Akhir-akhir ini mood Hael sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Seperti saat ini, ketika ia sedang cemberut menatap Zayden yang tampak memelas menghadapnya.
"Katakan padaku, apakah aku gendut?"
Kedua tangan Hael memegang rahang tegas Zayden. Menangkupnya hangat, menjaga wajah tampan itu agar tidak berpaling dan tetap menatapnya.
"Tidak."
Zayden menjawab dengan hati-hati. Dia tahu Hael sedang sensitif dengan berat badannya sendiri.
"Kamu bohong."
Bibir Hael cemberut maju.
"Bagaimana aku bisa berbohong? Aku tidak berbohong, kamu tetap cantik kok."
Zayden melirik bibir pihak lain yang maju. Dia memejamkan mata sejenak dan menghela nafas berat. Sekuat tenaga dia harus menahan diri agar tidak melahap habis bibir menggoda itu.
Zayden tenang.
Tenangkan pikiran dan kaki ketigamu.
"Tapi aku baru saja menimbang."
"Darimana kamu dapat timbangan?"
"Gudang."
Zayden meringis. Tatapannya melewati bahu Hael, jatuh kepada Julian yang sedang berdiri kaku di belakang Hael.
Dari tatapan Zayden, alpha itu seolah bertanya kepada Julian 'bukankah seharusnya kamu menyingkirkan benda itu? Mengapa Hael masih menemukannya?' dengan tuduhan pekat.
"Timbangan itu menunjukkan angka yang cukup jauh dari angka yang aku dapat biasanya ketika menimbang."
"Sayangku itu adalah hal normal, tidak apa-apa menjadi gendut karena ada baby di sini."
Tangan Zayden mendarat lembut diperut Hael yang bulat.
"Um, tapi apakah itu tidak terlalu tidak bagus?"
Hormon kehamilan mengacaukan rasionalitas Hael.
Omega yang sebelumnya selalu patuh, baik, tiba-tiba berubah menjadi penuh rasa minder, takut, dan gelisah.
Beruntung Zayden dapat membantu dengan sabar. Dia tidak meninggalkan Hael yang dalam keadaan mood buruk seperti itu sendirian dan selalu menemaninya.
"Aku takut kamu tidak akan suka padaku jika aku menjadi jelek."
"Omong kosong, aku suka padamu, tidak perduli bagaimana bentukmu."
Zayden meraih kedua tangan Hael yang menangkup rahangnya, membawanya ke bawah bibir dan mengecupnya berkali-kali.
"Aku mencintaimu, hanya mencintaimu tanpa perduli bagaimana bentukmu."
Zayden melirik Julian yang berbalik pergi dengan diam-diam seolah membiarkannya berduaan saja dengan Hael.
"Lagipula itu tidak terlalu gendut kok, ini hanya berisi dan sedikit kenyal."
Zayden memegang pinggang Hael, menuntunnya untuk pindah dari sofa empuk di samping dan duduk di pangkuannya.
"Perut ini bagus, kamu tidak terlihat gendut dan malah sangat seksi."
Wajah Hael memerah.
"Kamu cabul."
Zayden mencondongkan tubuhnya sedikit kedepan. Dia sangat hati-hati dan tidak akan membuat bayi mereka tergencit sedikitpun.
"Apa salahnya aku mencabulimu, hm? Kita adalah pasangan, hm."
Hael menggidik geli ketika Zayden yang telah menelusupkan wajahnya ke perpotongan lehernya dengan sengaja meniupkan nafas hangat dari mulutnya.
"Jangan macam-macam, itu geli!"
Hael menjatuhkan dahinya ke bahu lebar Zayden.
"Jangan menggodaku, aku tidak mau."
Zayden berdecak pelan.
"Kamu berkata tidak mau tapi malah membuka akses lebih lebar, seperti inikah sikap tidak mau?"
Tangan Zayden sudah pindah, kali ini ia sedang memegangi bokong empuk Hael, menjaganya agar tidak goyah dari pangkuannya.
Saat ini keduanya sedang duduk di sofa empuk yang diletakkan di ruang santai.
Ruangan itu terhubung dengan halaman bagian dalam dengan pintu geser kaca.
Biasanya Hael akan tidur siang di sini bersama Zayden. Oleh karena itu, sofa yang mereka tempati tampak lebar dan nyaman untuk berbaring. Bahkan luasnya sofa tersebut mampu menampung dua orang sekaligus.
"Kemana tanganmu meraba?"
Zayden tidak menjawab dan masih menggerakkan tangannya.
"Kamu tidak boleh meremasnya."
"Bagaimana kalau begini?"
"Hm, tidak boleh, itu geli jika dielus seperti itu."
"Oh, tapi ini sangat bagus di tanganku."
Zayden mendekati telinga Hael dan berbisik pelan, "seperti squishy."
Hael, "..."
"Ini akan lebih bagus jika aku bisa menyentuhnya langsung."
Hael menegak spontan ketika merasakan Zayden memegangi karet celana piamanya.
"Jangan, tidak mau, bagaimana jika ada yang lihat?"
Zayden menatap semu merah yang mewarnai wajah Hael.
"Tidak akan ada yang lihat, Julian sudah pergi."
Hael memalingkan wajah dan tidak menjawab. Dia melingkarkan tangannya di leher Zayden lebih erat.
"Aku sedang hamil."
Zayden mengangkat sebelah alisnya. "Baby akan senang jika daddy nya berkunjung."
"Omong kosong!"
Hael mengerucutkan bibirnya. "Aku malu sekali, jangan bicara aneh seperti itu."
"Tidak aneh."
Zayden sedikit meringis. Dia merasakan pantat Hael tampak menyentuh sesuatu miliknya.
"Jangan bergerak seperti itu, aishh, itu bangun."
Hael yang tidak mengerti sedikit bingung. "Apa yang bangun?"
Zayden memeluk Hael erat, dia berbisik lagi dengan suara rendah, "kaki ketiga."
Hael, "..."
Zayden terkekeh kecil. Matanya sedikit berkilat menatap Hael.
"Aku tidak memiliki ketahanan diri yang baik, jadi bolehkah aku melakukannya?"
Hael membeku tidak bisa mengatakan apapun. Omega itu hanya diam mematung menatap wajah Zayden yang bernafsu.
"Tapi, bagaimana dengan bayinya?"
Hael gugup.
"Tidak apa-apa, aku akan bermain aman, kamu akan suka."
Tanpa menunggu lebih lama, Zayden segera membalik posisinya dengan perlahan. Membiarkan Hael terbaring di bawah kungkungannya.
"Aku mencintaimu," ujar Zayden lagi.
Beberapa waktu kemudian ruangan itu langsung dipenuhi oleh erangan manis Hael dan disusul oleh hembusan nafas Zayden yang mendominasi.
Julian disisi lain sedang sibuk membersihkan gudang, menyimpan timbangan berat badan yang sebelumnya sudah ia sisihkan agar tidak terlihat ke dalam kardus dan tidak tahu menahu soal kedua tuannya yang sedang sibuk memacu nafsu.
---
TbcPlis aku sedikit salting 👉👈

KAMU SEDANG MEMBACA
[END] (ABO) Crazy Accident
RomansaZayden telah melakukan kesalahan. Bukan kesalahan biasa, melainkan kesalahan gila! Bagaimana bisa dia menjadi bodoh hanya karena sebuah cinta?!! Pergi ke klub malam lalu meniduri seorang omega asing yang tidak dikenalnya. Brengsek! Sekarang baga...