• BATU

694 52 0
                                    

    "Yaudah maaf. Lagian kan refleksnya begitu. Baru sadar udah langsung ngomel-ngomel. Aku kangen tau." Devi memeluk tubuh afan lagi.

Afan melepas paksa kedua tangan devi yang bertengger di pinggangnya.

    "Susah ngasih tau pala batu kayak lo!" ujar afan menjauh dari devi.

Devi langsung memeluk tubuh afan dari belakang, sebelum afan semakin jauh darinya.

    "Tolong jangan pergi. Aku minta maaf," ujar devi pelan.

    "Aku gak tau kalo bakal ketemu Langit di taman apartemen kamu. Jangan marah, Sayang."

Afan tampak mengembuskan napasnya pelan, lalu meraih tangan devi, la membalikkan tubuhnya untuk


menghadap devi.Tangannya membingkai wajah devi yang sangat dirindukannya.

    "Nakal! Kamu harus dihukum!" Afan mengecup singkat bibir devi.

Devi yang terkejut mendapatkan perlakuan tersebut, langsung menepuk pundak afan sambil

menunduk untuk menyembunyikan warma pipinya merona...

    "Jangan bikin aku khawatir lagi. Udah cukup yang kemarin-kemarin.

   "Jangan lagi, Sayang," ujar devi pelan namun sangat menohok hati afan. Afan hanya berdeham

sebagai jawaban. Devi menggangguk mantap, hatinya merasa lega karena kini afan telah

sembuh. Tuk! Afan tiba-tiba menjitak keras dahi devi.

    "Aw!!! Sakit!!"

    "Hukuman buat kamu yang tadi ngobrol sama Langit!"

   "Aku kan udah minta maaf."

    "Maaf kamu gak diterima!" ucap afan dengan wajah marah.

    "Kenapa? Aku kan gak bermaksud ngobrol sama dia."

    "Gue kan udah bilang dari awal. Kalo ketemu, langsung pergi. Ini lo malah pamit segala.

Jadi lo harus dikasih hukuman!" Tuk, Jitakan kecil kembali mendarat di dahi devi.

   "Afann, aku sakit."

    "Mau lagi? Afan malah mengejar devi dan mengacungkan tangannya untuk bersiap

menjitak devi lagi. Devi yang kaget, spontan langsung berlari menghindar, namun kakinya

tiba-tiba tersandung hingga membuatnya terjatuh.

    "Aww!" Devi terpekik saat sikutnya terbentur lantai rumah sakit.

Matanya langsung mengerjap dan meneliti sekelilingnya. Sial! Ternyata mimpi devi menghela napas berat,

entah mengapa mimpi tadi terasa begitu nyata baginya. la pun meneliti lagi sekelilingnya, la

masih berada di dalam ruangan afan. Devi menghela napas kasar, lalu merapikan

rambutnya dan duduk kembali di kursi samping ranjang.

    "Aku beneran gila fan! Masa aku mimpiin kamu. Mimpinya aneh lagi, kamu cium aku,

tapi setelah itu kamu marah dan mau mukul aku," oceh devi memberi tahu afan.

    "Padahal aku udah seneng banget kamu sembuh, gak taunya tadi cuma mimpi. Ya ampun, bisa gila aku

nahan kangen sama kamu sampe segininya." Devi membenamkan wajahnya di samping lengan kiri afan.

    "Sayang, kamu gak ada niatan mau bangun apa? Aku janji deh bakal nurut terus sama omongan kamu kalo kamu bangun."

    "Fann, cepat bangun."


                                          ****

Langit kini tengah ditahan, karena tuduhan padanya semuanya terbukti, la memang telah

membayar Sopir Truk yang menabrak afan. Setelah tiga minggu lamanya akhirnya polisi

berhasil menemukan sang sopir truk, yang dibayar Langit. Orangtua afan sangat terkejut,

mendengar kabar Langit yang menyebabkan anaknya seperti saat ini. Dari awal Valen dan

yang lainnya memang tidak memberi tahu orangtua afan. Karena menurut mereka, mereka

bisa menuntaskan masalah ini tanpa bantuan orang dewasa. Lagi pula, mereka tidak ingin

menambah kesedihan orangtua afan karena masalah Langit.

Karin yang sangat menyayangi keponakannya itu, menjadi sangat terpukul, kini ia melihat

Langit dengan tatapan kecewa, kebencian, kemarahan yang menjadi satu.

Penulis cerita
Ig: chelseamelaniputri_

Next ?

Jangan lupa ikuti akun ini
Minimal sesudah baca vote makasih

DEFAN COUPLE GOALS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang