Setelah kembali dari jalan-jalan dengan Allen, Viona mengurung dirinya di dalam kamar. Gadis kecil itu meringkuk seperti bayi di atas kasur dan mata bulatnya menatap kosong dinding kamarnya.
Pikirannya terus memutar percakapannya tadi dengan Allen.
Saat itu, keduanya sedang mendayung sampan menyusuri waduk di Central Park. Lebih tepatnya, Allen mendayung dan Viona duduk cantik sambil menikmati hijaunya alam sekitar di tengah-tengah kota metropolitan.
Berbeda dengan Viona yang dibuat kagum oleh keindahan alam di sekitarnya, Allen justru memusatkan perhatiannya ke gadis cantik di depannya. Allen begitu terpesona hingga tidak kuasa menahan diri untuk mengungkapkan isi hatinya.
"Kak.." panggilnya dengan suara serak.
Mendengar suara Allen, Viona pun mengalihkan pandangannya dari burung merah yang baru saja terbang melewati kepala mereka.
Viona tersenyum lembut ke arah Allen. Gadis itu memiringkan kepalanya seraya menatap Allen dengan hangat, menunjukkan bahwa dia menanggapi panggilan pria itu.
Air waduk yang jernih merefleksikan bayangan kedua sejoli itu dan gedung-gedung tinggi yang menjulang di belakang mereka.
Allen menelan ludahnya dengan gugup saat pandangan gadis itu sudah terfokus padanya. Namun, meskipun ragu, dia tidak ingin menyerah.
Allen menarik nafasnya dalam-dalam dan menatap gadis di depannya dengan serius.
"Kak.. aku mau jujur sama kakak. Sebenarnya aku gak pernah anggap kakak sebagai kakak kelas ataupun teman. Aku.. mau lebih. Gimana menurut kakak?" Tanya Allen penuh harap.
Perkataan Allen sukses membuat senyuman di wajah gadis itu membeku dan semua detak jantung yang dia rasakan di masa mudanya padam seketika. Seolah-olah ada yang memberitahunya bahwa selama ini dia telah salah paham.
Setelah pengakuan tiba-tiba Allen itu, Viona meminta Allen untuk menepi dan kemudian mengajaknya pulang ke rumah karena perutnya tiba-tiba terasa tidak enak.
Saat ini, Viona semakin meringkuk setelah melihat layar ponselnya yang terus menyala karena panggilan masuk dari Allen.
Viona merasa aneh. Dia pikir dia menyukai Allen, tapi dia tidak merasa bahagia ketika memikirkan kemungkinan bahwa Allen akan menemani kehidupan sehari-harinya dan menjadi bagian penting yang harus selalu dia pertimbangkan selain keluarganya.
Atau lebih tepatnya dia tidak nyaman ketika memikirkan akan memiliki orang tambahan di kehidupan sederhananya sekarang. Dia.. tidak ingin ada orang asing yang menyusup di tengah-tengah dia dan keluarganya.
Viona merasa sangat bingung. Rambut halus dan dress-nya sudah berantakan karena pergumulannya tadi dengan seprai.
Tok!
Tok!
Tok!
Suara ketukan di pintu membuyarkan lamunannya. Gadis kecil itu bangun menatap pintu dengan kosong.
"Adek~ Abang boleh masuk?" Tanya suara dari luar.
Dari suaranya, Viona sudah tahu siapa yang mengetuk. Abang pertamanya, Bang Radit.
"Masuk abang!" Seru gadis kecil itu dengan suara serak.
Kebetulan Radit mengetuk pintu, dia ingin bertanya kepada abangnya mengenai masalah yang sedang mengganggunya ini.
Setelah mendapat izin dari Viona, pintu kamar pun dibuka dari luar.
Saat Viona mengira hanya abang pertamanya yang datang, dua sosok pria tampan juga mengikuti Radit untuk melihat gadis kecil mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Viona (END)
Novela JuvenilBagaimana jadinya kehidupan Viona, seorang gadis kecil yang hanya hidup bersama sang mama tiba-tiba punya papa baru dan 3 abang tiri? akankah hidupnya lebih bahagia atau justru makin pelik? Dan bagaimana kehidupan gadis cantik itu ketika cinta datan...