Mark Lee

95 18 0
                                    

Satu bulan kemudian.

Dae Hyun membaca setiap berkas yang mampir ke mejanya. Ini sudah hampir jam lima sore namun pekerjaannya seperti ombak yang datang dan pergi tanpa berhenti.

Cek lek!

“DAE HYUN HYUNG...”

Dae Hyun menunduk. Menghela napas panjang.

Seorang pria dengan setelan jas rapi berdiri di ambang pintu sambil merentangkan tangannya. Dia berlari kecil menghampiri.

Hyung, kau mau makan malam denganku?”

Yakk! Do Yeon Han!”

Yingjie berjalan masuk tanpa mengetuk pintu.

Dae Hyun dan Yeon Han menoleh ke arah pria yang mengenakan setelan jas seperti mereka.

“Sudah kubilang hyung sedang sibuk, apa kau tidak lihat itu, he?”

“Apa salahnya aku bertanya?”

“Caramu yang salah.”

“Kau juga, masuk tanpa mengetuk pintu, datang-datang langsung memarahiku di depan CEO, apa itu sopan?” ucap Yeon Han tidak mau kalah.

Yakk! Kenapa kalian malah bertengkar di ruanganku?” tegur Dae Hyun yang dari tadi memperhatikan dua pria yang sudah dia anggap sebagai adiknya selain Jae Sun.

Yingjie dan Yeon Han menatap datar kakaknya.

“Hyung, gwenchana?” Yeon Han bertanya.

“Awalnya, tapi ketika kalian datang kepalaku serasa mau pecah!”

Hyung, beristirahatlah... jangan memaksakan diri.” Pinta Yingjie.

Dae Hyun menghela napas panjang.

Tok, tok, tok...

Cek lek!

“Sedang apa kalian di sini?” Jae Sun menatap mereka heran.

“Kau sendiri mau apa kemari?” Yeon Han bertanya balik.

Dae Sun berjalan masuk menghampiri ketiga kakaknya.

“Aku?” Jae Sun menunjuk dirinya sendiri.

“Aku mau mengajak Dae Hyun Hyung makan malam.”

“Andwae!” Yeon Han mengibaskan tangan kanannya.

“Aku dan Yingjie lebih dulu mengajaknya makan malam!” sambung Yeon Han.

“Tumben sekali,” Jae Sun menatap keduanya curiga.

“Pasti ada hal penting yang ingin kalian berdua bahas dengan Dae Hyun Hyung? Apa yang kalian inginkan kali ini?”

Yingjie mengerutkan kening. Dia tak paham maksud adiknya kali ini.

Aiss! Seburuk itu pikiranmu kepada kami berdua?!” Yeon Han mulai tersulut emosi.

“Memang salah kalau kami ingin makan malam dengan Dae Hyun Hyung?! Apa tidak boleh kami merindukannya, he?! Kau pikir dia milikmu? Kau pikir kau ini siapa?!” emosi Yeon Han terlanjur tumpah. Wajahnya memerah.

H-hyung, kau ini kenapa?” Jae Sun takut-takut menghadapinya.

“Aku lapaaaar!!!”

“AAAAAAAAAAAAHHH!!!” Dae Hyun berteriak di kursinya sambil menutup kedua telinga.

Semua menoleh cepat.

Hyung, kau sakit?” Yingjie menghampirinya.

Dae Hyun berdiri dari duduknya.
“Kalian, bisa tidak berhenti bersikap kekanak-kanakan? Ingat usia kalian sudah kepala empat!”

Mianae, hyung.” Ucap ketiga pria itu bersamaan.

“Oke...” ucap Dae Hyun pelan sambil mencoba menenangkan diri.

Dia menghela napas.

Mianae, Yingjie, Yeon Han~an, Jae Sun~an, malam ini aku tidak bisa makan bersama kalian. Aku sedang menunggu anakku.”

“Mark?” Yingjie bertanya.

“Ya, Mark Lee!” Dae Hyun menekankan.

“Bukankah hyung bilang dia tidak akan kembali ke Korea?” ucap Yeon Han.

“Jisung yang memintanya,” Jae Sun menjawab.

“J-Jisung? Apa hubungannya dengan anakmu?” Yingjie penasaran.

“Jisung akan menjadi trainee di sini kalau Mark kembali bekerja lagi sebagai produser musik di DJ Entertainment.”

“Mwo?!” ucap Yingjie dan Yeon Han bersamaan.

“Anakmu jadi trainee di sini?” Yeon Han bertanya.

“Ya, baru satu bulan terakhir ini dia berlatih bersama anak-anak kalian.”

Mata Yingjie dan Yeon Han membulat.

“Kenapa Renjun tidak memberi tahuku soal ini?” Yingjie bergumam sendiri.

“Waaah...” Yeon Han bertepuk tangan.

“Kenapa anakmu begitu mudahnya masuk sebagai trainee di sini, sedangkan Haechan harus ikut audisi sebanyak empat kali baru dia bisa menjadi trainee?”

Jae Sun tertawa ringan.

“Sepertinya tidak perlu kujelaskan lagi. Sudah banyak video menari Jisung yang beredar di internet, bahkan sampai ditonton hinnga jutaan, jadi kenapa DJ Entertainment harus repot-repot menyeleksinya jika CEO kita yang meminta langsung?”

Yingjie dan Yeon Han melirik Dae Hyun.
Dae Hyun tersenyum.

“Kalian juga pasti tidak menutup mata bukan soal bakat yang dimiliki Jisung?”

Keduanya menghela napas panjang, dan mengangguk pelan. Mereka memang tidak pernah menutup mata akan bakat menari Jisung yang sangat baik di usianya saat ini. Anak itu memang layak berada di sini.
Jae Sun kembali tertawa. Dia merasa menang kali ini.

“Kali ini kau kalah hyung.” Jae Sun menunjuk Yeon Hun.

Yeon Hun memasang muka jengkel.

“Aiss!” Yeon Hun mendekati Jae Sun.

“Berani-beraninya kau maknae!!!” Yeon Hun mencekik Jae Sun.

“Hei, yakk!!” Yingjie mencoba mererai.

“Sudah lepaskan dia, Yeon Han!”

Jae Sun terbatuk-batuk setelah cekikan itu lepas.

Dae Hyun menggeleng pelan melihat kelakuan kekanak-kanakan Yeon Han dan Jae Sun yang tidak pernah berubah sedari dulu.

Tok,tok,tok...

Cek lek!

Pintu utama terbuka.

Anyeong, Appa,” seorang pemuda berambut coklat keemasan menyapanya.

“Mark Lee...”

Dae Hyun menghampiri anaknya bersama senyum lebar.

“Hi, son. How are you?”

Ayah dan anak itu saling berpelukan, melepas rindu.

I’m good. Bagaimana dengan Appa?”

“Ayahmu sedang frustasi!” sahut Yeon Han.

“Iya dan itu karena kau!” balas Yingjie dengan menunjuk Yeon Han.

Jae Sun mengangguk, membenarkan.

Mark tersenyum lebar hingga terlihat gigi rapinya.

“Paman...” Mark menghampiri dengan tangan terlentang dan memeluk mereka satu per satu.

“Waaah... kau terlihat lebih tampan dari ayahmu.” Ucap Yeon Han.

Thank you, Paman!”

Mereka berempat melirik Dae Hyun yang sudah berdiri di ambang pintu.

“Mau makan malam bersama?” ajak Dae Hyun.

***

“Seharusnya kau datang lebih awal, jadi aku tidak perlu susah payah membujuk Jisung.” Ucap Jae Sun sebelum melahap Jajangmyeon.

“Ah, ya. Bagaimana Jisung, kudengar dia sudah mulai berlatih sebagai trainee?”

“Begitulah, dia berlatih sebagaimana mestinya, bersama Haechan, Jeno, Renjun dan Chenle.”

Makan Mark, Yeon Han dan Yingjie tertahan ketika mendengar nama Chenle disebut.

“Chenle?” Yeon Han bertanya.

“Dia anak Xioji kan?” Yingjie menyahut.

Dae Hyun dan jae Sun mengangguk.

“Ah!” Yeon Han terkejut, matanya membulat.

“Bagaimana dia bisa di sini?”

“Chenle mengikuti DJ Audition di Shanghai. Dan dia salah satu yang terpilih.” Jelas Dae Hyun.

“Kami berdua pun baru tahu satu bulan yang lalu. Kalau saja Xioji tidak datang ke kantor untuk menemui anaknya, kami tidak akan pernah tahu.” Lanjut Dae Hyun.

Mwo? Xioji datang ke mari?” Yingjie terkejut.

“Iya, bahkan kami bertiga sempat makan siang bersama.”

“Kalian bertemu Xioji dan tidak mengajak kami, keterlaluan!” ucap Yeon Han.

“Memang apa yang akan hyung lakukan jika bertemu dengannya?” tanya Jae Sun.

“Aku akan mencekiknya!” jawab Yeon Han asal.

“Berani-beraninya dia menampakkan batang hidungnya lagi setelah pergi dan menghilang seenak jidatnya!” kekesalan Yeon Han tampak.

“Yeon Han!” tegur Dae Hyun.

“Mianae, Hyung.”

Mark Lee tersenyum tipis.

Terkadang dia iri dengan keeratan persahabatan mereka. Mark tahu tidak mudah merajut kuat ikatan seperti itu dengan seiring bertambahnya usia, dan Mark harap dia bisa bertemu dengan orang-orang yang bisa diajak merajut ikatan serupa.

***

Hidup sebagai anak pertama tentu mengharuskan Mark untuk memasang kokoh kakinya. Dia harus siap dengan segala resiko dari setiap pilihannya.
Kembali ke Korea adalah keputusan yang terlalu cepat dia ambil. Bukan karena tergesa-gesa. Tapi memang Mark yang menginginkan.

Tak nyaman harus tinggal bersama keluarga baru ibunya di Kanada, Mark merasa kehilangan dunianya. Hingga ayahnya menelepon meminta dia kembali untuk Jisung.

Mark tersenyum tipis mengingat nama itu. Wajah lugu Jisung masih tergambar jelas di benaknya.

“Anak itu tumbuh dengan baik.” Ucap Mark saat melihat video practice dance Jisung yang sedang berlatih bersama Haechan, Jeno, Renjun dan Chenle.

“Haechan~ah..., Jeno~ah..., Renjun..., masihkah kalian mengingatku?” Mark tersenyum tipis.

“Chenle?” Mark memperhatikan setiap gerakan tarinya.

Lagi-lagi Mark tersenyum tipis.

“Dia masih butuh banyak belajar.”

***

“Aah... aku begitu merindukan studiomu paman!” Mark menghempaskan tubuhnya ke kursi kerja milik Jae Sun.

“Selamat datang kembali Mark Lee.”

Gomawoyeo,”

“Mulai hari ini, kau bebas melakukan apa pun yang kau mau di studio ini.”

“Jeongmal?”

“Ya, kau rekan kerjaku sekarang!”

Mark Lee meloncat senang dari duduknya dan memeluk Jae Sun.

“Gomawo...

HANYA JIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang