10

10.5K 409 12
                                    

Xabiru memandangi luar jendela dengan tatapan kosong. Anak buahnya memberi infromasi beberapa jam yang lalu, jika sang istri bertemu dengan Pram. Tak ada yang aneh katanya, keduanya hanya mengobrol ringan lalu pergi, istrinya menjemput putranya dan Pram pergi.

Tapi, meski begitu, ada perasaan sedih yang hinggap di hatinya. Istrinya tak mengabarinya dan meminta ijin padanya.

"Brengsek". Xabiru mengerang marah. Ia benar-benar ingin membunuh Pram saat ini juga, berani sekali lelaki itu bertemu dengan Sarahnya.

Suara ketukan pintu dari luar ruangan mengalihkan atensinya. Xabiru menarik nafs berkali-kali, menghilangkan emosi yang meluap-luap di dada. "Masuk".

Sang sekretaris langsung masuk ke dalam ruangan, namun rahang Xabiru menjadi mengetat saat melihat seorang yang berdiri di belakang sekretarisnya.

Lionel, sang sekretaris dapat merasakan aura kemurkaan atasannya. "Mohon maaf pak, mbak-mbak ini memaksa masuk ke ruangan bapak".

"Keluar kamu Lionel". Ujar Xabiru datar, Lionel segera keluar dari ruangan dengan segera.

"Mau apa kamu kesini???" Tanya Xabiru to the point.

"Aku mau minta maaf". Cicit Melisa tanpa berani melihat wajah Xabiru.

Xabiru mengetatkan rahangnya, memandang wanita di depannya dengan tatapan menusuk, jika ia bukan wanita, tentu ia sudah menghancurkannya detik ini juga.

"Aku kesini cuma mau minta maaf". Melisa mengulangi ucapannya.

"Maaf kamu nggak akan bisa merubah segalanya, kamu sudah menghancurkan rumah tangga saya, kamu juga membuat saya menjadi laki-laki paling brengsek karena menghianati pernikahan saya dan menyakiti istri saya".

Melisa memejamkan mata, ia sudah mempersiapkan diri, menerima apapun yang Xabiru akan katakan padanya. Ia tahu, kelakuannya dimasa lalu memang menyakiti banyak orang, cinta sudah membutakan hatinya dan bersikap egois.

Namun, tat kala ia hamil, ia sadar akan apa yang sudah ia lakukan. Semua tidak benar, Xabiru sudah bersama Sarah. Meski malam itu, Xabiru melakukan dengannya tapi, demi Tuhan, ia hanya mampu menahan rasa sakit dihatinya saat Xabiru menyebut nama Sarah di setiap pelepasannya.

Meminta pertanggung jawaban Xabiru? Ah, tentu saja ia tak akan pernah melakukan itu. Sekalipun Xabiru adalah orang pertama yang menyentuhnya.

"Aku tahu kak, maafku nggak akan bisa merubah apapun, tapi aku benar-benar minta maaf. Dulu, aku terlalu mencintai kamu dan Basmal secara bersamaan. Aku terlalu egois saat itu, tapi, perlahan aku sadar kalau aku nggak bisa berbuat seperti itu. Dana menyadarkan aku, kalau apapun yang aku lakukan akan sia-sia karena hati kalian bukan buat aku. Untuk itu, aku minta maaf kak". Melisa mengigit bibir bawahnya, dadanya berdebar kencang saat menyebut nama Dana, mantan suaminya.

Melisa duduk bersimpuh di lantai, dengan kedua tangan yang saling menggenggam erat. "Maafin aku kak, selama ini, aku nggak pernah memberi tahu soal kehamilanku, karena aku memang nggak ingin kakak tahu soal ini, aku nggak mengharap pertanggungjawaban dari kakak, karena memang aku menyadari semua salahku. Tapi, ketika aku datang ke rumah kakak untuk meminta kakak mendonorkan darah untuk Rio, itu aku lakukan sebagai seorang ibu yang takut kahilangan putranya bukan meminta kakak untuk bertanggung jawab".

Air mata Melisa tak mampu dibendung, bayangan kejadian beberapa bulan lalu masih menjadi kenangan terburuk baginya. Kehilangan Rio, putranya, adalah suatu hal yang tak pernah ia bayangkan dan ia inginkan.

"Rio sudah menganggap Dana papanya, bagiku itu sudah cukup. Aku cuma menyampaikan maafku, karena aku akan pergi dari sini, aku akan tinggal di luar negeri".

Xabiru mengacak rambutnya kasar, ia benar-benar benci dengan situasi seperti ini. Kesalahan Melisa sangat fatal, ia sudah menghancurkan banyak orang, terutama istrinya, orang yang ia cintai setengah mati.

"Saya bukan Tuhan Melisa, kesalahan kamu terlalu fatal, saya belum bisa memaafkan kamu. Pergilah, saya tidak ingin me..."

Suara bedebum pintu menghentikan ucapan Xabiru, disana, Sarah berdiri bersama kedua putranya dengan tatapan terluka dengan air mata mengalir.

Sarah memandang Xabiru dan Melisa secara bergantian. Ia mengusap air matanya kasar, lalu menarik kedua putranya pergi dari sana.

Xabiru tercekat, dengan langkah tergesa-gesa ia mengejar istrinya. Tidak, ini tidak seperti yang istrinya bayangkan. Ya Tuhan, ia benar-benar ingin membunuh Melisa yang kembali mengacaukan semuanya.

"Sarah, sayang, hei tunggu, dengerin aku, ini nggak seperti yang kamu bayangkan". Ujar Xabiru berusaha meraih lengan istrinya namun selalu Sarah tepis.

Sarah enggan menyaut, ia segera menyetop taksi, meminta kedua putranya masuk, "Kita bicarakan di rumah". Ujarnya dingin dengan suara serak lalu masuk ke dalam taksi.

Xabiru menelan ludah kaku melihat taksi yang sudah berjalan membawa istri dan putranya, lehernya terasa sakit. Hingga tanpa sadar, air matanya terjatuh begitu saja. Ia teramat ketakutan, sungguh, ia takut Sarah pergi darinya.

Dengan langkah tergesa, Xabiru kembali ke ruangannya, mengabaikan Melisa yang masih berdiri di ruangannya dengan raut wajah cemas dan ketakutan.

"Lionel, seret wanita itu pergi, jangan pernah biarkan wanita itu kembali masuk ke kantor saya". Ujarnya tegas sebelum ia pergi ke parkiran, ia harus segera pulang, menemui istri tercintanya, meluruskan kesalah pahaman yang terjadi.



______________
Ah Melisa, nyebelin banget yakan?? Jangan lupa vote dan komennya guyss... makasiii ❤❤❤

SABIRU (Sarah xaBiru) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang