“Jem, enggak ada salahnya lu ambil pilihan lain, kalau lu enggak bisa terima jawaban kali ini.”
Hujan tidak lagi menjadi alasan baginya untuk angkat kaki dari tempat sepi itu. Matanya masih betah menatap lama-lama foto seorang pria di hadapannya.
"Appa..." bibirnya bergetar, bulir air mata yang selalu dia sembunyikan di balik ketegarannya itu pecah sudah di depan makam sang ayah.
Banyak yang bilang, semakin pohon tumbuh tinggi semakin besar pula angin yang menerjangnya. Dan saat ini, Jaemin tampak terhuyung, badai itu berhasil buat ketegaranya runtuh!
Semalam perdebatannya dengan Mark kembali mengundang perhatian seluruh penghuni unit apartemen. Pembahasan pemilihan lagu untuk lagu kedua mereka setelah lagu utama tidak berhenti sampai di meja rapat saja. Pembahasan itu berlanjut hingga di meja makan. Jaemin tetap pada pilihannya, dia ingin lagu slow bertema patah hati yang menjadi lagu kedua di album baru mereka, namun berbeda halnya dengan Mark, dia ingin lagu bertempo cepat bertemakan meraih mimpi menjadi lagu ke dua.
"Siapa yang setuju denganku?" Tanya Jaemin.
Renjun, Jisung, Haechan yang mengacungkan tangan dan hal itu berhasil buat senyum kemenangan di bibir Jaemin mengumbar.
"Empat lawan tiga! See!"
"Tidak-tidak... teman-teman ayolah, kita sudah sering memilih lagu slow untuk lagu kedua di beberapa album sebelumnya. Dream Light, kurasa lagu itu bisa menyeimbangi lagu pertama kita di album ini,"
Jaemin membuang wajahnya dan beberapa detik kemudian dia menatap Mark begitu dingin.
"Yakk... kenapa kau begitu egois?"
"Aku? Egois?" Mark menunjuk dirinya sendiri, keningnya mengerut samar.
"Jaemin~ah... aku hanya mengutarakan pendapatku,"
"Tapi kau memaksa kami untuk menyetujuinya, kan? Hyung come on, kau tidak bisa menggunakan posisimu sebagai ketua untuk memaksakan kehendakmu kepada kami,"
"Bukankah perkatanmu itu lebih pantas untukmu?"
"Ah?" Mata Jaemin membulat.
"Kau yang memaksakan kehendakmu, kau menolak semua pendapatku dari awal. Dengar, aku sudah banyak mengalah padamu dipembuatan album kali ini, jadi tolong renungkan baik-baik saran dan pendapatku-"
"Aku tidak suka dengan lagunya!" Balas Jaemin cepat, bahkan dia tidak memberikan Mark kesempatan untuk menyelesaikan perkataannya.
"Dream Light, tidak diciptakan untuk semua orang. Lagu itu diciptakan hanya untuk orang-orang serakah sepertimu!"
BRAKK!!!
Mark menggebrak meja cukup keras. Wajah marahnya tidak bisa lagi dia sembunyikan. Namun, alih-alih membalas Jaemin, Mark memilih akngkat kaki dari apartemen itu. Dia pergi membawa marahnya entah ke mana.
Hingga jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi Mark belum juga kembali. Jaemin terduduk di kasurnya, menatap sendu kasur kosong di sebelahnya. Sudah lebih dari satu bulan hubunganya dengan Mark tidaklah baik, bahkan semakin memburuk. Tentu saja Jaemin merasakan jarak itu semakin jauh, kedekatan itu pudar menjadi asing bagi mereka berdua.
Sedih?
Tentu saja Jaemin sedih. Andai dia tidak mendengar ucapan si tuan bertopi dan andaikan dia tidak menyaksikan pertengkaran Dae Hyun dengan Chang Hee yang pada akhirnya menguak satu opini tentang kematian ayahnya, hingga melahirkan marah terhadap pria itu mungkin marah dan jengkelnya pada Mark tidak akan menjadi sebenar ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANYA JIKA
Fanfiction"Jem, enggak ada salahnya lu ambil pilihan lain, kalau lu enggak bisa terima jawaban kali ini," Dan siapa sangka keputusannya untuk mengambil pilihan lain adalah langkah awal Song Jaemin membuka lembaran lama kehidupan Song Ye Jun.