4. 3 Calon Abang Vio

19.3K 890 1
                                    

Mobil hitam berjenis sedan yang ditumpangi Selina, Viona, dan Aditya sampai di villa mewah 3 lantai milik Adit.

Huf

Selina menghela napas dalam untuk menenangkan perasaan gugupnya sambil menunggu Adit mengambil Viona dari car seat setelah mereka turun dari mobil.

"Halo baby. Kita udah sampai nih di rumah papa. Bentar lagi Vio bakalan ketemu sama abang-abang Vio," ujar Adit lembut sambil menggendong Viona yang menatap penasaran ke bangunan asing di depannya.

"Viona aku yang gendong aja mas," pinta Selina seraya mengulurkan kedua tangannya ke arah Vio yang malah dihindari Adit.

"Nggak apa-apa yang, biar aku yang gendong Vio. Kamu bawa kuenya aja," tolak Adit lembut.

Selina tidak merasa kesal karena ditolak Adit, melainkan bersyukur karena Adit membantunya membawa Vio. Sebenarnya, walaupun Vio baru akan berumur satu tahun, tapi berat badannya tidak ringan untuk Selina yang mungil.

"Ayuk yang," ajak Adit dan merangkul pinggang Selina, membawanya dan Vio melangkah melewati pintu yang sudah dibuka oleh pelayan.

"Tuan muda dimana?" Tanya Adit saat berjalan melewati pelayan yang berjaga di pintu.

"Semua tuan muda sudah menunggu tuan di ruang tamu sebelah barat tuan," balas pelayan tersebut sopan.

Adit hanya mengangguk dan menuntun Selina dan Viona menuju ruangan yang telah disebutkan.

Adit mengajak ke-2 perempuan yang disayanginya menyusuri setiap sisi rumah mewah itu hingga akhirnya sampai di ruang tamu paling ujung yang hanya dibatasi pintu kaca dengan kolam berenang.

"Ahh!" 

Ke-3 bocah yang tadi sibuk dengan pikiran mereka terkejut ketika mendengar seruan lengket yang tidak dikenal.

Mereka kompak menolehkan kepala mereka hingga melihat papa mereka dan 2 orang yang tidak mereka kenal sudah berdiri tidak jauh dari sofa yang mereka duduki.

Perhatian mereka kemudian tertuju kepada papa mereka, oh lebih tepatnya ke arah makhluk berbaju biru berukuran mungil di pelukan papa yang saat ini sedang berusaha ditenangkan oleh sang papa karena terus bergerak tidak bisa tenang.

Menyadari tatapan ke-3 putranya, Adit pun menuntun Selina untuk berjalan menuju sofa sambil menepuk punggung Viona yang masih menggeliat.

Hem!

Adit pura-pura batuk untuk mengambil perhatian putra-putranya yang asyik memandangi boneka lucu di pelukannya.

Benar saja, mendengar kode sang papa, Radit dan kedua adiknya akhirnya sadar kalau ada orang lain selain bayi lucu itu di ruangan tersebut.

Ke-3 lelaki kecil itu mengalihkan pandangan mereka untuk mengamati perempuan berbaju biru yang duduk di samping sang papa. Kesan pertama yang melintas di benak mereka adalah cantik, ditambah dengan senyum lembut yang menghiasi wajah cantiknya membuat perempuan itu terlihat lembut dan hangat. Mata bulatnya tersenyum hingga membentuk bulan sabit, memancarkan ketulusan yang tidak dibuat-buat.

Walaupun kesan pertama mereka baik, namun mereka tidak serta-merta menyukai perempuan yang baru pertama kali mereka temui itu.

Saat ke-3 lelaki kecil itu memperhatikannya, Selina juga melakukan hal yang sama. Dipandanginya mereka satu persatu, dan semakin dilihat semakin suka Selina. Ke-3 lelaki kecil itu sangat lucu dan menggemaskan, apalagi dengan ekspresi menyelidik mereka yang dibuat-buat, membuat Selina ingin sekali memeluk dan mencium pipi gembul mereka.

Saat putra dan kekasihnya saling memandang, Adit justru sibuk menenangkan Viona yang aktif bergerak sedari tadi.

"Mas," panggil Selina pelan sambil menepuk lengan Adit yang dari tadi sibuk meladeni tingkah putrinya.

Mendapat teguran dari sang kekasih, Adit akhirnya ingat tugas yang harus ia lakukan.

Sambil menghadapkan Vio ke arah ke-3 putranya, Adit mulai memperkenalkan mereka.

"Jadi sons, perkenalkan, ini Tante Selina Zara, calon mama kalian. Dan bayi mungil ini adalah putri Tante Selina yang nantinya akan menjadi putri papa sekaligus adik bungsu kalian," ujar Adit seraya menatap ketiga putranya.

"Dan Selina, perkenalkan, ke-3 bocah ini adalah putraku. Yang paling kiri adalah putra pertamaku yang bernama Raditya Hermawan, yang ditengah adalah putra keduaku yang bernama Rian Hermawan, dan yang paling ujung adalah putra bungsuku yang bernama Rendi Hermawan," sambung Adit yang kemudian menatap Selina.

"Halo boys, perkenalkan nama Tante Selina. Mohon kerjasamanya," ujar Selina dengan senyuman terlukis di wajah cantiknya, dia pun mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

Ketiga bocah itu saling berpandangan sejenak, mata mereka menunjukkan kejutan yang tidak dapat mereka sembunyikan. Baru kali ini mereka diperlakukan seperti orang dewasa di mana mereka bisa membuat keputusan untuk hal besar di kehidupan mereka.

Pasalnya, ketiga laki-laki mungil itu sudah mempersiapkan skenario terburuk di mana calon ibu tiri mereka akan mendominasi karena mendapat kasih sayang sang papa. Termasuk siap untuk menghadapi memiliki ayah tiri setelah punya ibu tiri (menurut cerita salah satu teman Rian). Oleh sebab itu, mereka sudah mendiskusikan kalau nanti papa berubah menjadi jahat, maka mereka akan hidup tanpa saling mengganggu. Tapi ini sepertinya berbeda..

"Halo Tante, perkenalkan aku Radit," ujar Radit dan menyambut jabat tangan Selina.

"Nama aku Rian Tante," ujar Rian dan menjabat tangan Selina setelah Radit.

"Rendi, Tante," lanjut Rendi dan menjabat tangan mungilnya dengan tangan Selina. Puta bungsu Adit itu terlihat bersemangat karena dapat merasakan kalau Selina adalah wanita yang baik.

"Nah ini, Vio. Ayuk Vio sapa abangnya," ujar Selina lembut dan mengambil tangan gemuk Viona untuk berjabat tangan dengan sang kakak.

Gadis kecil itu menurut saja saat sang mama mengambil tangannya.

"A.. ngaa.." seru gadis itu.

"Ayuk bang, disapa Vionya," panggil Selina lembut kepada ke-3 bocah itu.

Kali ini, Rendi duluan yang bertindak. Sebenarnya, sedari tadi dia sudah sangat penasaran dengan bayi kecil dan cantik yang dipegang sang papa.

"Halo Vio, perkenalkan nama Abang bang Rendi," ucap Rendi sambil menyambut uluran tangan Viona yang dituntun Selina dan mengayunkannya pelan.

"Halo Abang, namaku Vio," kata Selina menirukan suara bayi.

"Ma.. a..ng.." sambung Viona.

"Tangannya adek kayak squishy," komentar Rendi takjub.

"Abang juga mau dek. Gantian dong," sela Rian dan merebut tangan mungil Viona dari Rendi.

"Halo adek, nama Abang bang Rian," lanjut Rian sambil mengayunkan tangan Viona ke atas dan ke bawah, yang disambut tawa oleh gadis mungil itu.

"Udah, gantian Yan. Sekarang giliran Abang," sambung Radit dan mengambil tangan Viona dari Rian. Bocah 9 tahun itu merasa kaget dengan kecilnya tangan yang sedang digenggamnya.

Adit yang melihat putra-putranya menerima kehadiran Viona pun merasa bahagia. Bagaimanapun, semua orang pasti ingin memiliki keluarga yang harmonis dari pada pulang ke rumah yang dingin.

Tiba-tiba sebuah ide melintas dibenak Adit. "Nah, Radit. Bawa Vio jalan-jalan keliling rumah, dari tadi udah gak sabar adeknya," perintah Adit kepada putra sulungnya dan mengoper Viona kepada Radit.

Radit yang dipanggil Adit dengan senang hati mengambil alih Viona. Setelah dibantu Adit tata cara menggendong yang baik, Radit yang ditemani kedua adiknya dengan semangat membawa Viona berkeliling.

Sepeninggal putra dan putrinya, Adit terkekeh dan mengulurkan tangannya untuk memeluk bahu Selina. Diambilnya teh yang sudah disiapkan pelayan untuk Selina dan keduanya pun bersantai ria di sofa, menikmati waktu berdua sambil menunggu ke-4 bocah cilik itu kembali.










Viona (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang