Act VIII

17 2 0
                                    

Suatu hari di sekolah, Amel mendapat tugas dari guru matematika untuk mengerjakan soal-soal yang menurutnya sangat rumit untuk ia kerjakan. Amel merasa kesulitan, karena dia tidak begitu pandai matematika. Dia mencoba mencari bantuan dari teman-temannya, tapi mereka juga tidak bisa membantunya.

Amel merasa putus asa. Dia tidak tahu harus bagaimana menyelesaikan tugasnya. Dia tidak tahu siapa yang bisa membantunya.

Tiba-tiba, Hans datang kepadanya. Hans melihat Amel sedang kebingungan dengan buku matematikanya. Hans merasa ingin membantu Amel.

Hans menghampiri Amel, dan menyapa Amel dengan senyum ramah.

"Halo, Amel. Apa kabar? Kamu sedang apa?" Hans bertanya dengan nada ramah dan peduli.

"Kamu lagi. Apa yang kamu mau? Jangan ganggu aku. Aku sedang sibuk." Amel menjawab dengan nada kesal.

"Jangan begitu, dong. Aku hanya ingin berbicara denganmu. Aku hanya ingin menanyakan kabarmu. Aku hanya ingin membantumu. Itu pelajaran matematika, Kan?." Hans berkata dengan nada lembut.

"Bantu apa? Kamu nggak bisa bantu apa-apa selain ganggu aku." Amel berkata dengan nada marah.

"Kamu salah, Amel. Aku bisa bantu kamu. Aku lihat kamu kesulitan mengerjakan matematika. Aku bisa matematika." Hans berkata dengan nada percaya diri.

"Matematika? Kamu bisa matematika? Kamu nggak bohong, kan?" Amel berkata dengan nada curiga.

"Kamu nggak percaya, ya? Baiklah, aku akan membuktikan kemampuanku. Aku akan membantu kamu mengerjakan tugas matematika. Aku akan menjelaskan rumus-rumus dan langkah-langkahnya. Aku akan membuat kamu paham matematika." Hans berkata dengan nada antusias.

"Kalau begitu kerjakan tugas matematika ini dengan cepat tanpa bantuan apapun. Apa kamu berani?." Amel berkata dengan nada menantang.

"Kita lihat saja nanti. Aku akan menunjukkan padamu bahwa aku pintar. Aku akan menunjukkan padamu bahwa aku peduli sama kamu. Aku akan buktikan bahwa matematika tidak akan bisa menghalangiku untuk mendapatkan cintamu." Hans berkata dengan nada romantis.

Hans kemudian mengambil buku matematika dari tangan Amel. Dia membuka halaman yang berisi soal-soal yang harus dikerjakan Amel. Dia mulai mengerjakan soal-soal itu dengan cepat dan tepat. Dia juga memberikan penjelasan yang mudah dimengerti oleh Amel.

Apa yang dilakukan Hans mencuri perhatian semua siswa yang melihat aksi Hans dengan terheran-heran. Mereka tidak menyangka Hans akan berani menunjukkan kemampuannya di depan umum. Mereka tidak menyangka Hans akan berani mengajari Amel bahkan menjelaskan materi mengenai matematika pada Amel.

Salah satu siswa yang terheran-heran adalah Rani, yang masih menaruh perasaan pada Hans. Rani merasa iri melihat aksi Hans. Dia merasa Hans telah melupakan dirinya. Dia merasa Amel telah mengambil Hans darinya. Dia merasa Hans telah mengabaikan dirinya.

Rani tidak bisa menahan cemburunya. Dia mencibir dengan sinis.

"Hans, apa yang kamu lakukan? Kamu sok pintar, ya? Kamu sok peduli sama Amel?." Rani mencibir Hans dengan nada jahat.

"Hans, memangnya kamu nggak malu, ya? Kamu nggak sadar, ya? Kamu sudah menjadi perhatian banyak orang!. Apalagi kalian sok dekat seperti ini, itu nggak pantas dilakukan di sekolah!." Rani mencibir Hans dengan nada ejek lalu bergegas pergi menjauhi Hans dan Amel.

Namun Hans mengabaikan cibiran Rani seakan apa yang ia dengar hanyalah suara angin belaka. Di satu sisi Amel merasa kagum dan berterima kasih pada Hans. Dia tidak tahu harus bagaimana dengan Hans. Dia tidak tahu apakah Hans benar-benar membantunya, atau hanya berpura-pura peduli. Dia tidak tahu apakah dia harus bersyukur pada Hans, atau berhati-hati.

Amel sesekali memandangi Hans yang sedang mengerjakan soal-soal matematika miliknya. Dia melihat Hans yang sedang memberikan penjelasan padanya.

Amel tidak bisa berkata apa-apa. Dia hanya diam, sambil mendengarkan Hans, yang tengah menjelaskan materi matematika padanya

Setelah beberapa waktu, Amel mulai merasakan perubahan pada dirinya. Dia mulai merasakan rasa kagum dan simpati pada Hans. Dia mulai merasakan rasa nyaman dan senang pada Hans.

Amel menyadari bahwa Hans telah banyak membantunya. Hans telah membantunya mengerjakan tugas-tugas sekolah. Hans telah membantunya memahami pelajaran-pelajaran sulit. Hans telah membantunya mengatasi masalah-masalah kecil.

Amel juga menyadari bahwa Hans telah banyak berubah. Hans telah berubah menjadi lebih sabar dan perhatian. Hans telah berubah menjadi lebih baik dan menyenangkan.

Amel tidak lagi merasa terganggu dengan Hans. Amel tidak lagi merasa benci dengan Hans. Amel mulai mau menerima apa yang diberikan oleh Hans seperti surat atau kalimat-kalimat gombalannya.

Amel mulai mau berbicara dengan Hans. Bahkan mereka bersenang-senang bersama, tertawa dan bahagia. Amel mulai merasakan sesuatu yang hangat dihatinya. Amel hanya ingin Hans tahu bahwa kehadirannya saat ini membuatnya merasakan senang dan bahagia.

Hingga suatu saat ketika Amel tengah mengikuti pelajaran di kelasnya, terlihat Hans berjalan masuk dengan membawa segenggam bunga yang entah darimana ia petik dan meminta ijin kepada guru yang tengah mengajar untuk berbicara pada Amel di dalam kelas.

"Selamat pagi bapak guru yang saya hormati dan teman-teman yang saya cintai. Disini, Hari ini, Saya ingin menyatakan bahwa saya menyukai dan mencintai Amel. Tidak ada paksaan, namun jika kalian setuju kalian boleh angkat tangan."

Dengan lantang dan bergema Hans menyatakan perasaannya di hadapan kelas saat itu disaksikan oleh guru dan seisi kelas termasuk Amel. Terlihat seisi kelas mengangkat tangan mereka dan bersorak sorai menandakan bahwa mereka setuju atas pernyataan cinta Hans terhadap Amel. Hans memberikan bunga tersebut kepada Amel sebelum ia pergi meninggalkan kelas diikuti oleh sorakan dan tepukan tangan serta ucapan selamat dari seisi kelas terhadap Amel.

Kini Hans dan Amel mulai dekat, layaknya daun pada ranting kayu.

Kini setiap harinya di sekolah, Hans selalu menunjukkan perasaannya pada Amel dengan lebih terang dan terbuka. Hans mulai mengucapkan kata-kata manis dan romantis pada Amel. Hans mulai memberikan banyak perhatian dan kejutan pada Amel. Hans mulai mengekspresikan cintanya pada Amel.

Hans sering memuji penampilan, kepribadian, dan prestasi Amel. Hans sering mengatakan bahwa Amel adalah gadis tercantik, terbaik, dan termanis di dunia. Hans sering mengatakan bahwa Amel adalah satu-satunya yang ada di hatinya.

Hans sering memberikan hadiah-hadiah istimewa pada Amel. Hans sering memberikan bunga, boneka, atau bahkan  tiket untuk menonton di bioskop pada Amel.

Hans sering mengajak Amel ke tempat-tempat romantis. Hans sering mengajak Amel ke karnaval di tengah kota, taman untuk sekedar mengobrol atau bahkan berkeliling kota diatas motor bersama.

Hans selalu mengantar Amel pulang sekolah dengan motornya. Hans selalu menunggu Amel di depan kelasnya. Bahkan Hans tak luput selalu menggendong tas Amel.

Amel mulai terbawa perasaan dari Hans. Bahkan Amel mulai terpesona dengan kata-kata Hans. Terharu dengan perhatian Hans. Dan tergoda dengan cinta Hans.

Amel kini mulai benar-benar menyukai Hans dari hatinya. Bahkan Amel mulai merasa merindukan Hans dan membutuhkan Hans.

Kini setiap harinya, Hans selalu mencari kesempatan untuk menggombali Amel dengan kalimat-kalimat gombalan cintanya. Hans selalu berusaha membuat Amel tersipu dan tersenyum. Bahkan tak jarang Hans terlihat menggoda Amel hingga menciptakan suasana yang bahagia dan penuh cinta dari mereka berdua.

Forgotten LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang