Zayn berdecak lagi dengan lebih keras. "Siapa bilang aku menurutinya? Aku tidak menurutinya!"

"Terserah." Zayden memalingkan wajahnya ke arah jendela lagi karena malas harus beradu argumen dengan adiknya itu.

Pikiran Zayden kembali melayang ke arah lain semenjak Zayn akhirnya memilih diam dan fokus mengemudi.

Zayden memejamkan kelopak matanya dengan lembut.

Bayangan omega manis yang menolongnya diam-diam kembali menghantui pikirannya. Omega kecil yang tampak rapuh dan sangat mudah digertak sampai ketakutan.

Hhh, apakah Zayden baru saja berpikir bahwa omega dekil itu manis?

Zayden menggelengkan kepalanya sendiri dengan segurat senyum sinis untuk menertawakan kekonyolannya.

Aromanya masih sama seperti ketika pertama kali aku menidurinya, sekarang aku mengingat jelas kejadian itu. Sial!

"Tadi wajahmu suram, sekarang apa-apaan senyum itu?"

"Berisik!" Zayden berkata datar tanpa memandang Zayn.

Aku lupa menanyakan namanya, tapi memangnya mengapa aku harus mengetahui namanya?

"Sejujurnya aku masih penasaran bagaimana kamu bisa berakhir tersesat dengan Asael?"

Pikiran Zayden kembali buyar. Pria alpha itu berkedip melirik sang adik dari samping.

Sungguh dia baru ingat jika peristiwa ini turut melibatkan Asael.

"Oh iya, bagaimana dengan Asael?" Aku baru mengingat soal dirinya setelah tenggelam memikirkan sosok omega tadi. Zayden berdehem pelan merasa agak bersalah.

"Itu, aku sudah menghubungi seseorang orang-orangnya untuk mengurusnya. Kita tidak bisa membawanya dalam keadaan seperti itu mengingat kita berdua sama-sama alpha." Zayn balas melirik Zayden sekilas. "Hm, kamu belum menjawabku."

"Ah, itu sebenarnya aku pergi menemuinya untuk meminta maaf atas ketidakhadiranku dalam acara pernikahannya."

"..."

"Kita hanya mengobrol ringan setelahnya lalu aku berniat untuk pulang, tentu saja aku berniat mengantarkannya terlebih dahulu, tapi di tengah perjalanan siapa sangka tiba-tiba mobil itu mogok dan aku tidak mengetahui jelas jalanan itu."

"Benarkah?"

Zayden mengangguk membenarkan. "Saat itulah aku bertemu dengan omega tadi," tuturnya membuat Zayn sedikit mengernyitkan dahinya penuh pertanyaan.

"Oh, dia bilang dia yang melukaimu, bagaimana itu bisa terjadi?"

Zayden menarik satu sudut bibirnya hingga mengukir senyum tipis lalu menjawab dengan sederhana, "dia melemparku dengan batu."

"Secara tiba-tiba? Dia ceroboh."

Zayden terkekeh pelan. "Ya, sangat ceroboh."

Saat itu Zayn melirik kakaknya dan sedikit meremang ketika melihat senyum Zayden yang menurutnya aneh. Ada apa dengan kakaknya itu? Mengapa dia tersenyum seperti psikopat gila?

Terlebih mengapa aura di sekitarnya terlihat seperti aura bahagia?

Zayn berdehem pelan. "Itu hanya kesalahan yang tidak disengaja, mari lupakan ini dengan segera."

Zayn melirik Zayden yang tiba-tiba terdiam dengan ekspresi yang sulit untuk ditebak. Meyakinkan hatinya yang sempat ragu, Zayn akhirnya memberanikan diri untuk berkata dengan nada pelan namun tegas terhadap kakaknya.

"Kamu harus move on," ucap Zayn yang dibalas kebungkaman Zayden di sampingnya.

"Asael sudah milik orang lain, dan dia bukan milikmu. Yah, sejak awal dia memang tidak pernah jadi milikmu, bukan? Jadi lupakanlah dia."

Sebenarnya tanpa Zayn tahu, Zayden sudah tidak terlalu memikirkan Asael untuk saat ini. Yang ada di otaknya sekarang adalah omega asing yang belum dia ketahui siapa namanya itu.

Apakah suatu hari aku dapat bertemu dengannya lagi? Aku berharap pertemuan kita suatu hari nanti dapat menjadi lebih baik daripada pertemuan kita kali ini, Batin Zayden diam-diam menyeringai tanpa sepengetahuan Zayn yang sibuk mengocehkan cara-cara ampuh untuk move on.

***

Beralih ke posisi Hael sekarang, omega itu sudah sampai di kamarnya dan merebahkan diri pada kasur usang miliknya.

Tadi setelah beberapa orang datang untuk menjemput Asael yang masih tidak sadarkan diri seperginya Zayn dan Zayden, Hael memutuskan untuk segera pulang ke rumahnya.

Helaan nafas kecil keluar dari bibirnya yang terlihat sedikit pucat lalu kemudian berbisik pelan, "apakah alpha itu tidak mengingatku?"

Bibir mungil itu sedikit maju mengerucut kecil.

"Tapi memangnya siapa aku sehingga harus diingatnya?"

Kenyataan menghantam benak Hael dan menariknya untuk menjadi sadar diri.

"Aku ingat dia mabuk ketika kita tidur, kemungkinan begitu dia bangun pagi itu dia tidak melihat wajahku, hah! Itu seharusnya menjadi hal bagus karena dia tidak mengingatku. Dia bahkan sudah memiliki istri," gumam Hael seraya membalik tubuhnya yang sebelumnya telentang menjadi miring. "Hael bodoh!"

Untuk terakhir, Hael hanya mengumpati dirinya sendiri yang merasa bodoh karena menyesali kenyataan bahwa alpha yang dia sukai telah memiliki tambatan hati.

---
Tbc


[END] (ABO) Crazy AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang