Teka-Teki Benang Merah

77 22 2
                                    

"Kau sedang memikirkan apa?"

Jaemin menoleh pada Haechan yang sudah berdiri di sebelahnya. Namun yang ditanya hanya menggelengkan kepala.

"Kurasa kau sedang penat. Kau pasti lelah dengan kegiatan grup akhir-akhir ini,"

"Mungkin begitu,"

Sepulang bertemu dengan tuan bertopi siang tadi, ketujuh pemuda itu kembali ke drom. Semua membawa kesan bahagianya masing-masing, terkecuali Jaemin. Sepanjang perjalanan yang dia lakukan hanya diam menatap jalan yang dilalui mobilnya, anak itu memikirkan semua yang dikatakan Jong Min padanya.

"Kau tahu, selama belasan tahun aku mendampingi mereka, tapi apa, yang mereka berikan hanya pengkhianatan,"

"Semua orang melihat jika Seven Go adalah rumah, bangunan kokoh yang memberikan banyak cinta bagi para penggemarnya di luar sana. Tapi tidak ada yang tahu, jika di dalam mereka sebenarnya berperang satu sama lain, yang pada dasarnya mereka tak pernah peduli satu sama lain,"

"Aku sepertinya tidak perlu mejelaskan panjang lebar. Kematian ayahmu adalah salah satu bukti jika ucapanku adalah benar,"

"Mereka memutuskan untuk keluar dari agensiku, mereka mengkhianatiku dengan mendirikan agensi sendiri DJ entertainment tanpa sepengetahuanku, setelah apa yang sudah aku berikan pada mereka, dan membiarkan salah seorang pendiri utamanya pergi selamanya,"

"Jaga dirimu baik-baik Jaemin, seorang petani akan mekakukan berbagai cara untuk mencabut tanamannya sampai ke akar,"

Bahkan lembayung senja di ufuk barat pun menjadi saksi jika suara tuan bertopi itu masih terngiang jelas di kepalanya. Lagi, Jaemin termangu tanpa sadar. Matanya menatap kosong langit dari balkon apartemennya, tanpa leduli jika perhatian sudah 100 persen tertuju padanya.

"Jangan memikirkan hal yang belum terbukti, mungkin saja itu hanya omong kosong, Jaem,"

Jaemin kembali menoleh pada temannya itu. Tatapannya seolah-olah bertanya "Kau tahu?"

Haechan mengangguk. "Aku juga mendengarnya,"

"Saat aku kembali membawa segelas minuman untukmu, aku mendengar semua yang laki-laki itu katakan,"

"Kau percaya?" Tanya Jaemin.

"Tentu saja tidak, ayahku dan ayahmu sudah berteman sedari kecil Jaem, bahkan kau sudah mendengar ceritanya sendiri dari ayahku, seberapa erat persahabatan mereka, jadi mana mungkin mereka saling mengkhianati,"

"Tapi bagaimana dengan yang lainnya?"

Haechan menghela napas. Dia sudah tidak tahu harus berbuat apa melihat wajah sedih dihadapannya.

"Percayalah, semua tidak seperti yang kau dengar," Haechan merangkul Jaemin, mengajaknya masuk ke dalam dan di waktu yang bersamaan mereka berdua mendengar suara gebrakan pintu utama yang terdorong kasar dari luar.

Kaki mereka berhenti ketika mendapatkan Dae Hyun datang dengan wajah menahan marah. Berkali-kali dia memanggil nama manajer mereka hingga yang dipanggil menampakkan batang hidungnya.

"Ada apa? Kenapa kau berteriak-teriak Hyung?"

"Kemari kau!" Dae Hyun mencengkram kerah Chang Hee begitu saja sampai-sampai segelas kopi di tangannya jatuh ke lantai.

"Kudengar kau mengajak anak-anak ke rumah Tuan Jong, benarkah?"

Chang Hee menganguk.

"Apa?! Kenapa kau mengajak mereka ke sana?"

"Dia yang mengundang mereka ke rumahnya, bukan aku yang sengaja mengajak mereka untuk bertemu dengannya,"

Dae Hyun menatap Chang Hee agak lama dengan wajah yang masih menahan marah dan kesal pada adiknya yang satu ini.

HANYA JIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang