Act III

20 4 2
                                    

Suatu hari, Amel sedang berjalan di koridor sekolah, ketika dia tidak sengaja menabrak seorang siswa laki-laki yang sedang berlari. Siswa laki-laki itu adalah Hans, seorang siswa kelas 3 yang terkenal dan dicap sebagai tipe "bad-boy" di sekolah. Hans memiliki penampilan yang menarik, dengan rambut hitam berantakan, mata cokelat tajam, dan jaket kulit hitam. Hans juga memiliki hobi yang berbahaya, yaitu menggemari motor dan balapan liar. Hans adalah siswa yang populer di kalangan siswi, yang mengagumi ketampanan dan keberaniannya.

Hans tertarik dengan Amel. Dia menganggap Amel sebagai siswi baru yang berbeda dari yang lain. Dia tidak tertarik dengan kecantikan atau kepribadian Amel. Dia tertarik dengan sikap Amel yang tidak peduli dengan siswa lain. Dia merasa Amel adalah tantangan bagi dirinya. Dia ingin membuat Amel tertarik padanya.

"Hey, kamu siapa? Kamu nggak lihat aku lagi lari, ya?" Hans memarahi Amel dengan nada kesal.

"Maaf, aku nggak sengaja. Aku nggak lihat kamu. Lagian, kenapa kamu lari-lari di koridor? Kamu nggak tahu aturan, ya?" Amel membela diri dengan nada dingin.

"Aku lari karena aku mau. Aku nggak peduli sama aturan. Aku nggak peduli sama kamu. Kamu siapa, sih? Kamu siswa baru, ya?" Hans menanyai Amel dengan nada sinis.

"Ya, aku siswa baru. Aku Amel. Aku kelas 1. Aku nggak peduli sama kamu juga. Kamu siapa, sih? Kamu siswa nakal, ya?" Amel menjawab Hans dengan nada tegas.

"Aku Hans. Aku kelas 3. Aku suka motor dan balapan. Kamu tahu aku, kan?" Hans memperkenalkan dirinya dengan nada sombong.

"Ya, aku tahu. Kamu Hans. Kamu siswa nakal yang suka bikin onar. Kamu Hans. Kamu penggemar motor yang suka balapan liar. Kamu Hans. Kamu idola para cewek yang suka gonta-ganti pacar. Kamu Hans. Kamu nggak ada apa-apanya." Amel menyindir Hans dengan nada sinis.

Hans terkejut mendengar kata-kata Amel. Dia tidak menyangka Amel berani bicara seperti itu padanya. Dia merasa Amel menantang dan menghina dirinya. Dia merasa Amel menarik dan menawan hatinya.

"Wow, kamu berani sekali, ya? Kamu nggak takut sama aku? Kamu nggak kagum sama aku? Kamu nggak suka sama aku?" Hans bertanya dengan nada penasaran.

"Tidak, tidak, dan tidak. Aku nggak takut sama kamu. Aku nggak kagum sama kamu. Aku nggak suka sama kamu. Aku nggak peduli sama kamu." Amel menjawab dengan nada tegas.

Hans tersenyum. Dia merasa Amel lucu dan menggemaskan. Dia merasa Amel beda dari siswi-siswi lainnya. Dia merasa Amel adalah tantangan yang harus dia taklukkan. Dia merasa Amel adalah cinta yang harus dia dapatkan.

"Oke, oke. Kamu boleh nggak takut, nggak kagum, nggak suka, dan nggak peduli sama aku. Tapi, aku berani bertaruh, suatu hari nanti, kamu akan takut, kagum, suka, dan peduli sama aku. Kamu akan jatuh cinta sama aku." Hans berkata dengan nada percaya diri.

"Ha-ha-ha. Kamu bercanda, kan? Kamu nggak mungkin bisa membuat aku takut, kagum, suka, atau peduli sama kamu. Kamu nggak mungkin bisa membuat aku jatuh cinta sama kamu." Amel berkata dengan nada mengejek.

"Kita lihat saja nanti. Aku akan buktikan kalau aku bisa. Aku akan buktikan kalau kamu salah. Aku akan buktikan kalau kamu akan menjadi milikku." Hans berkata dengan nada nekat.

Hans dan Amel berpisah dengan perasaan yang berbeda. Hans merasa tertantang dan bersemangat. Amel merasa kesal dan sebal. Hans merasa ingin mendapatkan Amel. Amel merasa ingin menjauhi Hans.

Hans dan Amel tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Hans dan Amel hanya tahu bahwa mereka saling bertentangan.

Hans tidak menyerah begitu saja. Dia terus mencoba mendekati Amel, dan membuat Amel tertarik padanya. Hans melakukan berbagai hal untuk menarik perhatian Amel, seperti memberi Amel bunga, mengajak Amel makan siang, menawari Amel naik motor, dan lain-lain. Hans juga sering memuji Amel, menggoda Amel, dan menyentuh Amel. Hans berharap Amel akan luluh dan jatuh cinta padanya.

Forgotten LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang