Setelah bersih-bersih, tibalah waktu makan siang. Viona mengajak ketiga abangnya untuk makan di kantin sekolah.
"Adek gak mau pesan makanan dari restauran aja?" Tanya Radit saat dibawa Viona duduk di meja dekat stan bakso.
Gadis kecil yang masih menunggu Rendi mengelap kursinya itu menggelengkan kepalanya.
"Gak mau abang. Adek mau makan nasi gorengnya Bik Jum," jawab Viona.
"Udah dek. Udah boleh duduk," ujar Rendi setelah memastikan tempat duduk dan area meja di depan Viona sudah bersih.
Setelah mereka duduk, seorang pelayan mendatangi mereka untuk mencatat pesanan. Viona memesan nasi goreng Bik Jum, Radit memesan ayam geprek, dan kedua abang Viona yang lain kompak memesan siomay Bandung.
Hanya butuh 10 menit untuk pesanan mereka diantar.
"A~ Abang!" Ujar Viona sambil membuka mulutnya lebar-lebar.
Ketiga pemuda yang dipanggil Viona abang itu kompak mengangkat sendok mereka yang berisi makanan.
Ketiganya kemudian saling berpandangan, tidak yakin makanan siapa yang diinginkan Viona.
"Abang~ Adek laper loh!" Protes Viona saat makanan yang diinginkannya tidak kunjung dimasukkan ke dalam mulutnya.
"Abang yang mana dek?" Tanya Rian yang tangannya masih memegang sendok berisi siomay berlumur saus kacang.
"Bang Ian!," seru Viona.
Mendengar namanya, Rian sontak menyuapkan siomay di sendoknya ke dalam mulut kecil Viona yang berusaha dibuka gadis kecil itu lebar-lebar.
Mengetahui bahwa bukan mereka yang dipanggil, Radit dan Rendi pun menyuapkan makanan di sendok mereka ke mulut masing-masing.
Setelah waktu istirahat selesai, seluruh panitia dan peserta ospek berkumpul kembali di lapangan. Berbeda dengan lapangan yang kosong di pagi hari, kini di sekeliling lapangan dipenuhi oleh tas dan tenda.
Agar lebih hemat tempat, 5 orang menempati 1 tenda. Namun, dengan alasan mengawasi jalannya ospek mewakili pimpinan sekolah, Viona akan berbagi tenda dengan abang-abangnya.
"Okey adik-adik, silakan bangun tenda di taman belakang perpustakaan. Seluruh area dipastikan aman untuk digunakan. Namun, dilarang membangun tenda melewati garis pembatas yang sudah dibuat panitia," ujar Merlin melalui pengeras suara.
Saat Viona mengikuti pengarahan di lapangan, ketiga abang Viona berada di parkiran untuk menurunkan barang bawaan mereka yang masih berada di dalam mobil.
Ketiga laki-laki tampan itu sedang menurunkan tenda dan banyak barang bawaan lainnya. Untuk kenyamanan, mereka bahkan menyiapkan tenda yang khusus dibuat menyerupai 2 kamar yang digabung.
Setelah pertemuan selesai, Viona menghampiri ketiga abangnya. Gadis kecil itu berlari kecil menuju Range Rover hitam mengkilat milik Radit.
"Abang!" Panggil gadis cantik berkaos abu-abu itu.
Ketiga abang yang dipanggil Viona refleks menoleh. Mereka terkekeh kecil dengan tatapan lembut saat melihat adik kesayangan mereka yang berlari menuju mereka bertiga.
Saat sudah sampai di mobil abangnya, Viona melihat bungkusan besar berisi tenda di tanah beserta perintilannya dan tas-tas besar di dalam bagasi yang terbuka.
"Adek bantu ya abang?" Pinta Viona ketika melihat banyaknya barang yang belum diturunkan dari mobil.
"Gak usah adek," tolak Rian lembut sambil mengusap kepala Viona sebelum bergabung dengan kedua saudaranya untuk menurunkan sisa barang dari bagasi.
Viona memperhatikan ketiga abangnya yang sedang sibuk dengan cemberut, kedua tangannya saling bertaut di belakang punggungnya.
"Abang~ adek mau bantu.." rengek gadis kecil itu sambil menarik pelan lengan baju Rendi.
Rendi yang ditarik Viona menoleh sambil tersenyum. Pria itu dengan gemas mengacak-acak rambut lembut Viona.
"Ya udah. Adek bawa ini aja," ujar Rendi seraya menyerahkan sebuah paper bag berisi kaos kaki yang baru dibeli Rian.
Setelah semua barang diturunkan, mereka pun berjalan menuju tempat yang sudah ditentukan.
Radit membopong tenda bersama Viona (dipaksa adek) dan barang-barang lain dibawa oleh Rendi dan Rian.
Tempat untuk membangun tenda yang mereka pilih adalah lahan kosong di bawah pohon ketapang, terasing dari tenda-tenda lainnya.
Semua peserta dan panitia yang sudah memilih tempat langsung membangun tenda masing-masing sambil menunggu acara selanjutnya setelah matahari terbenam.
Para peserta yang sudah selesai membangun tenda sendiri juga membantu mereka yang belum selesai.
Di tempat Viona, Radit dan kedua adiknya gotong royong membangun tenda mereka. Sedangkan Viona berdiri cantik sambil menjaga barang.
Tidak butuh waktu lama, tenda mewah dan luas itu sudah selesai dibangun oleh mereka bertiga.
Viona memandang kagum tenda luas yang menyerupai 2 kamar yang digabung dengan 2 pintu dan pembatas ruangan yang dapat dibuka. Di atas tenda berbentuk persegi panjang itu terdapat satu puncak menjulang yang dilengkapi sebuah ornamen berbentuk huruf V dari besi bertabur swarovski yang dapat memantulkan cahaya dari sinar bulan secara sempurna.
Tidak hanya Viona, tenda megah nan luas yang berukuran sama dengan 4 tenda yang disatukan itu berhasil menjadi pusat perhatian dari semua peserta camping malam ini.
Setelah semua tenda terpasang, acara pun dilanjutkan setelah para peserta makan malam. Makan malam kali ini disponsori oleh keluarga Hermawan. Adit telah memesan 150 porsi makanan dari sebuah restauran ternama untuk acara ospek anak kesayangannya.
Setelah makan, Allen yang tinggal selang 2 baris tenda dari tenda Viona dan ketiga abangnya, datang sambil membawa sebuah kotak berwarna merah bertabur emas 24 karat.
"Selamat malam kak Vio, selamat malam bang," sapa Allen dengan senyum tipis di wajah tampannya. Meski terlihat sedang menyapa keempat orang di sana, namun nyatanya hanya terdapat sosok Viona di mata coklat remaja itu.
"Malam," jawab ketiga abang Viona sambil mengangguk singkat.
"Iya Allen. Ada apa?" Tanya Viona. Gadis itu tengah duduk santai di atas kursi piknik bersama ketiga abangnya.
Allen tersenyum sambil menyodorkan kotak berisi coklat yang dipegangnya kepada Viona.
Viona dan ketiga abangnya memperhatikan kotak yang diberikan Allen. Sebuah kotak merah keemasan berukir Lochos e', merek coklat kelas atas yang hanya dijual di Manhattan, berdampingan dengan merek-merek kelas atas lainnya.
Bahkan ada julukan khusus untuk coklat mewah itu, "The sweetness of Ferrari". Karena satu kotak Lochos e' seharga dengan satu unit mobil Ferarri. Selain harganya yang mahal, jumlah kotak yang dijual setiap harinya juga terbatas.
"Aku bawa hadiah untuk kak Vio. Sebagai ucapan terima kasih karena udah jaga aku selama ospek ini," ujar Allen dengan suara rendah, mata tajamnya menatap lurus ke arah Vio.
Viona menatap ragu ke arah kotak mewah di tangan Allen, tidak yakin apakah boleh menerima hadiah mewah ini.
Namun, godaan coklat limited edition itu terlalu kuat, hingga membuat gadis cantik itu tidak bisa lagi menolak.
"Terima kasih Allen," ujar Viona lembut saat menerima coklat pemberian Allen.
Melihat coklat pemberiannya diterima Viona, cowok tampan itu tersenyum senang hingga matanya melengkung seperti bulan sabit.
"Kalau gitu aku balik dulu ya kak, bang," pamit Allen seraya mengangguk ke arah ketiga abang Viona yang menatapnya dengan pandangan menyelidik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Viona (END)
Novela JuvenilBagaimana jadinya kehidupan Viona, seorang gadis kecil yang hanya hidup bersama sang mama tiba-tiba punya papa baru dan 3 abang tiri? akankah hidupnya lebih bahagia atau justru makin pelik? Dan bagaimana kehidupan gadis cantik itu ketika cinta datan...