Setelah menghabiskan bulan madu yang menyenangkan di Swiss selama 1 minggu, Adit kemudian membawa Selina dan keempat anak mereka pulang kembali ke salah satu kota terbesar dan terpadat di Indonesia, tempat mereka tinggal saat ini.
Pesawat komersial yang mereka naiki sedang mengudara di langit malam salah satu negara di benua Eropa. Hanya saja, saat semua penumpang business class tersebut sedang tertidur lelap, sebuah suara tangis berhasil membangunkan mereka.
"Ua!" Selina terbangun dari tidur lelapnya dan segera melihat ke arah putrinya yang sedang menangis sesenggukan di pelukan Adit.
"Yang, adek kenapa?" Tanya pria itu khawatir. Adit sangat khawatir karena dia belum pernah melihat bayi yang selalu riang itu menangis.
Tangis Viona rupanya juga berhasil membangunkan ketiga abang kecilnya yang sedang tertidur di depan mereka.
Adit pun berusaha meletakkan Viona di kursi paling luar yang khusus di sewanya untuk Viona bermain. Namun nihil, bayi kecil itu tetap menangis.
"Adek kenapa pa?" Tanya Rendi khawatir sambil bangun dari kursinya diikuti kedua abangnya yang lain.
"Papa juga gak tau," jawab Adit sambil memeriksa popok putrinya yang ternyata tidak basah. Adit juga sudah berusaha memberikan susu, namun ditolak oleh gadis kecil itu. Adit pun menatap Selina untuk memohon bantuan, pria yang selalu dingin itu tampak sangat khawatir saat memegang putri kesayangannya yang tidak berhenti menangis.
Selina yang ditatap Adit tidak kuasa menahan rasa hangat di dadanya. Dia sangat bahagia karena telah menikahi pria terbaik ini, pria yang bahkan rela memomong putri sambungnya sepanjang malam dan bahkan lebih khawatir tentang ketidaknyamanan putrinya dibandingkan ibunya.
"Sini mas," ujar Selina dan mengambil alih Viona dari tangan Adit.
Kemudian, di bawah tatapan khawatir suami dan putra-putranya, Selina mengeluarkan selembar apron menyusui dan dengan terampil memakainya. Wanita cantik itu kemudian memasukkan kepala Viona ke dalam apron dan mulai menyusui. Selina sangat paham dengan putrinya yang walaupun sudah berhenti minum asi, namun ada kalanya gadis kecil itu lebih ingin asi daripada susu formula.
Saat Adit sedang menatap takjub Viona yang tiba-tiba anteng, sebuah suara mengandung sindiran terdengar dari kursi di baris seberang.
"What the hell, I can't even sleep in the business class," ujar seorang wanita berambut pirang dan berpakaian mewah sambil melihat ke arah mereka dengan tatapan tidak suka.
Selina dan yang lain kompak menoleh melihat wanita itu. Selina merasa tidak nyaman, namun dia juga tahu kalau tangisan putrinya telah menganggu tidur lelap penumpang yang lain.
"We are so sorry for bothering you," ujar Selina kepada para penumpang yang melihat mereka.
Untungnya, para penumpang yang lain mengangguk mengerti sambil tersenyum dan kembali melanjutkan tidur mereka. Namun, wanita berambut pirang itu masih melihat mereka dengan tatapan tidak suka.
"Kalau orang kampung mah kampungan aja, gak usah sok-sokan naik pesawat. Bikin risih aja," sindir wanita itu lagi.
Kini, Adit yang awalnya ingin menahan diri karena lawannya perempuan, tidak bisa lagi mengontrol dirinya.
"Maksud mbak apa? Kita kan udah minta maaf," kesal Adit dengan wajah yang sudah memerah karena menahan amarah.
"Heh, lo tu mendingan jaga ya anak lo itu. Kalau kalian naik pesawat cuma buat bikin orang-orang gak nyaman, mending di rumah aja sana," ujar wanita itu sombong.
Mendengar jawaban wanita itu, amarah Adit semakin memuncak. Bahkan, Radit dan adik-adiknya tidak bisa menahan amarah mereka pada wanita yang sudah memarahi adik kesayangan mereka.
Pertengkaran di antara penumpang itu rupanya memancing pramugari yang sedang mengontrol kabin depan. Pramugari tersebut kemudian datang dan mencoba melerai pertikaian para penumpang business class tersebut.
"Lo gak tau gue siapa, gue bahkan bisa buat lo-lo pada ngemis di jalanan," ujar wanita itu lagi sebelum memakai kacamata hitamnya dengan gaya arogan.
Adit ingin membalas, namun berhasil ditahan Selina. Adit kemudian baru menyadari bahwa kedua mata indah Selina sudah memerah. Yah, ibu mana yang tahan mendengar anaknya dimaki.
Adit kemudian memeluk kepala Selina ke dadanya. Viona yang sudah selesai menyusu memandang papanya dengan tatapan ingin tau, tidak tau bahwa tangisannya tadi telah membuat sang CEO perusahaan beromset triliunan itu ingin memukuli seseorang.
Radit dan adik-adiknya memegang tangan lembut Selina dengan tatapan khawatir di mata mereka.
Selina tersenyum lembut sambil mengusap kepala mereka. "Mama gak apa-apa kok. Abang-abang balik ke tempat duduk gih, bahaya kalau berdiri gini,"' ujar Selina yang langsung dipatuhi oleh abang-abang Viona itu. Bocah-bocah itu mengecup pipi Selina dan Viona terlebih dahulu sebelum kembali ke tempat duduk mereka.
Setelah melihat putra-putranya memakai kembali sabuk pengaman mereka, Adit pun kembali mengurus istri dan putrinya.
Adit kemudian mengambil kembali putrinya dari Selina. Ditimangnya pelan gadis kecil itu hingga kedua mata kecil itu kembali terpejam dan makhluk kecil kesayangannya itu kembali terlelap.
"Are you alright babe?" Tanya Adit lembut.
Selina hanya tersenyum sambil mengangguk pelan.
Adit hanya bisa membuang napas karena gusar. Dikecupnya pelan bibir istrinya untuk menenangkannya. Dipandanginya mata bulat itu. "Maafin aku ya sayang, aku gak bisa jaga kamu dan adek," ujar Adit sambil memegang wajah Selina dengan sebelah tangannya yang kosong, sedangkan tangan sebelah lagi sedang memegang Viona.
Selina tersenyum lembut sambil memegang tangan Adit di pipinya. "Bukan salah kamu kok mas," ujarnya serius.
Adit hanya tersenyum sambil mengecup lembut dahi Selina. Walaupun terlihat diam, tapi Adit sudah meyakinkan dirinya bahwa ini adalah terakhir kalinya dia membuat anak istrinya merasa dianiaya.
Adit kemudian melihat wajah tenang bayi kecil di pelukannya. Adit tidak kuasa menahan senyum dan keinginan untuk mengecup pipi gembul itu.
"Dek, papa janji kamu gak akan ketemu orang-orang nyebelin seperti itu lagi setelah hari ini. Ini janji papa sama kamu," ucap pria itu pelan di telinga kecil Viona dengan tekad kuat di matanya.
Later:
Scene 1
Selina tidak tau apakah harus tertawa atau menangis saat melihat sertifikat pembelian private jet atas nama Viona Zara Hermawan dengan status sudah dibayar lunas di depannya.Dipandanginya sang suami yang sedang asyik main kuda-kudaan dengan putri bungsunya, dan kemudian menatap putrinya yang tiba-tiba menjadi miliarder.
Tiba-tiba Selina jadi penasaran akan separah apa Adit memanjakan putrinya seiring berjalannya waktu, dan juga penasaran bagaimana nasib calon menantunya apabila punya papa mertua yang merupakan budak putri tingkat tinggi seperti ini. Oh, jangan lupakan juga abang-abangnya yang sangat memanjakan adik kecil mereka.
Oh tidak, mungkin yang harus lebih dia khawatirkan adalah putrinya yang akan memiliki kriteria calon suami setinggi langit di kemudian hari apabila yang menjadi patokannya adalah papa dan abang-abangnya.
Scene 2
Adit bertemu kembali dengan wanita yang telah menghina putrinya di pesawat saat itu. Ternyata, wanita yang mengaku dapat membuat mereka miskin adalah istri muda dari seorang calon klien yang mengemis proyek pada perusahan Adit. Adit menatap wanita yang berdiri takut-takut di samping pria paruh baya berperut buncit di depannya. Pria itu kemudian tersenyum smirk, dan mengucapkan kata-kata yang seperti bom atom di telinga pria paruh baya itu. "Maaf, saya tidak tertarik bekerja sama dengan orang yang tidak bisa menjaga keluarganya dengan baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Viona (END)
Novela JuvenilBagaimana jadinya kehidupan Viona, seorang gadis kecil yang hanya hidup bersama sang mama tiba-tiba punya papa baru dan 3 abang tiri? akankah hidupnya lebih bahagia atau justru makin pelik? Dan bagaimana kehidupan gadis cantik itu ketika cinta datan...