Keesokan harinya, suasana di SMA Negeri 1 berubah menjadi riuh dengan semangat pemilihan ketua OSIS. Rani, dengan tekad yang baru, memutuskan untuk mencalonkan diri. Dia berkeliling, berbicara dengan antusias kepada siswa lain, membagikan visi dan misinya untuk masa depan sekolah yang lebih baik.
Di tengah keramaian, Rani menemukan Hans, yang berdiri sendirian, terpisah dari kerumunan. "Hans," katanya, "Aku tahu kita belum banyak bicara, tapi aku benar-benar menghargai dukunganmu. Apakah kamu akan mendukungku sebagai ketua OSIS?"
Hans menatapnya, ekspresi wajahnya tidak berubah. "Aku tidak terlibat dalam politik sekolah," jawabnya, suaranya dingin dan tidak memberikan harapan. "Tapi aku yakin kamu akan melakukan yang terbaik."
Rani tersenyum, tidak terkejut dengan responsnya. "Terima kasih, Hans. Itu sudah cukup bagiku," katanya sebelum berbalik untuk melanjutkan kampanyenya.
Hari berlalu, dan ketika hasil pemilihan diumumkan, nama Rani yang terpilih sebagai ketua OSIS baru. Dia menerima jabatan itu dengan rasa syukur dan tekad yang kuat, siap untuk membuat perubahan yang dia janjikan. Dan meskipun Hans tidak pernah secara terbuka mendukungnya, Rani tahu bahwa keberhasilannya hari ini adalah bukti bahwa sikap dingin tidak selalu mencerminkan isi hati seseorang.
Rani, dengan semangat kemenangan yang masih bergetar dalam dirinya, mendekati Hans yang sedang asyik dengan motornya di bengkel sekolah. "Hans, aku ingin merayakan kemenanganku. Hanya kita berdua," katanya, matanya berbinar dengan harapan.
Namun, Hans tidak menoleh dari pekerjaannya. "Aku sibuk," jawabnya singkat, tanpa emosi. Rani berdiri sejenak, kecewa, sebelum akhirnya berlalu dengan hati yang berat.
Seiring hari berakhir dan kelas-kelas kosong, Hans tetap di bengkel, fokus pada mesin di depannya. Suara-suara dari koridor terdengar samar, termasuk satu percakapan yang menarik perhatiannya. Rani, dengan nada yang tinggi, berbicara kepada sekelompok siswi. "Sekarang aku ketua OSIS, aku bisa mendekati Hans kapan saja," katanya, tertawa.
Hans menghentikan pekerjaannya, tangannya berhenti di udara. Dia tidak pernah menginginkan perhatian semacam ini, terutama bukan dari seseorang yang menggunakan posisinya untuk keuntungan pribadi. Dia menyadari bahwa mungkin, selama ini, Rani mendekatinya bukan karena dia melihat sesuatu yang lebih dalam darinya, tetapi karena kesenangan pribadinya sendiri.
Dengan pikiran yang berat, Hans menyelesaikan pekerjaannya di bengkel dan meninggalkan sekolah, memutuskan bahwa besok adalah hari baru—hari untuk menjaga jarak dan melindungi ruang pribadinya dari mereka yang mungkin memiliki motif tersembunyi.
Keesokan harinya, Rani, dengan tekad yang belum pernah terjadi sebelumnya, memutuskan untuk mengambil langkah berani. Dia menggunakan pengeras suara sekolah untuk memanggil Hans ke ruangan OSIS, suaranya bergema di seluruh koridor. Hans, yang mendengar namanya disebut, merasa ada yang tidak beres, tetapi dia memutuskan untuk menanggapi panggilan itu.
Saat Hans memasuki ruangan OSIS, dia menemukan Rani berdiri sendirian di tengah ruangan yang sepi. Sebelum Hans sempat bertanya apa-apa, Rani dengan cepat mengunci pintu, meninggalkan mereka berdua terisolasi dari dunia luar. "Hans," kata Rani, suaranya penuh emosi, "Aku harus mengatakan ini padamu. Aku..."
Hans mengangkat tangannya, memotong aliran kata-kata Rani. "Rani, aku tahu apa yang kamu coba lakukan," katanya, suaranya tetap dingin dan tenang. "Tapi aku tidak tertarik. Aku tidak ingin menjadi bagian dari permainan atau strategimu."
Rani terkejut, tidak mengharapkan penolakan yang begitu langsung. "Tapi Hans, aku..." Dia mencoba berbicara, tetapi Hans sudah berbalik untuk pergi.
"Kita harus fokus pada apa yang terbaik untuk sekolah, bukan drama pribadi," kata Hans, sambil mengetuk pintu agar Rani membukanya. "Aku harap kamu mengerti itu."
Dengan hati yang berat, Rani membuka pintu, membiarkan Hans keluar tanpa kata-kata tambahan. Dia berdiri di ruangan itu, menyadari bahwa mungkin dia telah salah dalam menilai Hans, dan mungkin juga, dalam menilai dirinya sendiri.
Rani tidak bisa menyingkirkan Hans dari pikirannya. Setiap hari di sekolah, dia mencari kesempatan untuk berbicara dengannya, berharap dapat mengungkapkan perasaan yang tumbuh di dalam hatinya. Namun, Hans tetap tidak tergoyahkan, menjaga jarak dan menjalani hari-harinya dengan tenang.
Dalam keputusasaannya, Rani mulai merencanakan cara lain untuk mendapatkan perhatian Hans. Dia berbicara dengan teman-temannya, mencari strategi untuk membuat Hans melihatnya tidak hanya sebagai ketua OSIS, tetapi sebagai seseorang yang memiliki perasaan yang mendalam untuknya. Rani bahkan mempertimbangkan untuk menyebarkan gosip yang akan membuat Hans tidak punya pilihan selain berbicara dengannya.
Namun, setiap rencana yang dia buat selalu berakhir dengan kegagalan. Hans, yang mendengar bisikan dan gosip, hanya semakin memperkuat tembok yang dia bangun di sekelilingnya. Dia tidak ingin menjadi bagian dari permainan sekolah atau drama yang tidak perlu.
Namun suatu hari kabar burung yang Rani sebarkan dengan cepat menyebar seperti api di musim kemarau, membakar reputasi Hans di mata sebagian siswa. Mereka berbisik-bisik di lorong-lorong, menatap Hans dengan pandangan yang berubah—sebagian dengan rasa hormat yang meningkat karena sikap pemberontaknya, sebagian lagi dengan kecurigaan dan penilaian yang keras.
Namun, Hans, yang hatinya sekeras baja, tidak membiarkan gosip itu mengganggu langkahnya. Dia tahu siapa dirinya dan apa yang dia perjuangkan. Motor dan balapan mungkin adalah bagian dari jiwanya, tetapi dia juga tahu pentingnya pendidikan dan masa depannya. Dia berjalan melalui kerumunan, kepala tegak, tidak terpengaruh oleh bisikan atau tatapan.
Di tengah perpecahan yang terjadi, ada juga yang melihat Hans dengan mata yang lebih jernih—mereka yang mengerti bahwa seseorang tidak bisa dinilai hanya dari apa yang didengar. Mereka mendukung Hans, bukan karena gosip atau reputasi, tetapi karena mereka melihat integritas dan kekuatan karakter yang dia miliki.
Hari-hari berlalu, dan Hans terus fokus pada studinya, bekerja di bengkel, dan, sesekali, menikmati kebebasan di atas motornya. Dia tidak membutuhkan validasi dari Rani atau siapa pun—dia hidup menurut aturan dan harapannya sendiri, dan itu sudah lebih dari cukup baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgotten Life
Romance[Status : Completed] Start : 23 Mei 2023 - 17 Juni 2024. Genre : Romance. [Sinopsis] Amel, seorang gadis periang yang kini kembali menjalani hidupnya sebagai siswi sekolahan setelah terbangun dari koma selama 5 tahun lamanya. Namun terdengar kabar b...