"Sibuk gue, gak tau sama yang lain."
"Lo kapan ke rumah sakit lagi?"
"Lusa mungkin. Gak bisa hari ini."
"Ya ampun. Valen sama hasby beneran gak ngabarin lo?"
"Ya kagak lah. Emang gue pacarnya mereka? Eh, udah dulu ya dosen gue udah masuk nih."
Telepon pun terputus sepihak. Devi hanya menghela napas lelah. la bergegas untuk pergi ke
kamar haikal. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, devi langsung masuk dan membanting
tubuhnya di ranjang haikal. Haikal yang sedang duduk di depan komputer, lantas menengok.
"Ketok pintu dulu kek! Kalo gue lagi pake baju tadi gimana?" ujarnya dengan wajah kesalnya.
"Bang, pulang yuk!" Devi menatap kosong langit-langit kamar haikal.
"Ke mana?" Haikal mengubah posisi duduknya, hingga kini ia menghadap devi.
"Ke rumah yang di Jakarta." Kening haikal mengerut bingung.
"Kenapa? Lo gak betah di sini?" Devi menggeleng pelan.
"Ah gue galau banget nih Bang. Afan gak ada kabarnya, gue kan jadi khawatir."
"Lah emang selama ini berkabar sama anak-anak?"
"Ah, lo mah gak ngerti! Makanya punya pacar kek! Biar tau kangen tuh rasanya kaya apa."
Devi mengubah posisi duduk dengan kaki yang menyila.
"Gaya banget anak kecil! Belajar dulu yang bener biar lulus UN!" celetuk haikal.
"Afan tuh penyemangat gue tau!"
"Bucin!"
****
Devi dan haikal kini sudah sampai di Bandara Soekarno-Hatta. Devi sibuk menelepon valen
namun tak kunjung ada jawaban, la pun menelepon hasby. Suara hasby terdengar di seberang sana.
"Pada dimana?"
"Rumah sakit nih ama anak-anak."
"Yayang gue kenapa?" Devi sudah was-was.
Takut akan menerima kabar buruk lagi.
"Gak kenapa-napa, emang ngapa?" sahut hasby. Devi menghela napas lega.
"Itu ngapain ngumpul di RS?"
"Jenguk lah, nying. Ngapa sih?"
"Yaudah gue otw RS, nih."
"Lah emang lo udah di Jakarta?"
"Udah, gue otw sekarang ya."
" Cepet amat. Eh maksud gue, sekalian bawain makanan dong hehe laper nih kita orang di sini."
"Beli apaan?" kening devi mengerut bingung
"Terserah lo, yang penting bawa makanan. Itung-itung bayar info afan waktu lo di Bali."
"Anjir, pake biaya ternyata?" "Yaiyalah gak ada yang gratis ya."
"Yaudah iye. Udah dulu, gue lagi masukin koper ke mobil nih."
Devi mematikan sambungan teleponnya sepihak haikal sudah mendumel dari tadi karena devi
yang sibuk teleponan. Padahal dari tadi, haikal juga memainkan ponselnya, dasar. Saat di
perjalanan menuju rumah sakit, devi menyempatkan diri untuk mampir di salah satu
toko donat la sengaja membeli donat dua box agar cukup untuk teman-temannya di sana.
Dan sesampainya di rumah sakit, devi langsung turun dari mobil diikuti haikal.
"Lah, lo gak langsung balik, Bang? tanya devi bingung saat haikal sudah berada di sampingnya.
"Gue juga mau ikut jenguk afan. Kenapa? Gak boleh?" tanya haikal.
"Ngomong kek kalo mau ikut, jadikan tadi beli makanannya pake uang lo."
"Sengaja emang. Gue tau isi otak lo." Haikal langsung masuk ke dalam, meninggalkan devi yang masih berdecak kesal karena abangnya itu.
Saat ini devi tengah berada di lorong rumah sakit yang akan menghubungkannya dengan
ruangan afan. Kosong. Lorong, bukan ruangan. Devi bahkan belum masuk ke kamar afan. Lalu
dimana teman-temannya? Bahkan jika mereka tengah menjenguk afan, harusnya mereka
berkumpul di lorong ini, kan? Devi mengeluarkan ponselnya, lalu menelepon hasby.
"Di mana? Kok lorong kamar afan kosong?" tanya devi to the point.
"Kosong? Astagfirullahalazim," ujar hasby menirukan suara iklan di TV.
"Serius, bajigur!" "Yaelah, baperan amat mbaknya. Lo ngapain ke kamarnya yang ono? Dia udah pindah kamar."
"Hah? Kok bisa?"
"Ya bisalah."
"Kenapa gue gak dikasih tau?"
"Lo gak nanya."
"Terus ruangannya di mana?"
"Di lantai empat."
"Gue ke sana sekarang nih. Tunggu di depan lift dong, gue gak tau ruangannya ini."
"Iya. Valen nanti yang tunggu di depan lift lantai empat."
"Yaudah," sambungan terputus. Devi melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam lift.
Hanya dua lantai ia naik, lalu kakinya menapaki lantai empat.
Tak jauh dari sana ada valen yang menunggu dengan ponsel menempel di telinganya.
Valen tampak menyudahi perbincangannya lewat telepon, lalu menghampiri Devi.
"Lama amat!" Valen langsung mengambil alih kantung plastik jumbo di tangan devi yang isinya dua box donat dengan merk ternama.
"Cepet kali! Btw afan kok dipindahin ruangannya? Apa dia udah sadar?" tanya devi antusias.
"Belum sadar, tapi alat-alatnya udah dilepas semua."
"Maksud lo apa?" keningnya mengerut, tercetak jelas bahwa la sangat bingung. Valen
geleng-geleng kepala. Devi sudah down duluan, ia tahu maksud gelengan kepala valen itu apa.
"Valen lo jangan bercanda!" Valen menarik napasnya dalam-dalam.
"Dokter udah angkat tangan, makanya alat-alat di tubuh afan udah dilepas."
Devi sangat syok mendengar kabar buruk, bahkan sangat buruk Apa ini akhir dari
penantiannya selama sepuluh bulan?"Lo jangan bercanda! Masalah kayak gini kenapa gak kasih tau ke gue?!" Devi marah. Wajahnya sudah memerah menahan amarah
Penulis cerita
Ig : chelseamelaniputri_Next ?
Jangan lupa ikuti akun ini
Minimal sesudah baca vote makasi
KAMU SEDANG MEMBACA
DEFAN COUPLE GOALS
Romance*PROLOG* Perkenalkan, Ahmad afan khadafy dan Serli Artika sridevi, sepasang kekasih yang sering dijuluki couple goalsnya di SMK ANGKASA. Gaya pacaran mereka yang unik sering membuat orang orang disekitarnya merasa iri. Terutama para siswi SMK ANGKAS...