Gomawo Yingjie~na

100 16 4
                                    

"Jaemin~ah, kau baik-baik saja?"

Jaemin mengangguk menjawab pertanyaan Yingjie. Ayah dari Renjun itu tampak sedikit khawatir menemukan mata Jaemin yang masih terlihat bengkak seperti mata kodok.

Yingjie tersenyum lantas mengacak-ngacak rambut anak mendiang sahabatnya. Dia tahu apa yang sudah anak sahabatnya ini alami malam tadi, iya, Yeon Han yang memberi tahunya.

Rupanya selepas pria itu mengantarkan Jaemin pulang ke rumah orangtuanya, Yeon Han lantas menemuinya di rumah. Laki-laki itu datang dan menceritakan semua hal yang dilakukan bersama Jaemin.

"Kau tahu, selama aku bersamanya, aku benar-benar merasa sedang bersama Ye Jun. Yingjie~nah... dia itu Ye Jun, dia itu Song Ye Jun."

Masih teringat bagaimana air mata sahabatnya itu pecah di hadapannya tadi malam.

Di antara semua anggota Seven Go, Yingjie tahu Yeon Han adalah orang yang paling terpukul atas kepergian Ye Jun yang mendadak namun tak dia sangka jika sedih itu masih sama hingga saat ini.

Lalu bagaimana dengan dirinya?

Mungkin sejauh ini dia selalu berhasil mengemas rasa sedih itu dengan apik. Tapi entah, siang ini dia tidak bisa mengontrol sedih itu.

Yingji menghela napas pelan. "Dia mirip sekali dengannya," ucapnya pelan namun masih bisa di dengar oleh ketujuh remaja laki-laki itu.

Semakin lama dia menatap wajah Jaemin, semakin kuat ingatan kematian Ye Jun muncul di benaknya. Rasa sedih, kehilangan dan rasa bersalah itu kembali hadir membelenggu perasaannya, namun anehnya air mata itu tak keluar seperti yang dia inginkan, hanya saja semua ingatan itu buat jantungnya semakin berdebar lebih keras dari biasanya, bahkah buat dadanya terasa sesak.

"Appa?" Ranjun yang menyadari jika ada yang tidak beres dengan ayahnya cepat-cepat mendekatinya.

"Appa, kau kenapa?" Renjun tampak khawatir.

Yingjie hanya memegang dadanya. Wajahnya tampak menahan siksa.

"Ayo aku antar ke klinik. Kalian duluan saja ke ruang latihan, aku akan menyusul," ucap Renjun pada Jaemin, Chenle, Jisung, Haechan, Jeno juga Mark yang tak kalah terkejut dan khawatir.

Tiga jam berlalu, Jaemin merebahkan tubuhnya di lantai, fisiknya kelelahan karena latihan intens hari ini. Tapi pikirannya jauh lebih lelah, mengingat Renjun yang tidak mengikuti latihan di jam kedua. Dia belum kembali dari klinik dan itu membuat Jaemin semakin dibuat khawatir.

"Ah..." Jaemin menghela napas. Saat langi-langit ruang latihan yang ditatapnya sedari tadi terhalang oleh wajah Jeno yang muncul tiba-tiba.

"Apa yang kau pikirkan, eoh?"

"Renjun belum kembali, kurasa itu gara-gara aku,"

Kening Jeno mengerut samar, tapi dua-tiga detik kemudian dia tersenyum.

"Jangan berpikir yang tidak-tidak, ayo bangun," Jeno mengambil kedua tangan Jaemin dan menariknya agar anak itu bangun.

"Apa semirip itu aku dengan ayahku?"

Jeno mengangguk.

"Kau begitu mirip dengan ayahmu, Jaemin~ah..." kata Haechan sambil berjalan ke arahnya dan memberikan masing-masing satu buah botol air mineral kepada Jeno dan Jaemin. Haechan duduk menghadap dua temannya.

"Kurasa wajar saja jika banyak orang yang terkenang ayahmu hanya dengan melihatmu," lanjut Haechan sebelum meneguk air minumnya.

Jaemin menunduk dan menghela napas.

HANYA JIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang