Bentuk Hati yang Patah

87 17 0
                                    

Di bawah malam kota Seoul, Jaemin membuat jejak tanpa arah. Minatnya sedang tak ingin pulang, ke mana pun, ke rumah Halmoni, apa lagi asrama. Dia hanya sedang ingin sendiri, berusaha membuang kesal, marah dan segala pikiran buruknya.

Soal Jeno, Jaemin benar-benar tidak paham, bagaimana bisa anak itu berpikir jika dia pantas mendapatkan segala hal buruk di dunia ini? Kenapa Jeno bisa menuai benci dari pertama kali bertemu dengannya?  Sebenarnya apa salah Jaemin padanya?

“Jaemin~ah?!”

Jaemin menghentikan langkahnya. Tiga meter di hadapannya Dae Hyun berdiri dengan kaos lengan pendek dan celana jeans panjang. Tak ada kesan pria itu adalah seorang CEO dari penampilannya malam ini.

Jaemin membungkuk, memberi salam tanpa sepatah kata pun.

Tidak ada yang kebetulan, bagi Jaemin semua yang terjadi di alam semesta ini sudah menjadi kehendak Tuhan. Termasuk pertemuannya dengan Dae Hyun untuk yang kedua kalinya di malam ini.

Jaemin menunduk, menatap kosong segelas hot americano di hadapannya, tanpa ada selera untuk meminumnya.

Sudah hampir tengah malam, Jaemin hanya duduk terdiam di ruang makan apartemen Dae Hyun. Ayah dari Mark Lee itu mengajaknya untuk mampir ke apartemennya yang tak jauh dari posisi pertemuan mereka.

“Masih sakit?” Dae Hyun mengusap pipi kanan Jaemin yang masih tampak kemerahan akibat tamparan ibunya.

Jaemin mendongak, mengalihkan pandangnya sesaat  pada Dae Hyun, lalu menunduk lagi.

“Perih,” ucap Jaemin pelan, nyaris berbisik.

Dae Hyun menghela napas. Remaja di hadapannya ini tampak kalut. Matanya jelas menunjukkan tatapan sendu dan kosong.

“Kau pasti mengalami hal sulit hari ini,”

“Bukan hari ini saja, tapi hampir setiap hari,” Keluh Jaemin tanpa menatap lawan bicaranya.

“Jem, tidak ada seorang Ibu yang ingin melihat hidup anaknya sulit seperti dirinya. Menurut Paman, ketika ibumu melakukan segala hal dengan alasan mengkhawatirkanmu itu adalah sesuatu yang wajar,”

Jaemin mendongak. Tatapnya seolah bertanya, “Dari mana Paman tahu?”

“Tadi Paman datang ke hotel untuk memastikan keadaanmu, dan tanpa sengaja Paman mendengar perdebatan kalian. Maaf, Jaemin~ah,”

Jaemin lagi-lagi menundukkan kepalanya, dia benar-benar sudah kehilangan minat untuk berinteraksi dengan siapa pun.

“Paman yakin jika ayahmu tahu, dia juga akan melakukan hal yang sama dengan ibumu.”

“Kenapa begitu?”

Dae Hyun tersenyum tipis, lantas mengambil selembar foto yang senantiasa dia simpan di dalam dompetnya.


“Ye Jun juga pernah bercerita pada Paman, kalau dia tidak pernah berniat atau memiliki cita-cita menjadi seorang penyanyi terkenal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Ye Jun juga pernah bercerita pada Paman, kalau dia tidak pernah berniat atau memiliki cita-cita menjadi seorang penyanyi terkenal. Dia bercita-cita menjadi seorang pengusaha.” Dae Hyun tersenyum sambil menatap foto terakhir yang diambilnya bersama Ye Jun dan menyimpannya di atas meja.

Jaemin melirik sekilas dua orang pria yang tengah tersenyum di dalam foto itu. “Lalu kenapa Appa jadi orang terkenal?”

“Ayahmu bilang dia dijebak paman Yeon Han. Begitulah yang dia bilang,” Dae Hyun tertawa pendek setelahnya.

“Maksud Paman?”

“Lebih Jelasnya kamu bisa tanyakan pada Paman Yeon Han,” Lagi Dae Hyun menyeruput kopinya.

“Di mataku, Ye Jun adalah seorang yang paling perhatian dari semua anggota lainnya, dia adalah orang yang tidak banyak bicara tetapi dia orang yang paling terbuka padaku,” Dae Hyun tersenyum tipis, kepalanya mengulang bayangan memori dua puluh tahun lalu.

HANYA JIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang