42. Bye Allen 👋

6.1K 451 8
                                    

Setelah mendengar seruan Rendi ditambah dengan jawaban Viona, mereka akhirnya sadar bahwa gadis kecil mereka telah sadar.

"Adek.." lirih Selina. Wanita itu sudah menangis dan membungkuk memeluk putrinya dengan lembut. Khawatir kekuatan yang berlebihan akan meremukkan putrinya yang sudah lemah ini.

"Ma~ adek haus.." rengek Viona. Suaranya sangat serak seperti akan robek.

Selina buru-buru melepaskan pelukannya. Adit juga dengan sigap membawakan segelas air hangat dengan sedotan untuk putrinya.

"Minum dulu adek," ucap Adit lembut. Pria tampan itu akhirnya bisa tersenyum lepas.

Adit dengan hati-hati mendekatkan sedotan ke bibir pecah-pecah putri kesayangannya. Adit menyaksikan putrinya minum sedikit demi sedikit dengan mulut kecilnya. Setetes air mata jatuh dari mata Adit, namun kali ini bukanlah air mata kesedihan.

Radit sudah berlari memanggil dokter, pria itu terlalu bahagia hingga lupa bahwa terdapat bell di ranjang.

"Gimana dek? Ada yang gak nyaman?" Tanya Rian lembut. Pria itu dengan lembut mengelus punggung tangan adik kecilnya yang tidak diinfus.

Viona yang sudah selesai minum menatap Rian dengan mata yang berkaca-kaca. "Hiks.. kepala adek pusing bang, tangan adek sakit, terus kaki adek juga sakit banget!" Keluh gadis kecil itu. Suaranya yang kecil dan serak membuat semua orang bisa membayangkan betapa tidak nyamannya Viona sekarang.

Cup!

Adit mencium pipi putrinya dengan sayang. "Tahan sebentar ya dek. Bentar lagi dokternya datang. Adek pasti akan segera sembuh," hibur Adit dengan suara sengau karena menahan tangis.

Rendi juga dengan hati-hati mengelus rambut hitam adiknya, menghindari perban yang melilit kepala kecilnya.

"Nanti waktu adek sembuh, abang gendong adek keliling Disney," janji Rendi lembut.

Viona mengangguk kecil dengan mulut mengerut. "Iya. Nanti adek mau nunjukin abang Cinderella biar gak salah terus," keluh gadis kecil yang sedang menatap Rendi dengan sebal itu. Kesal karena abangnya salah mengingat cerita Cinderella.

Rendi hanya bisa terkekeh malu sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal.

Selina mengusap pipi putrinya dengan sayang. Menatap anak nakalnya yang akhirnya kena batunya dengan tidak berdaya.

Namun, meski begitu Selina tidak tega memarahi putrinya sekarang. Biarlah dia menunggu hingga Viona menjadi lebih baik. Dia juga akan menggunakan kesempatan ini untuk memperingatkan suami dan putra-putranya agar tidak memanjakan Viona secara membabi buta lagi.

Beberapa menit kemudian, Radit kembali dengan diikuti dokter dan perawat.
Nafas mereka tersengal-sengal karena mengikuti Radit yang berlari sambil membawa kereta dorong berisi obat-obatan mereka.

"Adek~" panggil Radit dengan suara pelan.

Pria tampan itu bergegas menghampiri adik kecilnya dan memeluk tubuh kurus itu dengan erat. Menyembunyikan mata merahnya ke dalam tengkuk adik kesayangannya.

"Adek~ lama banget sih bangunnya? Abang sedih lho dek," keluh pria itu dengan suara serak.

"Bang, ini dokternya mau periksa adek," sela Rian.

Radit segera bangkit dari tubuh adiknya. Pria itu diam-diam mengusap matanya yang basah.

Viona sangat terenyuh saat melihat mata merah di wajah seluruh anggota keluarganya. Baru kali ini gadis kecil itu sangat menyesali kelakuannya yang mengakibatkan keluarganya bersedih.

Karena merasa sangat bersalah, Viona dengan kooperatif menjawab semua pertanyaan dokter. Ingin segera sembuh agar tidak membuat keluarganya khawatir lagi.

Viona (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang