3

12.1K 543 4
                                    

Kalau saja, andai saja.
Kata itu yang selama ini ia rasakan.
Beribu penyesalan tidak akan bisa merubah keadaan.
Tapi, bisakah ia memperbaiki masa depan?

_____________

"Uang dari aku kurang??" Tanya Xabiru dengan perasaan sedikit emosi saat mendengat jika istrinya akan bekerja.

Kurang? Tentu saja tidak, Xabiru memberinya lebih, suaminya royal dan membebaskannya membeli apapun yang ia mau. Tapi, masalahnya bukan terletak di nafkah yang kurang, tapi ia ingin mandiri tanpa menunggu rupiah dari Xabiru.

Keluarganya, meremehkannya, merendahkannya, katanya, ia tidak akan bisa apa-apa tanpa Xabiru. Ia tak punya pekerjaan, penghasilan, dan maka dari itu ia harus menerima apa saja yang Xabiru lakukan padanya.

"Aku hanya ingin bekerja, Devan dan David sudah besar, Devan sudah kelas 4 SD, David kelas 2 SD".

"Aku nggak mengijinkan kamu bekerja".

"Kenapa???"

"Karena yang wajib bekerja itu aku, suami kamu. Aku akan tambah uang bulanan kamu, asal jangan bekerja".

"Aku bosen dirumah, aku butuh aktivitas, aku ingin bekerja, aku ingin punya uang sendiri".

Xabiru menggeleng, "Kamu lupa? Uang aku, uang kamu juga sayang".

Sarah menggeleng, "Beda, aku ingin mendapatkan penghasilan dari jerih payahku sendiri".

Xabiru mengacak rambutnya kasar, ia tidak ingin Sarah bekerja. Sarah itu, tanggung jawabnya, maka, nafkah dan segala keperluannya adalah tanggung jawabnya.

"Aku kasih hadiah toko bunga untuk kamu, kamu mau??? Dengan begitu kamu nggak perlu bekerja kepada orang lain, kamu bekerja ditempat milik kamu sendiri. Gimana???"

Sarah menghela nafas, rupanya Xabiru tetaplah Xabiru. Ia tidak akan pernah mengijinkannya bekerja. Dan apa tadi, Xabiru akan memberinya toko bunga?? Tidak, bukan itu yang ia inginkan. Ia ingin bekerja, bukan diberikan usaha dari Xabiru. Karena, ia ingin bangkit dari hasil jerih payahnya sendiri.

"Nggak perlu, sudahlah lupakan keinginanku, tidak adanya gunanya, kamu tidak akan pernah mengerti apa yang aku inginkan".

________________

Malam hari, keadaan rumah senyap. Xabiru merasa, rumahnya sudah tak berpenghuni. Selepas perdebatan tadi, Sarah tidur di kamar anak-anak.

Sementara dirinya masih berada di ruang kerja, ia tidak bisa tidur dikamarnya jika Sarah tidak ada disana. Karena percuma, ia tidak akan bisa memeluk istrinya itu.

"Sarah ijin sama gue, dia mau kerja". Xabiru mulai bersuara, menatap Safir yang ia hubungi malam-malam, karena ada urusan bisnis dan ia juga butuh teman untuk bicara.

Sejauh ini, Safir adalah satu-satunya orang yang bisa ia andalkan.

"Terus lo ijinin??"

"Nggak,"

Safir mengusap dagunya, sementar lengannya bertumpu pada meja, "Gue tahu apa yang Sarah rasakan, dia mungkin saja syok dengan keadaan. Lo tau sendiri kan, gimana bucinnya elo sama Sarah, dan tiba-tiba Melida datang memberi lo anak. Dia kecewa, dia butuh aktivitas untuk melampiaskan dan melupakan rasa sakitnya".

"Gue tahu, tapi, menginjinkan Sarah bekerja adalah hal tersulit untuk gue lakukan, karena jujur, gue takut ada laki-laki yang naksir sama istri gue dan..."

"Aelah, sontoloyo, masih sempet-sempetnya lo posesip, heran gue, nggak Basmal nggak elo, sama aja". Safir mencibir.

"Istri gue cantik, wajar kalau gue posesif, belum lagi umur Sarah masih muda, umur tiga puluh tahun itu masih tergolong muda".

"Yaelah, iya iya". Sahut Safir. "Terus gimana?" Tanya Safir.

"Gue nggak tahu, gue bingung".

Safir menghela nafas, kenapa ya, ia merasa dirinya selalu jadi tempat curhat para suami yang sedang merana. Belum juga menikah, ia malah sering mendapatkan curhatan masalah dunia pernikahan. Ah, lagian sih, tidak Basmal tidak Safir, malah diincer sama medusa. Jadinya begini kan.

"Orang kecewa itu memang susah sembuhnya, kamu lupa sama Basmal? Basmal menunggu Cece selama bertahun-tahun karena ia memberi waktu kepada Cece untuk menyembuhkan lukanya. Tapi setelah Cece kembali, Basmal mengejar Cece layaknya orang sinting tak tahu diri, Cece minta cerai Basmal menolak, aduh pokoknya harga diri Basmal ia buang ke laut untuk mendapatkan Cece. Tapi lihat sekarang, Basmal berhasil".

"Lo juga sama, kasih Sarah waktu, nggak mudah melupakan kejadian kemarin, sekalipun itu bukan kemauan lo, ia masih belum bisa menerima kenyataan". Lanjut Safir.

Xabiru melipat kedua tangannya di atas meja, "Apa gue harus mengijinkan Sarah bekerja??"

"Keputusan ada di tangan lo, lo pikirkan baik-baik, gue selalu mendoakan yang terbaik untuk lo dan Sarah".

"Thanks bro, lo mau nginep disini??"

Safir menggeleng,"Nggak deh", ia melik jam tangannya yang masih menunjukkana jam sebelas malam, "Masih jam sebelas malem, gue mau pulang dan gue harus mengerjakan beberapa pekerjaan, besok kita ketemu di kantor".

Xabiru mengangguk, "Hati-hati, gua harap lo nggak belok arah ke rumah Basmal untuk sekedar melihat Cece".

Safir melempar bolfen ke arah Xabiru namun berhasil Xabiru tangkap, "Kampret, gue nggak mau jadi pebinor".

________________
Jangan lupa vote dan komennya ❤

SABIRU (Sarah xaBiru) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang