• HANCUR

784 50 0
                                    

    "gue bingung kenapa anak cungkring itu bisa mendapatkan segalanya dengan mudah  sedangkan gue enggak?

Gue tau afan sayang banget sama lo, makanya lewat lo gue mau hidup afan hancur!"

Langit mengepulkan asap rokoknya di depan wajah Selvi, ia pun terbatuk-batuk.

Afan mengepalkan tangannya kuat di sisi tubuhnya. Ia tidak sanggup mendengar lebih

banyak lagi kata yang keluar dari mulut Langit.
Rasanya sangat menyakitkan saat dikhianati

orang yang sangat dipercaya melebihi siapa pun. Itu lah yang afan rasakan pada Langit. Bahkan

rasa rasa sakitnya lebih besar ke dia daripada Selvi. Dan sudah seminggu berlalu, sejak kejadian

itu afan selalu menjauh dari Langit. la ingin mengusir Langit dari rumahnya, namun ia tidak

tega mengingat Langit yang ditelantarkan ayah kandungnya, sedangkan mamanya telah

meninggal. Afan selalu merengek pada ayahnya untuk menyewakan apartemen untuk afan,

alasannya agar afan bisa mandiri padahal ia ingin menjauh dari Langit.

Waktu itu Langit dan afan bertengkar hebat di ruang tamu. Karena Langit yang masih sok

menegurnya dan mengajaknya becanda, padahal afan sudah tahu semua kelakuan busuknya.

Karena mereka yang bertengkar saling adu jotos, akhirnya ayah afan memutuskan untuk

mengirim Langit pada Pamannya yang merupakan adik dari papa Langit. Karin selalu

bertanya-tanya, masalah apa sebenarnya yang membuat mereka bertengkar. Namun, afan

hanya diam dan selalu menjawab tanya aja sama anak kesayangannya. Langit pun akhirnya

dijemput oleh pamannya dari London saat mereka libur kenaikan kelas sembilan. Setelah kepergian Langit, afan putus dengan Selvi.

Sepuluh bulan kemudian.

Devi sudah menduduki kelas dua belas, dan itu artinya la sudah harus fokus ke ujian kelulusan.

Semenjak kelulusan valen, hasby, dan eby. sekolah terasa sangat sepi bagi devi dan kedua

temannya. Karena selama ini mereka selalu nemenin selagi afan masih dirawat. Ya, afan

bahkan sampai saat ini masih belum ada perkembangannya.

Kondisinya masih seperti awal, saat ia dibawa pertama kalinya ke rumah sakit.

Devi hanya bisa menunggu dan berharap, la lelah jika harus menangisi afan, ia sadar selama ini air

matanya yang terbuang hanyalah sia-sia, dengan ia menangis afan tetap diam dan tak kunjung

bangun, la marah, sedih, putus asa. Tapi di balik semua itu, ia masih menyimpan sedikit

kepercayaan jika suatu saat afan akan bangun dari komanya. Rasa ketergantungan pada afan

lebih besar daripada dengan orangtuanya sendiri. Devi bahkan saat ini sudah mengikhlaskan perpisahan orangtuanya.

Mungkin karena afan lah yang selama ini selalu ada untuknya, di saat dirinya tengah sendirian.

Devi dan haikal berencana pergi ke Bali, untuk menengok papanya yang dikabarkan tengah

sakit. Papanya memang tinggal di Bali setelah bercerai dengan mamanya. Sedangkan, mamanya

tinggal di Bandung. Haikal sudah meminta izin pada wali kelas devi, selama seminggu devi akan izin tidak

mengikuti mata pelajaran. Kini mereka tengah berada di perjalanan menuju bandara, dengan

menggunakan taksi online. Devi tengah memandang jalanan di luar kaca mobil samping

kirinya, sedangkan haikal tengah sibuk dengan ponsel di tangannya. Jalanan sore ini agak macet,

mengingat ini hari jumat, dan jamnya pulang kerja. Mereka sengaja mengambil jam

penerbangan di sore hari, agar malamnya sampai di Bali dan langsung istirahat. Devi berharap

selama la di Bali, valen, hasby, dan juga eby dapat memberikan kabar mengenai afan. Yah,

walaupun kabarnya tetap sama, tapi setidaknya devi sedikit agak tenang di sana.

                                           ****

Pukul 22.23 di Bali

Devi merasa sangat bosan di dalam kamarnya. Ia mengirim pesan pada grupnya yang berisikan ia,

valen, eby dan juga hasby. Isi grup itu tak jauh dari kabar afan.

Semenjak kelas dua belas, devi dimasukkan ke kursus bimbel oleh haikal. Haikal hanya tidak

ingin adiknya tidak lulus di ujian kelulusannya nanti, mengingat ia yang tengah merasa

terbebani dengan afan yang masih koma hingga ia tidak punya waktu untuk memikirkan mata

pelajaran. Karena devi yang sibuk dengan bimbelnya,makanya ia membuat grup chatting

agar ia tidak usah repot-repot mengirim pesannya satu-satu untuk menanyakan kabar

afan. Namun, selama devi di Bali, pesan yang ia kirim pada teman-temannya tak kunjung

mendapat balasan. Sekalinya ada balasan, itu juga hanya jawaban singkat dan keseringan tidak

dibalas. Devi bingung, kesal, marah. Harus apa dirinya saat ini? la telah kehilangan kabar

afan. Sempat terlintas di pikirannya untuk menelepon Karin menanyakan kabar afan, tapi ia

gengsi.Namun, ia sungkan untuk menanyakannya langsung. Devi rasanya ingin

cepat-cepat pulang ke Jakarta, padahal baru tiga hari ia di sini tapi rasanya sudah sangat lama

sekali. Tak sabaran, akhirnya la memutuskan untuk menelepon eby.

Mengingat cowok itu tak pernah bisa jauh dari ponselnya. Dan akhinya, di panggilan ketiga, eby mengangkat teleponnya.

   "By, lo di mana?" tanya devi antusias karena akhirnya ada yang meresponnya.

   "Kampus, kenapa?" Harapannya seketika musnah begitu saja.

la pikir, eby sedang berada di rumah sakit. Tapi devi langsung melihat jam dindingnya yang 

menunjukkan pukul sebelas siang. Wajar jika eby tengah di kampusnya.

    "Grup kenapa gak ada yang bales?" Eby terkekeh lalu menjawab.

Penulis cerita
Ig: chelseamelaniputri_

Next ?

Jangan lupa ikuti akun ini
Minimal sesudah baca vote makasi

DEFAN COUPLE GOALS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang