Untuk Kalian

88 21 7
                                    

"Hyung, bagaimana ini?”

Mark menoleh Renjun yang dibelenggu rasa khawatir yang besar.

Andai saja mereka berlima bisa lebih cepat sampai dari Paman Ha Neul ke ruang latihan, kejadian mengerikan ini tidak akan terjadi.

Ya, mereka terlambat. Paman Ha Neul sudah lebih dulu membawa Jaemin dan Jeno keluar dari ruang latihan ke ruang kerjanya, sebelum mereka sampai.

Dan sekarang entah bagaimana nasib dua anak itu di sana. Mengingat karakter Paman Ha Neul yang mengerikan di mata mereka.

“Kita tunggu saja,” ucap Mark sambil menatap pintu ruang kerja sang Manajer.

“Kau yakin mereka akan baik-baik saja?” Haechan berkacak pinggang. “Ayolah Hyung, jangan diam saja!”

“Kau pikir aku tidak khawatir?!” Ucap Mark kesal. “Aku juga bingung harus melakukan apa,” Lanjut Mark frustrasi.

Jisung mengendus kesal, lantas berbalik badan, pergi membawa tubuhnya ke ruang CEO.

Kali ini saja, dia akan menggunakan identitas aslinya sebagai sorang anak dari Choi Jae Sun untuk menyelamatkan kedua kakaknya dari tangan dingin pamannya yang satu itu.

Yaak! Jisung~ah, kau mau ke mana?” panggil Renjun.

Akan tetapi Jisung mengabaikan panggilannya.

“Biar aku kejar dia,” Chenle bergegas mengejar Jisung.

Berkali-kali dia memanggil anak itu, namun tetap saja Jisung menutup telinganya.

“Ji-“ suaranya tertahan, saat dia menemukan sosok seorang pria memakai jas hitam baru saja keluar dari lift.

“Papa,” Chenle buru-buru menghampiri Xioji yang entah sejak kapan sudah berada di Korea dan mengabaikan kepergian Jisung.

“Oh, hai, Nak, apa-“

“Papa ayo ikut aku,” Chenle menarik tangan ayahnya.

“Cepat!” kata Chenle panik.

Sementara...

Brak!

Jisung mendorong pintu berwarna coklat tua itu kasar hingga membuat beberapa orang di dalamnya terkejut.

Keempat pria yang tengah memanjatkan doa bersama untuk mendiang Ye Jun itu pun seketika menoleh dan menatap Jisung bingung, karena kedatangannya yang tidak biasa.

“Jisung~ah...” Jae Sun sontak berdiri dari duduknya.

Appa, Paman,” Jisung terisak, air mata kekhawatiran yang dia tahan sedari tadi pecah sudah ketika matanya menemukan ayah dan ketiga pamannya.

“Tolong aku,”

***

 

Kalian belum mau bicara?!”

Baik Jaemin atau pun Jeno belum ada yang mau bersuara. Mereka sama-sama menunduk dengan sorot mata tajam, tanpa berani menatap ekspresi wajah Ha Neul yang mengerikan di hadapan mereka.

“Baiklah kalau begitu,” Ha Neul melepas ikat pinggangnya.

“Kemari kau, anak nakal!”

Sraatt!

“Ah?” mata Jaemin membulat ketika sebuah cambukkan mendarat di punggung Jeno.

Sraatt!

Sraatt!

HANYA JIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang