31

6.6K 236 11
                                    

"Sejak kapan??"

Pram mengerjap, menatap wanita disampingnya yang sudah mengenakan pakaian lengkap, begitupun dirinya.

Tolong kalian jangan berpikir aneh-aneh, Pram tidak sampai memasukkan miliknya ke inti Sarah. Tapi, ia tidak tahu, apakah ini sudah termasuk ke ranah persetubuhan atau hubungan intim. Tapi kan, ah entahlah.

"Sejak kapan kamu suka sama aku?"

Pram menghembuskan nafas kasar, "dari dulu, sejak kita SMP".

Sarah mengerjap, membelalak kaget. Selama itu?

"Gausah dipikirin Sar, maaf, aku memang pengecut dan sudah lancang suka sama kamu. Aku minta maaf, aku memang salah, aku nggak bisa menahan diri, termasuk kejadian tadi".

"Pram aku..."

"Aku ngerti, aku paham, aku tahu kamu masih sayang Xabiru, sekalipun dia sudah melakukan kesalahan, tapi, aku tahu kalau kamu sebenarnya masih sayang dia".

Sarah mengernyit, benarkah begitu? Benarkah ia masih memiliki perasaan kepada mantan suaminya itu?

"Tapi, soal ajakan aku nikah, aku serius!"

Sarah menelan ludah kaku, semalam, Xabiru mengajaknya rujuk. Lalu, sekarang, Pram mengajaknya menikah. Tapi, poin pentingnya bukan disana. Pram, dia sama sekali nggak sepatutnya menikahi wanita seperti dirinya. Ia janda, punya anak dua, dan sekarang sedang hamil, anak dari mantan suaminya.

Rasanya, ia begitu pincang jika disandingkan dengan Pram.

"Kamu masih bisa mendapatkan wanita yang lebih baik dari aku Pram, aku seorang janda, anak dua dan sekarang sedang hamil. Rasanya, kita itu..." Sarah menghela nafas, menatap Pram yang juga tengah menatapnya "aku nggak pantes untuk kamu".

Pram mengangguk, ia pun tahu, akhirnya akan menerima penolakan, "kalau aku nggak peduli dengan semua itu? Gimana?"

"Aku yang peduli Pram, aku sedang hamil, semua orang akan berpikir, ini anak kamu, dan kamu harus bertanggung jawab, padahal, kamu nggak seharusnya melakukan itu. Atau, lebih parahnya lagi, orang-orang akan menduga kita selingkuh, kamu pebinor, padahal itu jelas-jelas nggak terjadi".

"Aku nggak mau nama baikmu tercoreng karena aku, aku nggak bisa Pram".

"Aku nggak masalah dengan semua itu Sar, aku yang akan urus itu semua, aku pastiin nggak akan ada orang yang berani bilang itu. Atau, kamu takut Xabiru terluka?"

Pertanyaan Pram membuat Sarah mengalihkan tatapannya. Ia tidak tahu, Sarah tidak tahu, sungguh!, tapi, saat ia melihat Xabiru sedih dan terluka, ia seakan ikut merasakan apa yang Xabiru rasakan.

"Aku belum sembuh dari sakit hatiku Pram. Aku pikir, Xabiru hanya milikku, tapi rupanya, nggak gitu. Aku kehilangan kepercayaan diri. Dan aku nggak mungkin menyeret kamu ke dalam duniaku yang masih belum sembuh sepenuhnya".

"Kalau boleh jujur, dulu, sewaktu kita masih di bangku SMP, aku pernah suka kamu".

Dada Pram berdebar, apa katanya? Sarah pernah menyukainya?

"Aku suka kamu, kamu selalu ada disamping aku, ngelindungin aku dari siapapun, termasuk orang tuaku. Ketika sama kamu, aku merasa dilindungi dan merasa aman. Tapi, aku membuang perasaan itu saat kamu dekat dengan Cecilia, dan akhirnya aku ketemu Xabiru".

"Aku sama Cecilia nggak ada hubungan apa-apa. Maaf". Beribu penyesalan yang Pram rasakan. Kalimat pengandaian berkeliaran dipikirannya. Seandainya ia mengungkapkan perasaannya sedari dulu, mungkin ia dan Sarah akan menikah, punya anak, dan bahagia. Ia memang pengecut! Sial!

"Aku pikir, kita memang cocoknya jadi sahabat Pram. Perasaanku sama kamu, udah berhenti sejak itu, dan kalau kamu tanya apakah aku masih menyayangi Xabiru, mungkin saja iya, tapi semuanya tertutup oleh rasa sakit dan kecewaku sama dia. Jadi, aku minta maaf Pram, aku udah melukai kamu dan..."

"Sttt, no, kamu nggak melukai aku, aku ngerti" Pram mengelus rambut Sarah "perasaannku, jangan kamu jadikan beban, Sar, nggak semua perasaan itu harus terbalas. Prioritasku dari dulu hingga sekarang, aku ingin kamu bahagia, jangan banyak pikiran ya, kamu istirahat, aku nggak mau kamu stress, itu bisa bikin kandungan kamu jadi terganggu".

"Dan, aku pastiin Sarah, aku nggak akan melakukan hal yang kelewat batas seperti tadi, aku akan berusaha untuk itu".

Sarah mengangguk, "tapi, gimana kalau aku balik ke kossanku aja?".

Pram menggeleng tegas, bagaimana mungkin ia membiarkan Sarah berada di kossan itu, tidak akan dia biarkan, "No, kamu tetap disini, aku juga udah pindahin barang-barang kamu kesini. Sar, kossan itu terlalu sempit, kamar mandinya ada diluar, dapurnya ada dibawah, aku nggak mungkin ngebiarin kamu naik tangga turun tangga saat kamu sedang hamil kayak gini. Lagi pula, aku selalu pulang ke rumah kan?"

"Dan lagi, kamu nggak perlu ngerasa sungkan sama aku, Papa dan Mamaku sama sekali nggak masalah soal kamu yang tinggal di apartemenku, aku udah cerita semua ke beliau, termasuk kehamilan kamu. Jadi, kamu aman, kami akan melindungi kamu, kami janji Sar, jadi, tetap disini ya? Aku nggak mau kamu kenapa-napa".

Sarah tersenyum, tak menyangka, Tuhan mempertemukannya dengan Pram dan keluarganya yang begitu baik padanya. Papa dan Mama Pram, sudah menganggapnya layaknya anaknya sendiri.

Kadang, ia sedih, kenapa kedua orang tuanya tidak bisa bersikap seperti orang tua Pram?, kenapa kedua orang tuanya sama sekali tidak peduli padanya, bahkan, sampai detik ini pun, orang tua dan saudaranya sama sekali tidak pernah menghubunginya, apalagi menanyakan keberadaannya yang sedang tinggal dimana, atau barang kali menanyakan keadaannya apakah baik-baik saja atau tidak.

"Makasih Pram," ujarnya tulus.

Pram mengangguk, "aku pulang ya? Gapapa kan? Sar, sekali lagi, perasaannku tolong jangan dijadikan beban, aku sayang kamu, sungguh, dan aku ingin kamu tenang dan bahagia. Soal kejadian tadi, aku benar-benar minta maaf, ta-di, aku terlalu cemburu, entahlah, tapi, aku nggak akan berani melakukan hal lebih, aku..."

"Aku tahu Pram, makasih udah beliin aku mangga dan menenuhi ngidamku".

Pram mengangguk, "dimakan ya, atau mau aku kupasin dulu?, sekalian aku bikinin sambel".

Sarah menggeleng, "nggak, aku pengen ngupas sendiri".

Pram mengangguk, "aku pulang ya??"

"Iya, hati-hati".

Pram tersenyum, mengacak rambut Sarah, lalu pergi keluar dari apartemen, meninggalkan Sarah yang menatap mangga muda pemberian Pram dan Xabiru yang masih segar dan sangat menggiurkan.

"Lihat sayang, papa kamu, masih hafal sama ngidam mama, dan om Pram udah berbaik hati membelikan apa yang kamu mau. Saatnya kita makan!"


______________
Hi. Jangan lupa vote dan komennya yaww❤❤❤❤

SABIRU (Sarah xaBiru) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang