• KELAS

918 79 0
                                    

   "Kok bisa?" tanya devi saat pintu itu terbuka lebar, dan memperlihatkan lahan kosong dengan cahaya matahari yang sangat terik.

   "Ya bisa dong. Kan punya kuncinya."

   "Aku baru pertama kalinya ke sini."
 
   "Gak ada yang bisa ke sini kecuali gue sama temen-temen."

   "Jangan-jangan kalo bolos, kamu ke sini ya?" Tiba-tiba sebuah tangan melingkar di pinggang devi.

Tangan afan sudah bertengger manis di sana.

   "Pasti lah. Mana sepoi-sepoi anginnya di atas sini, tapi panas." Saat ini, mereka tengah berada di rooftop.

   "Hm... Kalau aku mau cium, boleh? Pertanyaan afan membuat devi tiba-tiba mematung.

Wajahnya bahkan langsung memanas seketika. jantungnya sudah berdegup tak karuan.

    "Diam berarti lya, apa enggak?" lanjutnya. Afan yang gemas karena sedari tadi tak digubris oleh devi,

lantas langsung mempertipis jarak keduanya. Devi semakin gugup saat aroma tubuh afan sudah sangat terasa


di indra penciumannya. Afan lalu membelai pipi devi yang lembut.Menyadari kalau wajah devi sudah memerah

seperti tomat. Devi menarik napas dalam-dalam untuk menetralkan rasa gugupnya.Saat dirasa

napas afan mulai menyapu permukaan kulit wajahnya, devi memejamkan matanya menikmati aroma mint yang menguar dari napas afan.

Embusan napasnya dirasa semakin dekat dan pangkal hidung mereka kini bersentuhan. Tinggal sedikit lagi bibir mereka bersentuhan.

drrt... drrtt...

    "Hape kamu bunyi," ucap devi tepat sebelum bibirnya hampir menempel pada bibir afan.


                                          ****


Devi memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Bel sudah berbunyi nyaring sejak sepuluh menit yang lalu. Kini hanya tersisa devi dan kedua temannya di kelas.

    "Dev, cepet kek. Lama amat masukin buku doang. Keburu ujan nih," ujar caca yang dari tadi menunggunya bersama Nayla.

   "Duluan aja deh, gue kan bareng afan." Devi masih sibuk dengan peralatan sehabis belajarnya tadi.

   "Kita juga tau lo bareng afan. Makanya kita bareng turunnya aja," timpal nayla.

    "Udah duluan aja. Gue mules, nih." Devi sengaja mengulur waktu. la masih belum ingin bertemu afan setelah kejadian di rooftop tadi.

    "Yailah, yaudah kita duluan dah. Tiati lo, sendirian di kelas hahaha." Caca dan nayla langsung keluar dari dalam kelas.

   Menunggu devi yang sangat lama, membuat mereka memilih pulang duluan saja. Devi belum siap bertemu

afan semenjak kejadian tadi. wajahnya saja, devi sudah seperti orang gila. Getaran dari saku

roknya membuatnya mengambil benda pipih yang ia simpan di sana.

Afann is calling

Mampus, udah ditelepon. Jawab apa nih gue?

    "Di mana, sih? Lama banget ngangkat teleponnya," cerocos afan saat devi menempelkan ponsel di telinganya.

   "Di kelas."

  "Ngapain? Dev, udah dari tadl gue nungguin di parkiran ampe kering ini."

Devi melihat jam tangannya, pantas saja afan marah-marah gak tahunya ia sudah menunggu selama lima belas menit terhitung dari bel berbunyi.

   "Iya, maaf."

   "Cepat turun! Apakah kamu perlu aku mengikutimu ke kelas?" Devi secara refleks memutar matanya.

Daripada afan ke sini, lebih baik dia ke sana. Pasti ada lebih banyak orang di bawah daripada di dalam kelasnya yang sudah sepi.

    "lya, iya, ini pengen turun. Duh sabar kek." Telepon pun terputus devi menarik napasnya dalam-dalam, menetralkan debaran jantungnya yang menggila.

Namun, baru jalan dua langkah, devi kembali lagi ke bangkunya. la menutup wajahnya dengan lipatan tangannya.

Mama, jantung devi mau copot. Inget muka afan aja ampe segininya, apalagi nanti ketemu langsung?

Ya ampun gue kolot banget, sih, Namun, tiba-tiba terdengar langkah kaki yang mendekat ke arahnya.

Devi mengangkat wajahnya. Degup jantungnya makin menggila saat mendapati afan yang berjalan ke arahnya.

Afan berjongkok di hadapannya. Hingga devi merasakan panas di sekitar pipinya.

    "Kamu sakit?" ujar afan mengambil tangan devi untuk diusapnya dengan ibu jarinya.

    "Ha? Eng-Enggak," ujar devi gugup. la pasti terlihat bodoh di depan pacarnya.

    "Kenapa masih diem di sini?" Afan menatap devi lekat sekali, sampai devi rasanya tak nyaman di bangkunya.

    "Ini baru mau turun, kamunya udah di sini." Afan menyelipkan anak rambut devi ke belakang telinganya, devi salah tingkah.

   "Kenapa, sih? Ada yang aneh emangnya?" wajah afan terlihat bingung.

    "Eng-enggak, kok. Yaudah yuk pulang!" Devi bangkit dari duduknya, diikuti afan yang juga ikut berdiri di depannya.

    "Gak liat diluar ujan?" Ujar afan. Devi lantas mengalihkan pandangannya keluar ruang kelasnya.

Hujan memang sedang turun dengan derasnya. Jadi, secara tak langsung ia harus menunggu hujan reda bersama afan.

Penulis cerita
Ig: chelseamelaniputri_

Next ?

Jangan lupa ikuti akun ini
Minimal sesudah baca vote makasi

DEFAN COUPLE GOALS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang