39. ° Hubungan °

54 4 0
                                    

Untuk orang berdosa sepertiku. Yang selalu memasukkan garam ke teh milik Ciel. Aku berusaha keras untuk menjadi orang baik di luar sana. Berharap jika dosa dosaku itu setidaknya diampuni sebelum aku mati. Tak ada jaminan kan kalau spedometer eh elektrokardiograf yang menunjukkan statistik nyawaku tiba tiba mendatar. Yah, menjadi orang baik itu sulit kan?

Terutama di hadapan bajingan ini.

"Hei, Name. Apa kau pernah berpikir kalau otakmu itu seperti puding. Dan zombi akan menikmati itu sebagai makanan penutup setelah mengoyak tubuhmu yang merupakan hidangan utama, terutama ususmu yang mungkin jadi sate terenak?" Karma memulai obrolan di siang hari dengan pembicaraan yang membuatku mual.

Ya, mual sungguhan karena aku jadi meludahkan puding yang kumakan di hadapanku. Puding karamel yang dibelikan Ciel seharga satu buku. Puding mahal yang akan membawa penyesalan padaku sudah memuntahkannya.

"Ah sayang sekali, padahal seperti otak, puding itu bisa memicu hormon endorfin yang membawa kesenangan~"

"Karma kun ... kau menciptakan suasananya jadi mencekam ..." Nagisa menaruh sendoknya. Sama seperti beberapa orang yang hendak makan siang di kelas, mendengarkan Karma mengutarakan hal itu menghilangkan selera makan semuanya.

"Karma."

Sejujurnya aku tak mau melakukan ini ke orang tampan. Tapi mau bagaimana lagi. Anggap saja ini kebaikanku padamu.

Jadi saat Karma menoleh, aku menekan dagunya dengan tanganku, memaksanya untuk membuka mulut dan menyuapkannya potongan puding besar yang tersisa, "Ya ya, coba makan otakku ini, zombi."

Barangkali karena aku perempuan, Karma tidak bisa menolak dan terlihat kepayahan memakan puding itu secara paksa. Jadi dia tersedak dan terbatuk batuk setelah aku melepaskannya. Tatapannya menajam ke arahku.

"Apa kau belajar hal seperti ini dari pacar kelabangmu itu?"

Aku mengangkat bahuku tanganku, memasang wajah polos tidak berdosa, "Kupikir itu hobi Ayahnya. Atau kau lebih berharap disuapi begitu oleh Asano?"

Tawa mulai bermunculan. Pasti jarang sekali menyaksikan seorang Akabane Karma tidak berkutik dicederai seorang gadis. Ah tidak, sebenarnya memang Karma selalu menahan diri kalau dengan perempuan. Beruntung sekali genderku adalah lawan jenisnya yang mana Karma sudah sadar diri akan kemenangannya dan tidak mau repot repot mencoba kemenangannya.

"Kau benar benar tau cara bersenang senang, Name," Terasaka menertawakan kuat kuat wajah yang berantakan dengan puding itu.

Yah, sebelumnya aku memang hanya pernah menyuapi Murasakibara. Mengasuh para pelangi itu tidak membuatku jadi remaja serampangan seperti sekarang, tetapi menjadi ibu yang telaten memastikan anak anak tampanku bisa tumbuh subur. Ngomong ngomong bagaimana keadaan mereka ya? Sudah lama sejak pertandingan itu, kuharap kepala Kuroko yang waras itu tidak terisi cairan ketololan seperti Aomine ataupun Kise.

Iya iya, aku juga termasuk kategori tolol di kamus Asano karena masuk ke kelas ini. Laki laki itu benar benar melampaui batas nalarku.

Termasuk, separah apa kadar keiblisan yang ada pada Asano. Yang mana saat aku berpuasa untuk menjadi orang baik. Asano malah menabuhkan genderang perang di anak kelas E.

"Name, aku sangat memahami seberapa bodoh kau. Tetapi, jika kau sampai bersorak untuk teman kelasmu dibanding aku yang sudah berbaik hati mengajarimu, aku mungkin akan mempertimbangkan menyiksamu dengan rumus relativitas ataupun filsafat Aristoteles," ancaman itu membuatku bergidik.

Yang benar saja. Salah satu dari materi fisika paling sederhana di versinya sudah membunuhku. Ini malah dikolaborasikan dengan filsafat. Apakah ini waktunya aku harus mengiyakan ucapan Ciel agar jadi tanaman tebu saja? Ataupun Oryza Sativa yang terdengar keren.

GTDA (Kuroko No Basuke x Reader)  ■ Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang