Jaemin menggulir perlahan layar telepon genggamnya ke atas. Terduduk di atas kursi belajar dia menghela napas selagi membaca banyaknya pemberitaan tentang dirinya di media online.
DIDUGA REMAJA PENGENDARA MOTOR BERSERAGAM SMA INI ANAK KANDUNG DEWI PERMATA.
TERBONGKAR! INILAH SOSOK ANAK DEWI PERMATA YANG SELAMA INI DISEMBUNYIKAN.
BUKTI KALAU SANG DIVA MEMILIKI ANAK YANG SUDAH MENGINJAK REMAJA.
“Ett, dah! Kenapa headline hari ini gambar gue semua?” keluh Igam yang tak habis pikir ketika menemukan fotonya yang berseragam SMA sedang mengendarai sepedah motor beredar di media online.
Sudah dipastikan foto tersebut diambil oleh salah satu wartawan ketika mereka pulang sekolah di sekitar rumah Jaemin beberapa waktu lalu.
Jaemin tertawa geli.
“Mereka enggak bisa bedain mana french fries mana kentang gosong kali ya?”
“Gak lucu setan!” ucap Igam santai sambil menggulir layar telepon genggamnya.
Jaemin terkekeh.
“Lu gak risi?” Tanya Jaemin.
“Mau gimana lagi, mulai hari ini mereka akan mengenal gue sebagai anak Dewi Permata.”
“Sori...” ucap Jaemin.
“Bukan salah lu. Mereka yang salah paham!”
Igam menyikapi santai fenomena dunia maya hari ini. Dia berjalan santai menghampiri Jaemin.
“Gimana hasilnya?”
Jaemin menyimpan ponselnya dan beralih ke laptop.
“Kita lihat.”
Bersama perasaan yang tak keruan, jantung yang berdebar lebih cepat dari biasanya. Jaemin membuka e-mail.
Ada satu pesan baru muncul di berandanya. Dan itu dari salah satu universitas. Kyung Hee University. Salah satu kampus swasta bergengsi di Korea Selatan.
Dengan mata tertutup Jaemin membuka isi e-mail tersebut.
Igam bergumam tanpa suara membaca isi e-mail balasan berbahasa Ingris tersebut.
“WAH!” Igam berteriak terkejut.
“Lu diterima, Jem!” Igam menggoyang-goyangkan tubuh Jaemin.
“LU DITERIMAAAAA!”
Jaemin membuka mata, dia membaca dengan seksama. Matanya membulat, mulutnya tersenyum lebar hingga menampakan gigi rapihnya.
“WOOOOOHHH...!” Jaemin sontak berdiri, mengangkat kedua tangannya sambil bersorak bersama Igam.
Kedua remaja itu berpelukan disertai tawa bahagia.
“GUE BERANGKAAAAT!”***
Cek lek!
Jaemin keluar dari kamarnya. Setelah kepulangan Igam, rumah itu terasa lagi sepi. Dia menyeret kakinya turun ke ruang makan dan di sanalah dia menemukan ibunya sedang terduduk sendiri.
Seharian ini, ibunya tidak ke mana-mana. Jadwal pekerjaan bernyanyinya seminggu ini dibatalkan dengan alasan kondisi kesehatan yang menurun. Terlebih lagi dengan banyaknya berita yang beredar tentang anaknya, Dewi semakin enggan menjauh dari lingkungan rumah.
Jaemin mendekati ibunya dengan selembar kertas di tangan.
“Aku berangkat!” ucapnya sambil menyimpan selembar kertas bukti kelulusannya di Universitas itu ke atas meja.
Dewi menatap selembar kertas di hadapannya, lebih tepatnya dia membaca dengan tatapan sendu. Kemudian menghela napas perlahan dan menoleh, menatap paras wajah anaknya.
Beberapa detik Ibu dan Anak itu saling berbalas tatap tanpa adanya berbalas kata.
Tak lama dari itu mata Jaemin membulat, tak di sangka ibunya mengangguk menyetujui keputusannya.
Dan bagi Dewi ini adalah tepat, membiarkan Jaemin pergi meninggalkan Jakarta adalah keputusan terbaiknya, agar anak ini tidak banyak menelan luka karena permasalahan yang sedang dihadapinya kini.
***
Jaemin duduk diam di kursi pesawat, menatap fotonya bersama Igam. Masih terngiang kata janji sahabatnya itu beberapa jam lalu, Igam akan menyusulnya beberapa bulan kemudian. Peluk hangat terakhir di bandara tadi Jaemin harap akan menjadi pertemuan di kemudian hari.
Hanya Igam yang mengantarnya ke bandara, sementara ibunya hanya mengantarkan hingga depan rumah. Bukan tanpa alasan, Jaemin mengerti kondisi ibunya yang butuh mengistirahatkan diri dari hirup pikuk dunia. Ibunya hanya berpesan agar dia dapat menjaga dirinya baik-baik selama di sana, dan menyesuaikan dengan kebiasaan, kultur yang ada.
Jaemin menghela napas pelan, dipegangnya sehelai syal musim dingin berwarna merah yang kini melingkar di lehernya.
“Titip ya, punya Appa.” Ucap Dewi selagi melilitkan syal musimdingin itu di leher Jaemin.
“Bawa pulang,” sambung Dewi lirih.
Ibunya terlihat menahan sedih saat mengucapkannya. Entah karena sedih melepaskan Jaemin pergi atau sedih karena teringat seorang pria yang sudah lama tak dijumpainya.
Lagi, Jaemin menghela napas. Peluk hangat ibunya masih terasa di ketinggian 35.000 kaki di atas permukaan laut, dan entah akan serindu apa dia dengan peluk itu nanti.
***
Mata lelah Jaemin menatap jalanan malam dari dalam jendela taxi. Gedung pencakar langit tampak menawan di luar sana. Pemandangan yang sayang untuk dilewatkan. Jaemin menghela napas pelan.
Jaemin melirik sekilas ke kaca spion dalam, tampak seorang pria bermata sipit dan berkulit putih sedang mengemudi, juga suara penyiar radio di mobil itu pun bukan lagi bahasa Indonesia yang didengar, melainkan bahasa asing yang tak asing baginya. Dan kedua hal itu sudah cukup patahkan keraguannya. Akhirnya...
“Aku pulang!” Jaemin membatin.
Jaemin sampai di tanah kelahirannya. Negara yang hanya dipijaknya selama kurang dari dua tahun. Negara yang selalu menjadi sumber banyak pertanyaan di hidupnya.
Sekitar satu jam dari Bandara, taxi yang dia tumpangi berhenti di depan sebuah restoran ayam. Dengan tenaga yang tersisa dia mengeluarkan tiga buah koper dan satu ransel dari bagasi lalu masuk ke dalam restoran.
“Annyeonghaseyo,” Seorang wanita berusia sekitar empat puluah tahun menyambut kedatangannya.
“Annyeonghaseyo,” Jaemin membungkuk.
“Silakan duduk, mau pesan menu apa?”
Jaemin memperhatikan wanita yang berdiri di hadapannya.
“Dengan bibi Lee Ae Ri?” tanya Jaemin dengan bahasa Korea lancar.
“Iya, saya sendiri.”
Jaemin tersenyum.
“Saya Jem, mahasiswa yang akan menyewa rumah bibi.”
“Benarkah?” Bibi Lee memperhatikan Jaemin dan seluruh koper yang dia bawa.
“Jem dari Indonesia?”
Jaemin mengangguk.
“Iya, benar. Kita sudah saling berbicara di telepon sebelumnya kan?”
“Astaga... aku pikir akan bertemu dengan wajah asli negara tropis. Ternyata wajahmu sama saja dengan orang-orang yang sering kulihat sehari-hari.”
Jaemin terkekeh.
“Ibuku memang orang Indonesia, tapi ayahku asli Korea.”
“Aah... pantas saja. Senang bertemu denganmu.”
“Senang bertemu bibi.” Jaemin menjabat tangan.
“Jadi boleh aku melihat rumahnya, Bibi?”
“Tentu saja, sepertinya kamu sudah kelelahan setelah melakukan perjalanan jauh. Ayo, ikut aku.”
Rumah itu berada di atas restoran ayam milik bibi Lee. Ya, begitulah pemilih restoran ayam itu sering dipanggil.
Cek lek!
Bibi Lee membuka pintu utama rumah berwarna putih yang sudah lama kosong itu.
Jaemin ikut masuk, mengikuti bibi Lee di belakang.
Matanya menelisik sekitar. Ada dua kamar tidur, satu kamar mandi dan dapur, sisanya ruang tengah yang bisa di gunakan sebagai ruang teve dan ruang makan.
Semua perabotan rumah tangga sudah tersedia, Jaemin hanya perlu membawa baju saja untuk tinggal. Terlebih lagi, lokasinya yang dekat dengan kampusnya. Itu menjadi nilai plus bagi Jaemin.
“Bagaimana kamu suka?”
Jaemin mengangguk.
“Aku akan tinggal di sini.”
Bibi Lee tersenyum.
“Syukurlah, aku senang mendengarnya. Kalau begitu aku tinggal dulu.”
Jaemin membungkuk sambil mengucapkan rasa terima kasihnya.
Sebuah kamar yang memiliki jendela lebih besar dari kamar lainnya menjadi pilihan Jaemin. Dia menyimpan seluruh koper dan tas ranselnya di pojok ruangan. Tidak ada kegiatan lain, Jaemin memutuskan untuk menyudahi kegiatan hari ini, walaupun itu hanya sekedar mengganti pakaian. Jaemin sudah cukup lelah dengan perjalanan hari ini. Dia menutup mata yang sudah terlanjur lelah itu sebari berbaring di atas kasur.
Besok akan menjadi hari baru yang panjang.
“Jaljayo, Jaemin~ah.” Ucapnya.Hai... Temaraniaaa
Apa kabarnyaaa???
Gimana-gimana? Kalian sudah siap berpetualang bareng Song Jaemin di Negeri Gingseng?
Apa yang akan Song Jaemin temukan di Negara kelahirannya?
Kejutan apa yang akan menantinya?
Penasaran?
Makanya like dan komen ya, supaya Author semangat nulisnya.
Sampai bertemu di bab berikutnya Temarania 🤗
Love 💚
KAMU SEDANG MEMBACA
HANYA JIKA
Fanfiction"Jem, enggak ada salahnya lu ambil pilihan lain, kalau lu enggak bisa terima jawaban kali ini," Dan siapa sangka keputusannya untuk mengambil pilihan lain adalah langkah awal Song Jaemin membuka lembaran lama kehidupan Song Ye Jun.