0000 Line Unit

100 19 0
                                    

Jaemin bersusah payah membawa barang-barangnya ke sebuah gedung asrama para trainee DJ Entertainment.
Bagi Jaemin, tempat ini tidak terlihat seperti gedung asrama pada umumnya, tapi tampak seperti gedung apartemen.

“Kamarmu ada di lantai delapan, unit paling ujung lorong.”
Jaemin mengingat-ingat pesan Chang Hee, ketika dia hendak turun dari mobil.

Dia masuk ke dalam lift dan ke luar tepat di lantai delapan.

Jaemin berjalan menelusuri, hingga sampai pada satu unit di ujung lorong.
0000 Line unit.

Jaemin tersenyum menemukan tulisan yang tertempel di depan pintu.
Pintu itu tak tertutup rapat, ada sedikit celah sehingga Jaemin bisa melihat ke dalam.

“YAKK, JENO~AH! KAU BELUM JAWAB PERTANYAANKU!”

Terdengar seseorang berteriak dari dalam sana.

Jaemin mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu. Kakinya tertahan di depan pintu, matanya mengintip melalui celah pintu, berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi dalam sana.

“Kau tahu kan evaluasi kemarin itu sangat penting bagi kita?”

“Kenapa kau menyalahkanku atas kegagalan kemarin?”

“Ya! Itu memang salahmu. Beberapa hari sebelum evaluasi kau malah tidak berlatih dengan benar,”

Mata Jaemin menyipit, mempertegas penglihatannya. Ada dua orang sedang beradu mulut di dalam.

Renjun dan Jeno.

“Apa kau lupa bagaimana ayahku menegurmu kemarin? Ayahku bukan orang bodoh yang tidak bisa membaca kondisi anak-anaknya, Kim Jeno!”

Hening beberapa saat. Dua laki-laki di dalam sana hanya berdiri saling tatap.

“Ini semua gara-gara Jaemin!” Ungkap Jeno.

Kening Jaemin mengerut samar.

Yakk! Kenapa kau malam menyalahkan Jaemin? Dia bahkan menari dengan baik. Hanya kau Jeno! Hanya kau yang ayahku tegur!”

“Jangan bersikap bodoh, Renjun! Jangan berpura-pura tidak tahu!”

“Sampai kapan pun aku tidak akan pernah sudi melihat wajah anak itu!” sambungnya.

“Ah?” Mata Jaemin membulat.

“Jeno~ah...”

“Kau pikir ini mudah bagiku?”

Jeno menggeleng pelan. “Tidak!”

Jaemin benar-benar terusik oleh apa yang Jeno katakan.

Semua karena dirinya?

“Memang kesalahan apa yang sudah kulakukan padanya?” gumam Jaemin dalam hati.

Isi kepalanya kini berlari ke mana-mana, hingga buatnya tertegun lama.

Ceklek!

Seseorang membuka pintu.

Jaemin terkejut mendapatkan Renjun yang juga sama kagetnya.

“Jaemin~ah?”

Jaemin hanya mengumbar senyum sebagai tanggapan.

“Kau sudah lama berdiri di sini?”

Jaemin menggeleng. “Baru saja.”

Dua-tiga detik Renjun diam memperhatikan wajah Jaemin dan tersenyum.

Arasseo, ayo masuk, aku dan yang lainnya sudah menunggumu.”

“Biar kubantu.” Renjun mengambil satu koper milik Jaemin, membawanya masuk.

Hal pertama yang Jaemin lakukan saat menginjakkan kaki di unit apartemen dengan tiga kamar dan dua kamar mandi itu adalah tersenyum menyapa Jeno seperti biasa. Meski laki-laki itu tak memberi respons berarti. Dia memalingkan wajahnya dari Jaemin lalu pergi masuk ke dalam kamarnya.

“Dia memang seperti itu,” Ucap Renjun yang seolah-olah meminta Jaemin untuk mengerti.

Jaemin hanya mengangguk dan menghela napas.

Matanya menelisik seisi ruang di sekitarnya. Warna putih begitu mendominasi dinding apartemen yang di tingali oleh lima orang itu.

Tidak banyak barang, hanya ada sebuah sofa panjang yang menghadap televisi di ruang tengah dan meja makan yang dekat dengan dapur, juga balkon yang menyuguhkan pemandangan kota Seoul.

“Anak-anak yang lain ke mana?” Jaemin menoleh ke belakang, menatap Renjun yang sedang membuka lemari es.

“Jisung dan Chenle sekolah, Haechan sedang mandi.”

Jaemin mengangguk-angguk pelan.

Kakinya mengikuti jejak Renjun yang duduk di sofa dengan dua kaleng minuman bersoda di tangannya.

“Gumawo,” kata Jaemin saat menerima pemberian kaleng soda dari Renjun.

Kedua remaja itu meneguk minumannya.

“Ketika kau bilang hari ini akan tinggal bersama kami di asrama, aku dan Haechan sibuk membereskan rumah ini. Karena kami takut kau risi melihat keadaan apartemen yang berantakan. Ah, kami juga sudah menyediakan kamar untukmu.”

Gumawoyeo. Maaf aku jadi merepotkan kalian.”

“Tidak masalah, aku dan Haechan senang melakukannya," 

“SONG JAEMIN...”

Keduanya menoleh.

Haechan berteriak dari ambang pintu kamarnya. Dia berlari dan melompat ke sofa.

“Kapan kau datang?”

“Ba-baru saja.” Jaemin menatap Haechan heran.

Yaak, Haechan~ah! Keringkan dulu rambutmu!” Ucap Renjun risi.

“Maksudmu, mengeringkannya seperti ini?” Haechan menggeleng-gelengkan kepalanya cepat, seperti seekor anjing yang sedang mengeringkan bulunya.

Ouh!” cepat-cepat Jaemin melindungi wajahnya dari percikan air dengan bantal sofa.

“YAAK,YAAK!” Teriak Renjun kesal yang terkena banyak percikan air dari rambut Haechan.

Si pelaku tertawa. Senang menjahili teman-temannya.

“Kalian lapar?” tanya Haechan.

“Jika kau mau traktir, aku akan jawab lapar.” Balas Renjun.

“Oke-“

Haechan menghela napas.

HANYA JIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang