Act XXVII

9 2 0
                                    

Ketika fajar menyingsing, keluarga itu berkumpul di ruang tengah, masing-masing tenggelam dalam keheningan yang berat. Sang ayah berdiri di depan mereka, posturnya menunjukkan keputusan yang telah dibuatnya.

"Dengan berat hati, saya harus mengatakan bahwa kita akan berpisah," ucap sang ayah dengan suara yang bergetar. "Tanggung jawab atas insiden yang menimpa Amel akan saya pikul sepenuhnya. Namun, demi menjaga nama baik, saya meminta agar tidak ada yang menjenguknya."

Dylan dan Nathalie saling pandang, rasa tak percaya dan kekecewaan tergambar di wajah mereka. "Ayah, kamu tidak bisa memutuskan itu sendiri," kata Dylan, suaranya penuh dengan emosi.

Sang ayah melanjutkan, "Dylan, kamu akan ikut dengan saya. Nathalie akan tinggal bersama ibumu. Ini adalah cara terbaik untuk melindungi kita semua."

Nathalie meraih tangan Dylan, matanya berkaca-kaca. "Ayah, kita adalah keluarga. Kita seharusnya melewati ini bersama, bukan terpisah."

Sang ibu, yang selama ini diam, akhirnya berbicara, "Kita tidak bisa membiarkan kejadian ini memisahkan kita. Kita harus tetap bersama, untuk Amel, untuk Dylan, dan keluarga kita."

Ruangan itu dipenuhi dengan emosi yang bercampur aduk, antara cinta, kesedihan, dan ketidakpastian. Dylan dan Nathalie berdiri teguh, tangan mereka masih saling menggenggam, menunjukkan bahwa tidak peduli apa keputusan yang dibuat, mereka akan selalu mencari cara untuk bersama dan mendukung satu sama lain.

Namun keputusan telah dibuat, dan tak ada lagi kata yang bisa mengubahnya. Sang ayah, dengan ketetapan hati yang tidak tergoyahkan, telah memisahkan keluarga itu. Dylan, dengan hati yang berat dan mata yang berkaca-kaca, mengikuti sang ayah ke kediaman baru yang penuh dengan kemewahan namun kosong dari kehangatan keluarga.

Sementara itu, sang ibu dan Nathalie memulai kehidupan baru yang sederhana, jauh dari kemilau harta yang kini menyelimuti hari-hari Dylan. Mereka menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil, dalam tawa yang ringan dan malam-malam yang diisi dengan cerita.

Dylan, meski hidup dalam kemewahan, merasakan kekosongan yang mendalam. Dalam diam, ia sering menyelinap keluar, mengirimkan sejumlah uang ke rekening Nathalie, sebuah rahasia kecil yang ia simpan dari sang ayah. Itu adalah caranya untuk tetap merasa terhubung, untuk menunjukkan bahwa meski mereka terpisah, ia masih ada untuk Nathalie.

Hari berganti hari, dan meski jarak memisahkan mereka, ikatan antara Dylan dan Nathalie tetap kuat. Mereka berdua tahu bahwa suatu hari nanti, mereka akan bersatu kembali, dan keluarga mereka akan menjadi utuh sekali lagi. Sampai saat itu tiba, mereka akan terus menjalani kehidupan mereka, dengan harapan dan cinta yang tidak pernah padam.

Di bawah langit malam yang terbentang luas, Dylan melangkah keluar dari bayang-bayang, menuju taman sakura yang kini tengah berguguran. Petal-petal sakura yang jatuh menari di udara, seolah mengiringi langkahnya yang penuh kerinduan.

Nathalie sudah menunggu di sana, siluetnya lembut diterangi oleh cahaya bulan. Saat mereka bertemu, tak ada kata yang perlu diucapkan; pelukan mereka mengatakan segalanya. Mereka berbagi kehangatan dan kekuatan, dua jiwa yang terpisah namun tetap terikat.

Duduk di bawah pohon sakura, mereka berbicara tentang hari-hari yang telah berlalu, tentang kehidupan yang kini mereka jalani. Setiap kata, setiap cerita, adalah pengakuan akan rasa kehilangan yang mendalam.

"Kita tidak pernah melupakan Amel," ucap Nathalie, suaranya bergetar. "Dia selalu ada di pikiran kita."

Dylan mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Besok, kita akan menjenguknya. Kita akan berada di sana untuknya, seperti dulu," janjinya penuh dengan harapan.

Mereka berdiri, tangan mereka masih saling menggenggam, berjanji untuk bertemu lagi esok hari. Di tengah guguran sakura, mereka menemukan kekuatan untuk terus berjalan, untuk menjaga kenangan dan untuk menghormati cinta yang tak pernah luntur.

Forgotten LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang