Act VI

10 3 1
                                    

Satu bulan telah berlalu sejak Amel terbangun dari koma. Selama itu ia telah menjalani berbagai terapi fisik dan psikologis untuk memperbaiki kondisi tubuh dan pikirannya. Dia juga telah mendapatkan bantuan hukum dari pemerintah untuk mengurus statusnya sebagai anak yatim piatu. Dia telah mendapatkan kartu identitas, Akta kelahiran, Dan beberapa berkas miliknya. Dia juga telah mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di sebuah sekolah ternama.

Kini Amel merasa bersyukur atas semua yang telah dia dapatkan. Dia merasa hidupnya kembali normal. Dia merasa ada harapan untuk masa depannya. Namun, ada satu hal yang masih mengganjal di hatinya. Dia masih merindukan perawat yang telah menjadi teman dan keluarga baginya. Perawat yang telah menyelamatkan hidupnya. Perawat yang telah menyayanginya.

Amel ingin menemui perawat itu lagi. Dia ingin berterima kasih secara langsung. Dia ingin memeluknya erat. Dia ingin mengatakan bahwa dia mencintainya. Namun, dia tidak tahu siapa nama perawat itu. Dia tidak tahu apa-apa tentang perawat itu. Dia hanya tahu wajahnya. Wajah yang selalu tersenyum. Wajah yang selalu menenangkan. Wajah yang selalu mengisi mimpinya.

Amel memutuskan untuk mencari tahu siapa perawat itu. Dia pergi ke rumah sakit tempat dia dirawat. Dia bertanya kepada resepsionis, dokter, dan perawat lainnya. Namun, dia tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Mereka semua mengatakan bahwa mereka tidak mengenal perawat yang Amel maksud. Mereka juga mengatakan bahwa mereka tidak pernah melihat perawat seperti itu bekerja di sana. Mereka hanya mengira bahwa Amel bercanda atau salah ingat.

Amel merasa kecewa. Dia merasa seperti dicemooh oleh orang-orang. Dia merasa seperti dikhianati oleh ingatannya. Dia merasa seperti dibohongi oleh perawat itu. Dia tidak mau menyerah. Dia masih yakin bahwa perawat itu ada. Dia masih yakin bahwa perawat itu nyata. Dia masih yakin bahwa perawat itu masih mengingatnya.

Amel mencoba mencari bukti tentang keberadaan perawat itu. Dia mencari di antara berkas-berkas medisnya. Dia mencari di antara rekaman-rekaman kamera pengawas. Dia mencari di antara foto-foto yang diambil oleh pengunjung rumah sakit. Namun, dia tidak menemukan apa-apa. Tidak ada tanda-tanda perawat itu di sana. Tidak ada jejak perawat itu disana. Tidak ada foto yang menunjukkan perawat itu di rumah sakit ini.

Amel merasa putus asa. Dia merasa seperti mencari sesuatu yang tidak ada. Dia merasa seperti mencari sesuatu yang tidak mungkin. Dia merasa seperti mencari sesuatu yang tidak nyata. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia tidak tahu ke mana dia harus pergi. Dia hanya tahu bahwa dia harus menemukan perawat itu. Dia hanya tahu bahwa dia harus bertemu perawat itu. Dia hanya tahu bahwa dia harus mengungkapkan perasaannya kepada perawat itu.

Amel tidak menyerah. Dia terus mencari. Dia terus berusaha. Dia terus berdoa. Dia percaya bahwa suatu hari nanti, dia akan menemukan perawat itu. Dia percaya bahwa suatu hari nanti, dia akan bersama perawat itu. Dia percaya bahwa suatu hari nanti, dia akan bahagia bersama perawat itu.

Amel berjalan pulang dengan langkah gontai. Dia merasa lelah dan sedih setelah mencari perawat yang selalu ada untuknya disaat koma. Dia merasa tidak ada harapan lagi untuk menemukan perawat itu.

Tiba-tiba, dia melihat seorang wanita yang berjalan di depannya. Wanita itu memiliki rambut hitam panjang, mata coklat, dan kulit putih. Wanita itu terlihat cantik dan anggun. Wanita itu terlihat familiar bagi Amel. Amel merasa ada sesuatu yang menghubungkan dirinya dengan wanita itu.

Amel mempercepat langkahnya. Dia ingin mendekati wanita itu. Dia ingin memastikan apakah wanita itu adalah wanita yang dicarinya selama ini.

Amel berhasil menyusul wanita itu. Dia menarik lengannya dengan lembut. Dia menatap wajahnya dengan penuh harap.

"Maaf, Mbak. Boleh saya tanya sesuatu?" Amel bertanya dengan sopan.

Wanita itu menoleh ke arah Amel. Dia terkejut melihat wajah Amel. Dia terkejut melihat wajah yang pernah dia lihat. Dia terkejut melihat wajah yang pernah dia sayangi.

"Amel?" wanita itu bergumam.

Amel tercengang. Dia mendengar suara wanita itu. Dia mendengar suara yang pernah menenangkan hatinya. Dia mendengar suara yang pernah mengisi mimpinya.

"Mbak, kenal saya?" Amel bertanya dengan penuh harap.

Wanita itu mengangguk. Dia tersenyum. Dia tersenyum dengan senyum yang pernah membuat Amel bahagia. Dia tersenyum dengan senyum yang pernah menenangkan Amel.

"Ya, saya kenal kamu. Saya perawat yang merawat kamu di rumah sakit. Saya perawat yang selalu ada untuk kamu." wanita itu berkata dengan tulus.

Amel tidak bisa memercayai apa yang dia dengar. Dia tidak bisa memercayai apa yang dia lihat. Dia tidak bisa memercayai apa yang dia rasakan. Dia merasa seperti mimpi. Dia merasa seperti keajaiban. Dia merasa seperti berada di surga.

"Mbak, benarkah itu? Saya sudah mencari-cari Mbak selama ini tapi saya tidak menemukan apapun tentang Mbak. Dan dimana Mbak selama ini?" Amel bertanya dengan antusias.

Wanita itu mengelus pipi Amel dengan lembut. Dia memandang mata Amel dengan kasih sayang. Dia memandang mata yang pernah dia rawat. Dia memandang mata yang pernah dia cintai.

"Nama saya Nathalie. Saya pindah ke kota lain setelah kamu keluar dari rumah sakit. Saya ingin mencari pekerjaan baru. Saya ingin mencari hidup baru." Nathalie berkata dengan jujur.

Amel merasakan sesuatu yang menusuk hatinya. Dia merasakan rasa takut. Dia tidak mau kehilangan Nathalie. Dia tidak mau kehilangan perawatnya. Dia tidak mau kehilangan seseorang yang pernah ada untuknya.

"Mbak, kenapa Mbak pergi? Kenapa Mbak tidak menunggu saya?" Amel bertanya dengan sedih.

Nathalie menundukkan kepalanya. Dia merasakan rasa bersalah. Dia merasakan rasa sesal. Dia merasakan rasa bimbang. Dia tidak tega melihat Amel sedih. Dia tidak tega melihat Amel kecewa. Dia tidak tega melihat Amel terluka.

"Amel, maafkan saya. Saya tidak memberi tahu kamu karena saya tidak tahu bagaimana cara menghubungi kamu. Saya tidak menunggu kamu karena saya tidak tahu apakah kamu masih ingat saya." Nathalie berkata dengan lirih.

Amel menggenggam tangan Nathalie. Dia merasakan rasa hangat. Dia merasakan rasa nyaman. Dia merasakan rasa sayang. Dia tidak mau melepaskan Nathalie. Dia tidak mau melepaskan perawatnya. Dia tidak mau melepaskan seseorang yang pernah ada untuknya.

"Mbak, saya mengerti. Saya maafkan Mbak. Saya sadar karena Mbak. Saya bisa disini karena Mbak. Maafkan saya, Mbak. " Amel berkata dengan tegas.

Nathalie menatap Amel dengan terharu. Dia merasakan rasa lega. Dia merasakan rasa bahagia. Dia merasakan rasa cinta. Dia tidak mau berpisah dengan Amel. Dia tidak mau melepaskan Amel.

"Amel, saya juga mengerti. Saya juga maafkan kamu. Saya merawat kamu selama ini dan saya paham bagaimana perasaan kamu saat ini." Nathalie berkata dengan lembut.

Amel dan Nathalie berpelukan. Mereka merasakan ikatan yang kuat diantara mereka. Mereka merasakan kasih sayang yang tulus antara mereka. Mereka merasakan kebahagiaan yang luar biasa antara mereka.

Kini mereka kembali bertemu. Mereka tidak tahu apakah mereka akan mendapatkan kesempatan kembali untuk merasakan kebahagiaan. Mereka hanya tahu bahwa mereka telah menemukan satu sama lain. Mereka hanya tahu bahwa mereka telah bertemu kembali.

Namun ada satu hal yang Nathalie sembunyikan dari Amel selama ini. Satu hal yang akan menuntun Amel pada masa lalunya.

Forgotten LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang