11. °Kuroko Tetsuya°

122 16 7
                                    

Malas sekali. Sampe rasanya pengen nyekek orang.

Menyeruput santai es lilinku, aku berbaring terbalik di sofa menonton tv. Aku penasaran apa es lilin yang kumakan ini bakal ke bagian bawahku yang mengarah atas atau tidak ya?

"Makan es nya yang benar, aku tidak mau kau mati cepat dalam kekonyolanmu."

Aku menoleh ke Ciel yang tengah membaca koran. Ini Ciel kalau pake sarung dan peci pasti udah mantap banget suasana bapak bapaknya.

"Ciel, mau jadi bapakku gak?"

Ciel menatapku jijik, "Kenapa juga aku jadi bapakmu?"

Memperbaiki posisiku di sofa dan duduk sopan, aku menatap Ciel serius, "Aku mau jadi ibukmu yang menemani hidupmu."

Setelah menyelesaikan perkataan itu, sebuah bantal sofa melayang dan menabrak wajahku. Ini orang bener bener ga bisa diajak bercanda ya. Idih.

Tatapan jijik itu rasanya bertambah level, Ciel bergidik ngeri padaku, "Lebih baik aku mati saja dan hentikan bualan menjijikanmu itu."

Wkwkwk. Mantap juga nih.

"Kalo gitu aku mau nikah denganmu biar ko mati," ucapku santai menanggapinya.

"Anak anjing."

Bosan sekali. Padahal ini sudah mau memasuki akhir liburan musim panas tapi aku malah kebingungan harus menghabiskan waktu bagaimana. Mau ke festival musim panas tapi Ciel nyawanya sekarat kalau pergi keluar kan jadi ikut malas. Aku menghela napas panjang memikirkannya. Ini beneran gak ada yang mau ngajak aku kencan atau semacamnya?

Ciel menertawakanku dengan tawa mengejek, "Cie, gak ada kawan kencan ya? Kasihan sekali, mereka memiliki penglihatan bagus untuk tidak mengajakmu menghabiskan waktu musim panas yang tersisa."

"Bacot lo," aku memakan kesal mochi yang diberikan Midorima kemarin. Dia tadi pagi pagi memberikanku mochi, katanya ini untuk keberuntunganku hari ini. Tapi karena aku lapar maka aku akan memakannya agar keberuntungannya masuk menusuk tubuh dan jiwaku.

Aku tau, aku memang pintar.

"Semoga saja kau segera terkena sial karena memakan benda keberuntunganmu sendiri," Ciel menatapku kasihan, tidak sepertinya dia lebih menatap kasihan mochi yang kumakan.

Aku mengangkat bahuku santai, "Aku tidak butuh keberuntungan jika aku sudah punya mesin pencetak uang di dekatku."

Ciel menyahut lagi, "Dan siapa yang kau sebut mesin pencetak uang itu?"

Aku mengayunkan jari telunjukku, "Hmm tentu saja~" Dan kemudian aku menunjuk Ciel, "Kau."

Ciel menggerutu melihatku yang tertawa menunjuknya, "Jika kau ingin aku terus menjadi mesin pencetak uangmu maka bergunalah untukku, yang kau lakukan hanya menjadi sapu dikasih nyawa."

"Hei bersih bersih dan memasak itu sangat melelahkan tau!"

Ciel melipat tangan menatapku, "Aku bisa memanggil pelayan untuk itu."

Asfajs orang ini benar benar ya. Apa aku cekik saja dia sekarang lalu berpura pura ke polisi kalau Ciel kecekek tali secara ga sengaja? Hadeh. Otak kriminal ini memang meresahkan.

"Lalu kau mau apa hah?"

Menaruh korannya, Ciel kemudian mendekatiku. Tangan kanannya kemudian terulur menyentuh sofa. Memerangkapku dan mempertipis jarak denganku. Aku menahan napasku.

Mata biru yang dulu besar itu sekarang menatapku tajam dengan mata sipitnya. Hembusan hangat nafas Ciel menguar ke sekitar wajah dan leherku. Aku memalingkan wajah menghindari tatapan Ciel.

GTDA (Kuroko No Basuke x Reader)  ■ Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang