Kau tak sendiri

68 13 8
                                    

Hidupmu tidak akan lama lagi!

Neraka adalah tempatmu!

Mati!

Mati!

Mati!

Kalian semua akan mati ditanganku!

Ye Jun~an, aku tidak sabar menanti kepergianmu!

Sebentar lagi Seven Go hanya akan jadi tinggal nama!

Satu per satu Ye Jun~ah, anakmu, istrimu dan sahabat-sahabatmu, kau akan melihat mereka semua mati!

Agak lama Dae Hyun tertegun sebelum akhirnya dia menghela napas pelan. Lagi, Dae Hyun merasa batinnya tertekan setelah membaca ulang berbagai macam pesan singkat dari ponsel berlayar kuning milik mendiang sahabatnya itu.

Penyesalan dan marah pada dirinya sendiri atas kematian Song Ye Jun yang selalu berusaha dia redam selama ini seorang diri nyatanya kembali buat batinnya terguncang malam ini.

Apa yang Jaemin katakan pada Jae Sun prihal alasan kematian ayahnya menjadi pukulan keras baginya sendiri. Jaemin benar, setidak peduli itukah dirinya sampai-sampai dia tidak pernah tahu jika laki-laki yang sudah dia anggap sebagai adik kandungnya itu menyimpan beban sebesar ini sendirian? Hingga Ye Jun memilih untuk mengakhiri hidupnya.

Setetes air mata yang tidak penah ingin Dae Hyun lihat kini jatuh membasahi pipinya setelah sekian lama. Dae Hyun terlalu kuat bila disebut sebagai orang yang paling kehilangan Song Ye Jun, pasalnya dia tidak pernah memperlihatkan air mata kesedihan itu pada siapa pun, bahkan pada dirinya sendiri. Dia tidak pernah menangisi kepergian sahabatnya itu. Dia lebih memilih menelan semua lukanya dalam-dalam. Bekerja menjadi cara untuk mengalihkan segala sakit hatinya. Dia dedikasikan seluruh waktunya untuk mengembangkan prusahaan yang dia dirikan bersama Ye Jun, hingga bisa menjadi salah satu perusaan entertainment raksasa di negeri gingseng.

Namun, kedatangan Jaemin yang dia harapkan bisa mengobati rasa bersalahnya pada Ye Jun, malah menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.

Dia simpan ponsel putih berlayar kuning itu di nakas, setelahnya membaringkan diri di atas kasur tanpa mengganti pakaian kerjanya dengan piama tidur. Akan tetapi, alih-alih tertidur matanya terus menerus mengeluarkan teresan air. Dae Hyun menangis sesegukan. Dia luapkan seluruh sedih kehilangan yang tak pernah dia tangisi itu malam ini, tanpa menyadari jika Yeonhan dan yang lainnya sudah berdiri, mendengarkan tangis pilunya di balik pintu kamar.

Yeonhan mengintip dari celah pintu lalu menutupnya perlahan agar tidak mengganggu kakaknya di dalam. Dia memutar badannya, menatap satu per satu teman-temannya yang menunjukkan paras sama sedihnya. Terutama Jae Sun, laki-laki itu kembali menangis malam ini.

"Sudahlah, lebih baik kita pulang. Biarkan dia sendiri dulu,"

Gelap di luar sana terasa berjalan lebih panjang dari biasanya bagi Dae Hyun. Dia melewati malamnya bersama tangis yang belum kunjung usai.

"Ye Jun~ah, mianhae... hiks... hiks..."

"Mian... hiks..."

"Mian..."

"Mianhae Ye Jun~ah, hiks... hiks... hiks..."

Ya, tak ada kata lain selain kata maaf yang dia ucapkan, bahkan setelah lewat tengah malam saat Mark sampai di apartemen ayahnya, tangis permintaan maaf itu masih terdengar.

Berlama-lama Mark berdiri di balik pintu kamar ayahnya yang tertutup, hingga suara tangis itu tak lagi terdengar di telinganya. Mark membuka pintu kamar perlahan dan berjalan masuk dengan langkah pelan agar tidak menggangguk ayahnya yang sudah tampak tidur setelah dijemput lelah karena memangis.

HANYA JIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang