19| Konstelasi Crux

31 6 0
                                    

Sudah hampir dua bulan semenjak pengumuman kelulusan. Sepanjang hari rasanya waktu berjalan begitu lambat. Tidak bisa dipungkiri kalau aku terlalu bersemangat untuk menginjakan kaki di sekolah baru. Semua perjuangan rasanya terbayar dengan sangat melegakan.

Sepanjang sisa liburan yang kumiliki kemarin, hanya bisa kuhabiskan di perpustakaan. Entah sudah berapa banyak buku yang kubaca. Namun, sangat disayangkan tidak semua buku di perpustakaan memiliki topik yang kuminati, tetapi apalah daya, aku akan mati kebosanan jika tidak melahap buku yang ada. Buku dengan topik yang kuminati sangat terbatas di sini.

Kurasa, aku sedikit bergurau. Aku tidak Sekutu buku itu hingga beranggapan akan mati jika tidak membaca buku. Aku tidak selamanya suka membaca buku, adakalanya aku lebih menikmati saat bermain bersama Aldebaran. Tidak banyak permainan yang bisa  kami coba. Namun, itu sudah lebih dari cukup. Terutama saat dia mengajakku ke rumah pohon miliknya.

Selain untuk bermain, rumah pohon ini juga difungsikan sebagai tempat belajar Aldebaran bersama guru privat kesayangannya. Seperti biasa, Aldebaran dengan pemikiran luar biasanya itu mengatakan bahwa rumah pohon ini adalah ruang pribadi dia dan Kak Lina--guru privatnya. Tak jarang, anak itu mengusirku cuma-cuma kalau Kak Lina datang untuk mengajarinya.

Entah kenapa, di balik sikapnya yang terkadang sangat menjengkelkan itu. Aku tidak akan pernah benci dengannya. Faktor utamanya tentu hanya dia orang asing yang sangat dekat denganku. Aku berani taruhan, sanggup menaruh Luna di posisi kedua untuk itu.

Minggu kemarin saja, dia tidak sungkan berboncengan denganku yang baru saja bisa membawa motor. Dari raut wajahnya sebelum naik ke atas motor saja, terlihat jelas dia menaruh ketakutan mendalam. Namun, anak itu tetap memaksakan diri.

Waktu itu aku benar-benar butuh seseorang untuk dibonceng sambil membawa beberapa barang belanjaan dari pasar. Barang belanjaan itu sangat penting karena akan dibawa ke asrama tempat sekolahku yang baru.

Aku akan ke asrama hari ini. Semua persiapan panjang beberapa minggu lalu akan segera mencapai titik akhirnya hari ini. Hanya tinggal yang terakhir, berpamitan dengan orang-orang di rumah. Termasuk keluarga Aldebaran.

Aldebaran dan keluarganya sudah ada di halaman rumah kami. Bersiap menyambut kepergianku. Mereka semua keliahatan kusam, tampak tidak mandi sama sekali. Jelas, hari masih terlalu dini bahkan matahari masih belum terbit sempurna. Aku hanya ingin berterima kasih pada mereka.

Sosok manusia paling pendek yang berdiri di tengah itu sungguh menarik perhatian. Dia tampak paling kusam di antara keluarganya yang lain.

"Kamu tidak apa-apa, kan, Aldebaran?" tanyaku sedikit memperlihatkan sedikit senyuman. Aku harus benar-benar bungkuk untuk dapat melihat wajahnya dengan jelas.

"Tidak apa-apa, lagian aku sudah punya teman baru," kata Aldebaran sambil menghindari kontak mata denganku.

"Oh, berarti tidak bakal rindu nih, kan ada teman baru," kataku berusaha mencari tahu perasaan Aldebaran yang sebenarnya. Bagiku, anak ini tidak pandai menyembunyikan apapun.

"Tidak akan rindu sama sekali," suara Aldebaran bergetar hebat dan terdengar sedikit hisapan hingus darinya. "Pergi saja sana," katanya lagi, tapi kali ini dengan air mata yang tidak terbendung.

Semua orang tidak bisa menyembunyikan reaksi gemas mereka terhadap tingkah lucu Aldebaran, kecuali ibu Aldebaran yang langsung memeluk anaknya itu. "Kak Eggy kalau libur nanti juga balik kok, kenapa harus nangis," kata ibu Aldebaran berusaha menenangkan sembari mengusap kepala anak yang awalnya sok jagoan itu.

Setelah Aldebaran lepas dari pelukan ibunya. Aku langsung datang dan memeluknya sambil berucap, "Nanti kalau Kak Eggy libur, kakak bakal balik kok. Aldebaran juga jangan lupa buat cari teman yang banyak. Terus ajak main ke rumah pohon, pasti mereka mau."

NEBULA [15+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang