50. Bicara

4.1K 364 10
                                    

Allen sedang menunggu dengan gelisah di restauran yang sudah mereka sepakati. Pria tampan itu datang 30 menit lebih awal dari waktu yang telah mereka janjikan.

Pria yang memakai sweater warna coklat muda itu duduk menghadap jendela yang menampilkan pemandangan pelataran pintu masuk.

Rambut yang sepenuhnya di sugar ke belakang membuat dahi halusnya bersinar diselimuti sinar mentari. Profil tampan dengan mata tajam dan jembatan hidung tinggi itu membuatnya menjadi pusat perhatian para wanita.

Namun, protagonis yang sedang mereka pikirkan justru tidak sadar dan terus menerus mengecek ponsel dan jam tangannya.

"Vio jadi datang gak ya?" Batinnya was-was saat menyadari bahwa Viona sudah terlambat 5 menit dari waktu janji temu mereka.

"Kalau gue telpon kira-kira gue ganggu gak?"

"Atau... Jangan-jangan Viona udah gak mau ketemu gue lagi?"

Di saat Allen sedang bergumul dengan pikirannya yang semakin pesimis, sebuah sedan hitam mewah berhenti di depan pintu masuk restauran.

Saat pintu terbuka, seorang pria dewasa turun dari pintu pengemudi dan langsung mengelilingi mobil untuk membuka pintu kursi penumpang.

Segera setelah itu, seorang gadis cantik nan lucu keluar dari mobil. Gadis kecil yang sangat dikenal Allen itu dituntun dengan hati-hati oleh pria di sampingnya.

Setelah keributan di pagi hari, kaki Viona mendadak sakit. Oleh karena itu, dengan pasrah dia harus membiarkan Radit membantunya.

"Adek beneran gak apa-apa?" Tanya Radit khawatir. Satu tangannya menggenggam tangan mungil adiknya erat-erat. Sedangkan tangan satunya lagi menopang pinggang kecil adiknya.

Viona tersenyum lembut ke arah Radit sambil menggelengkan kepalanya. "Nggak apa-apa abang. Lagian nanti adek juga cuma akan duduk aja gak kemana-mana," jelasnya lembut.

Radit menghela napas tidak berdaya karena harus menghadapi sifat keras kepala adiknya yang suka tiba-tiba kumat.

Di saat kedua saudara dan saudari itu masih berdiskusi apakah akan pulang atau tetap tinggal, pintu masuk restauran di depan mereka dibuka dari dalam.

Seorang laki-laki tampan keluar dan menatap mereka dengan tatapan mata bahagia.

"Udah dateng kak?" Tanya Allen antusias ke arah Viona.

"Siang, bang," sambungnya seolah baru menyadari kehadiran Radit.

Radit menatap datar pria menyebalkan di depannya. Pria tampan itu menjilat gigi gerahamnya sambil menimbang-nimbang cara paling hemat biaya untuk mencurahkan kekesalannya.

Tatapan Allen kemudian tertuju ke tangan Radit yang berada di pinggang Viona.

Menyadari tatapan Allen, Viona tersenyum tak berdaya. "Kita masuk sekarang Len?"

Mendengar pertanyaan Viona, alien segera menunjukkan jalan bagi Viona dan Radit menuju kursi yang sudah dipilihnya.

Dari ekor matanya, Allen menangkap momen di saat Radit dengan hati-hati membantu Viona berjalan. Gadis cantik itu juga terlihat kesusahan mengambil langkah.

Seolah menyadari sesuatu, hati Allen berdenyut menyakitkan. Pria itu memperlambat jalannya sambil diam-diam memperhatikan Viona dengan ujung matanya.

Sesampainya di tempat pilihan Allen, Viona dengan hati-hati didudukkan Radit di posisi yang membelakangi jendela.

Allen juga ikut duduk di depan Viona. Laki-laki itu tersenyum hangat ke arah gadis kecil yang sedang melihat-lihat menu Boba di buku menu.

"Ehm!"

Viona (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang