34. • Kembali •

127 10 23
                                    

Ya, aku kembali selama beberapa menit. Memandangi apa yang ada di sekitarku. Warna cat putih, ibuku yang tertidur, alat alat kedokteran, tv yang menyala, buah buahan di sekitarku, dan pencahayaan yang terang. Aku sempat berpikir ini mimpi, tetapi rasa mati rasa itu nyata. Apalagi benda yang menutupi hidung dan mulut.

Aku kesulitan bergerak, tenggorokanku rasanya kering sekali. Tetapi, saat aku mau berusaha untuk menyentuh ibuku, memastikan kalau ini kenyataan, kepalaku tiba tiba seperti dipentung. Sakit yang tanpa aba aba muncul sehingga refleks memejamkan mataku.

Dan saat aku membuka mataku, yang ada di sekitarku berubah. Bukan lagi ruangan yang sama. Tetapi tetap berkesan sama.

Yang berbeda tak hanya itu. Tetapi Ciel yang ada di sampingku sibuk membaca bukunya.

"Jangan bergerak. Diamlah, bodoh," Ciel memperingatiku yang mau menggerakkan anggota tubuhku, lalu dia sepertinya menekan sesuatu seperti tombol bel yang di atas kepalaku.

Posisiku sama seperti yang tadi, membisu karena pita suara yang tak berfungsi semestinya.

Aku tak akan menanyakan hal klise seperti 'Dimana ini', tetapi aku akan menanyakan hal terpenting, "Siapa kau?"

Namun, Ciel hanya menatapku datar, "Kau tau, aku masih sadar kalau kau pasien meski aku memegang buku setebal sepuluh cm ini."

Yah tidak seru, aku sedikit berharap Ciel akan panik dengan drama kehilangan ingatan. Ciel memang tidak bagus diajak bercanda.

Dokter lalu muncul dari balik pintu itu, dan memeriksaku. Memastikan aku yang serasa bangkit dari kubur. Dia lalu mengatakan hal hal klise kepada Ciel, fakta bahwa aku sudah baik baik saja dan tidak kehilangan ingatan sama sekali.

Secepat itu muncul, secepat itu pula dokter menghilang. Menyisakan aku dan Ciel. Ciel memberikanku segelas air, yang akhirnya diperbolehkan. Dan tentu saja, dia membantuku menyesap minumanku itu.

"Hah ... jadi ... apa yang terjadi setelah itu?" Aku tentu ingat jelas apa yang terjadi sebelumnya. Aku tenggelam dan tamat.

Ciel benar benar kelihatan jelas menahan kekesalannya, wah aku bisa melihat urat urat kekesalan itu padanya, "Tentu saja ada yang menyelamatkanmu. Dia temanmu itu, Kio."

Wah, kebetulan yang sangat menarik, padahal orang itu dulu saat pertama kali menyelamatkanku dari bencana kolam renang malah kabur, "Hn apa dia kebetulan di sana?"

Helaan napas keluar dari Ciel, "Kau pikir saja? Memang ada yang mau repot repot berbagi kebetulan denganmu? Yang ada dia malah mengalami kesialan. Aku yang menyuruhnya karena melihat di gps kau pergi ke sungai."

Sekali lagi aku terkejut, setelah Akashi, dia juga sangat mengenal Kio, jaringanmu luas sekali ya? Dan lagi, memangnya aku ini apa sampai diberikan pelacak. Dia jadi semakin membuat merinding saja seiring berjalannya waktu.

"Kupikir Akashi saja yang jadi pionmu itu," aku memperhatikan tanganku yang terlihat makin kurus saja, dan lagi, bekas bekas di tanganku itu benar benar masih sulit menghilang, "Berapa lama aku tak sadar?"

Ciel yang tadinya di sampingku, kini menyeduh teh di dekat rak penyimpanan makanan. Menuang ke satu gelas, sepertinya itu teh darjeeling lagi, lalu mendekati ke arahku, "Sepuluh hari, kebetulan saja si temanmu itu dia keponakan dari Daisy. Dia jauh lebih baik dari kepala merah. Dan lagi, kenapa kau mengulurkan tanganmu begitu ke arahku?"

Dahinya berkerut, bajingan ini. Tanganku yang terulur untuk bersiap menerima teh dianggurkannya, "Kau benar benar orang tak peka sedunia."

Ciel mengangkat bahunya, dan menikmati teh yang mengepul ngepul di depanku secara lansung, "Terima kasih untuk pujianmu."

GTDA (Kuroko No Basuke x Reader)  ■ Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang