Keesokan harinya, suasana sekolah terasa berbeda. Hans, yang biasanya terlihat acuh tak acuh, kini tenggelam dalam lautan buku di perpustakaan. Siswa-siswi mulai memperhatikan perubahan pada dirinya—nilai yang meningkat, sikap yang lebih serius, dan dedikasi yang tampak dari cara dia membolak-balik halaman buku.
Para siswi mulai berbisik, mengagumi perubahan Hans. Namun, bagi Hans, perhatian itu tidak lebih dari gangguan sementara. Fokusnya tertuju pada satu tujuan: mempelajari segala yang bisa digunakan untuk menghadapi "Mr. L".
Rani, ketua osis di sekolah, mencoba mendekati Hans dengan cemilan di tangan. Dia berharap bisa mencairkan suasana, mungkin juga hati Hans yang dingin. Namun, Hans tidak bergeming, matanya tetap tertuju pada buku di hadapannya.
"Kamu tidak makan siang?" tanya Rani, mencoba memulai percakapan.
Hans hanya mengangguk tanpa menoleh. "Aku tidak lapar," jawabnya singkat.
Rani duduk di sebelahnya, menatap wajah Hans yang serius. "Apa yang kamu pelajari dengan begitu tekun?" tanyanya, rasa ingin tahu memuncak.
Hans menutup bukunya, menatap Rani sejenak. "Hukum," ujarnya. "Aku ingin tahu bagaimana caranya melindungi apa yang penting bagi kita. Bagaimana caranya berdiri melawan mereka yang mencoba mengambilnya."
Rani terdiam, terkesan dengan ketegasan Hans. Dia tahu ada sesuatu yang lebih besar sedang dipertaruhkan, sesuatu yang melampaui dinding-dinding sekolah ini.
Mereka berdua duduk dalam diam, dikelilingi oleh buku dan pengetahuan yang menunggu untuk dipelajari. Dan di antara bisikan dan tatapan, ada tekad yang membakar, sebuah janji yang akan mengubah segalanya.
Dalam keheningan perpustakaan, Hans terlelap, kelelahan dari jam-jam panjang yang dihabiskan untuk mempelajari hukum dan keadilan. Kepalanya bersandar di atas tumpukan buku, napasnya teratur, menandakan kedamaian yang jarang dia temukan.
Rani, yang telah lama memperhatikan Hans, merasa ada sesuatu yang menarik hatinya. Dia mendekati Hans dengan hati-hati, terpesona oleh ketenangan yang terpancar dari wajahnya yang biasanya tegang. Dalam hati kecilnya, dia ingin merasakan kedekatan dengan Hans, bahkan jika hanya sebentar.
Dia membungkuk perlahan, hampir tanpa suara, napasnya hampir terhenti. Tapi saat bibirnya hampir menyentuh pipi Hans, matanya terbuka, dan dia menatap Rani dengan pandangan yang tajam.
Rani terkejut, mundur beberapa langkah, wajahnya memerah karena malu dan kebingungan. "Aku... aku hanya," katanya, mencari kata-kata yang tepat.
Hans duduk tegak, mengusap matanya. "Tidak apa-apa, Rani," katanya dengan suara yang lebih lembut dari biasanya. "Aku tahu apa yang akan kamu lakukan padaku."
Mereka berdua duduk dalam keheningan yang canggung, sampai Hans memecahnya. "Terima kasih untuk cemilannya," ujarnya, menunjuk ke sisa makanan yang Rani bawa. "Aku sangat menghargai itu."
Rani tersenyum, lega bahwa Hans tidak marah. "Kamu sudah bekerja keras," katanya. "Aku hanya ingin membantu, meskipun sedikit."
Hans mengangguk, sebuah isyarat kecil yang bagi Rani, berarti lebih dari sekadar ucapan terima kasih. Mungkin, di balik sikap dingin Hans, ada ruang untuk persahabatan, dan mungkin, suatu hari, untuk sesuatu yang lebih.
Setelah pelajaran berakhir, Hans melangkah menuju ruang kepala sekolah. Di sana, dia mendengar percakapan yang intens. Seorang pria berjas hitam rapih tengah berbincang dengan kepala sekolah, pintu ruangan tertutup rapat. Hans memperhatikan dengan seksama, mencoba menggali informasi dari setiap kata yang terucap.
Pria berjas hitam tampak berwibawa, dan Hans merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi. Suara mereka terdengar samar, tetapi Hans berhasil menangkap beberapa kata kunci: "dokumen," "transaksi," dan "kesepakatan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgotten Life
Romance[Status : Completed] Start : 23 Mei 2023 - 17 Juni 2024. Genre : Romance. [Sinopsis] Amel, seorang gadis periang yang kini kembali menjalani hidupnya sebagai siswi sekolahan setelah terbangun dari koma selama 5 tahun lamanya. Namun terdengar kabar b...