• WHAT ?

1.9K 123 24
                                    

    "Udah lama gak jagain kamu," ujar devi.

   "Boong! Bilang aja kamu masih kangen, gak bisa lepas dari aku," goda afan.

    "Apaan sih? Itu mah lo kali. Lagian emang gue masih mau di sini."
Afan hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.

    "Kamu kapan bangunnya? Kok aku gak tau?" tanya devi memulai pembicaraan.

    "Pas kamu ke sini izin pergi ke Bali," jawab afan santai sambil membenarkan letak bantal

dipunggungnya, agar ia merasa duduknya nyaman.

    "Kok gak kasih tau?" Devi cemberut. Sudah hampir seminggu afan telah sadar dari komanya,

tapi devi baru mengetahuinya hari ini. Ini sungguh tidak adil bagi devi.

    "Itu aku masih lemes, Sayang. Cuma bisa denger suara kamu. Lagian aku gak mau kamu batal ke Bali cuma gara-gara aku."

Afan mengambil tangan devi untuk digenggamnya.

    "Lemes?"

    "Kamu bayangin aja, koma selama sepuluh bulan masa bangun-bangun langsung bisa salto?"

    "Ck! Gak salto juga, setidaknya respon omongan aku kek."

    "Marah ceritanya? Itu aku sadar pas banget kamu dateng.

Dokter sama yang lainnya juga belom pada tau, pas tau itu juga karena mereka kontrol kondisi aku tiap minggu," jelas afan panjang lebar.

    "Ih kesel! Siapa aja yang tau kamu udah sadar?"

    "Haikal." What?! Devi rasanya ingin mengamuk saat ini juga.

Abangnya tahu akan kabar afan, tapi kenapa ia tidak diberi tahu?

    "Ah, ngeselin sumpah! Haikal sampe tau masa aku gak tau?" Devi memukul dada afan.

Afan meringis kesakitan memegang dadanya, devi jadi panik dan merasa bersalah.

    "Apanya yang sakit? Maaf sayang aku gak tau," ujar devi panik. Afan memegang tangan devi yang berada di dadanya.

    "Aku masih belum bisa kena serangan kaya gitu. Masih sakit badannya," ujar afan lembut.

    "Maaf aku gak tau. Aku panggilin dokter ya?" tawar devi.

    "Gak usah. Kamu cukup di sini aja." Afan menyuruh devi untuk duduk di sampingnya.

   "Malam ini, kamu Jagain aku ya." Afan merapikan anak rambut devi yang menghalangi wajah cantik gadisnya. Devi hanya menggangguk.

    "Aku sampe sekarang masih gak ngerti deh, kenapa Langit benci banget sama kamu?"

   "Kepo-nya gak hilang-hilang."

    "Ck! Yaudah kalo gak mau kasih tau mah."

   "Gitu aja ngambek. Emang mau tau dari mana dulu?"

   "Semuanya,"

   "Jujur aku juga gak tau kenapa dia bisa kaya gini ke aku, padahal dulu kita akur banget kaya abang-adik.

Tapi pas di inget-inget lagi, Langit pernah ngomong kalau dia benci sama aku karena aku

selalu bisa dapet apa aja yang aku mau sedangkan dia enggak. Aku sih nyimpulinnya dia

iri sama aku. Mungkin karena kami masih kecil dulu, jadi apa-apa serba kepengen," jelas afan.

    "Masa cuma karena iri aja? Ada yang lain lagi kali yang bikin dia sampe kaya gini ke kamu?"

    "Aku gak tau, Sayang, mungkin emang ada sifat atau kelakuan aku yang dia gak suka banget makanya dia sampe kayak gini."

    "Masa dia gak ada rasa balas budinya sih sama kamu, setidaknya mandang bunda sama ayah

kamu lah. Ini jahatnya bener-bener sampai main nyawa."

Devi kesal mengingat Langit menyebabkan afan seperti ini.

    "Udah gak usah dibahas, intinya aku sekarang udah baik-baik aja kan? Dia juga udah dipenjara."

    "Ck! Gegara dia kamu sampe koma tau!"

   "Udah, Sayang, jangan dibahas terus, kepala aku pusing inget kejadian pas kecelakaan."

Devi jadi diam, takut karena rasa kesalnya membuat afan sakit lagi.

    "Kangen gak sama aku?" tanya afan sambil mengelus pipi devi yang halus.

    "Aku sangat kangen sekali."

   "Apa yang kamu kangenin dari aku?"

    "Semuanya! Oh ya aku mau cerita." Afan diam, membiarkan gadisnya melanjutkan ucapannya.

   "Waktu itu aku ke apartemen kamu terus ketemu Langit."

   "Kok bisa? Terus kamu gak di apa-apain, kan?" tanya afan dengan raut wajah paniknya. Devi tersenyum lalu mengelus balik pipi afan.

    "Dengerin dulu. Pas aku ke apartemen kamu, gak sengaja ketemu Langit terus dia maksa mau

anterin aku balik. Untung aja ada Valen yang liat, kalo enggak aku gak tau deh nasib aku sekarang

kayak apa," jelas devi afan hanya diam dengan sorot mata yang tajam. Tersirat amarah di sana.

    "Kan gue udah pernah bilang! Kalo ketemu dia langsung pergi! Lo kali yang ganjen, makanya bisa dipegang gitu

tangannya sama dia," afan yang sudah terbakar api cemburu. Devi hanya tersenyum.

    "Aku kangen kamu yang cemburuan." Mata afan yang tadinya menyiratkan rasa marahnya, kini menjadi sprot teduh.

Devi memang sangat berpengaruh hebat bagi dirinya.

    " Jangan gombalin gue dulu! Gue lagi kesel," ujar afan. Devi terkekeh mendengarnya.

    "Ya ampun narsis banget sih pacar aku ini." Devi mencubit gemas pipi afan. la sangat

merindukan momen di mana afan tengah ngambek karena cemburu.

   "Siapa juga yang mau gombalin kamu? Gila, sepuluh bulan gak bangun-bangun ternyata sifat percaya dirinya makin over ya haha."

    "Gini-gini lo sayang!"

   "ya lah! Kalo enggak, udah gue tinggalin pas tau lo koma dari awal."

Penulis cerita
Ig: chelseamelaniputri_

Next ?

Jangan lupa ikuti akun ini
Minimal sesudah baca vote makasi

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DEFAN COUPLE GOALS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang