Last Evaluation

83 21 0
                                    

Ini baru jam lima pagi, unit apartemen berpenghuni tujuh orang itu masih gelap dan sepi. Hanya lampu dapur saja yang menjadi penerang bagi Jaemin yang sedang menuangkan air panas ke dalam sebuah mug berisi serbuk kopi. Dia sendirian. Maklum, pola hidup di Indonesia masih terbawa hingga kini.

Setelahnya dia beranjak ke ruang tengah. Di tengah  suasana temaram, Jaemin terduduk termangu sembari memegangi mug yang mengepulkan asap tipis.

Hampa. Perasaan itu yang sedang membelenggunya akhir-akhir ini. Meski kesehariannya dipadatkan oleh jadwal latihan bersama ke enam anggota lainnya, Jaemin merindukan kesehariannya di Indonesia. Terutama kesehariannya bersama Igam. Dia amat merindukan sosok gila sahabatnya itu.

“Nomor yang anda tuju sedang tidak dapat menerima panggilan,”

Jaemin menghela napas.

Selalu begitu. Jaemin tidak tahu harus menghubungi Igam dengan cara apa lagi, terlebih Igam bukan manusia yang senang bermain media sosial. Terpantau media sosialnya terakhir kali aktif dua tahun lalu.

“Semoga saja lu gak lupa sama janji lu, Gam,” Jaemin menyeruput kopi panasnya.

“Awas aja kalau lu sampai gak nyusul, gue geprek mulut lu!”

Drrrrtt... Drrrtt...

Jaemin melirik. Tertera nama sang Ibu di layar ponselnya.

“Ya, Bu?”

“Kamu baru bangun?”

“Tidak juga, aku sudah bangun dari satu jam yang lalu,” Jaemin melirik pintu kaca yang terhubung langsung dengan balkon.

“Tumben,”

Jaemin tersenyum tipis, lalu beranjak membuka tirai gorden yang menutupi pintu kaca itu semalaman.

“Di sini sudah jam enam pagi, Bu. Jadi wajar kalau aku sudah bangun.”

“Benar juga.” Terdengar ibunya tertawa ringan di seberang sana. Dia lupa jika waktu Korea dua jam lebih cepat dari waktu di Indonesia.

“Kuliahmu lancar kan?”

“Mm,” Jaemin mengangguk, seolah-olah ibunya ada di hadapannya.

“Aku belajar dengan baik,”

“Lalu bagaimana denganmu?”

“Aku di sini baik-baik saja,”

“Baik-baik saja?”

Kening Jaemin mengerut samar, dia tak paham dengan maksud pertanyaan ibunya.

“Maksud Ibu?”

“Kamu tidak kangen sama Ibu?”

Jaemin tersenyum. “Tentu saja, Ibu tidak perlu menanyakannya,”

“Tapi kenapa kamu jarang menghubungi Ibu akhir-akhir ini?”

“Ah?” mata Jaemin membulat.

“Itu karena aku terlalu banyak berlatih, hingga jarang memegang hape,” Gumamnya dalam hati.

“Maaf,” ucap Jaemin lirih dengan perasaan menyesal.

HANYA JIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang