Tidak hanya diberi perawatan. Di ruangan ini kami juga turut dihantam ribuan pertanyaan. Tidak, aku hanya bercanda. Tidak sampai seribu, kok. Namun, atmosfer di sekitar ruangan yang begitu menegangkan membuat waktu terasa sangat lambat.
Terlebih lagi, lihat bagaimana kondisiku sekarang. Bertelanjang dada. Bajuku yang basah dan bau itu sudah kumasukan ke dalam kantong plastik. Kantong plastiknya kuletakkan tak jauh dari pintu. Untuk kantong plastik sendiri, itu pemberian dari seorang perawat yang bertugas di UKS.
Untungnya perawat itu tidak hanya menyuruhku membuka baju, tetapi juga sadar akan privasiku. Sebelum aku melepas pakaian. Dia sudah menutup semua gorden yang terpasang di jendela. Di luar sana ada banyak siswa-siswi yang begitu penasaran dengan sisa pertarungan antara Rival dan Miller. Beberapa yang lain mungkin penasaran kenapa aku juga ikut-ikutan pincang dan berakhir di UKS.
Di dalam ruangan full AC ini, tidak hanya ada perawat. Seperti yang kuceritakan tipis di awal. Kami sedang diinterogasi. Masih ingat dengan wanita paruh baya berkacamata yang ada di meja registrasi saat pertama kali kami tiba di asrama? Wanita rambut pendek dan berwajah galak itu ternyata juga merangkap sebagai guru bimbingan konseling.
"Jadi benar kakimu ditendang tanpa sebab oleh Rival?" Tidak hanya menginterogasi. Guru Bimbingan Konseling itu juga membantu mengompres kakiku yang sakit.
"Iya. Dia juga sering mem-bully tanpa sebab." Aku mengatakan yang sesungguhnya. Tidak peduli bagaimana respon Rival terhadapku. Lagipun, dia hanya bergeming. Mungkin sadar yang kuucapkan adalah kebenaran.
Ada tiga ranjang dalam ruangan ini. Rival duduk di ranjang paling kiri. Sedangkan aku sengaja diletakkan di tengah. Bertujuan untuk memberi jarak antara dua orang yang sedari tadi rahangnya tidak berhenti mengeras itu. Takut Miller dan Rival tiba-tiba kumat.
"Benar yang dikatakan Eggy, Rival?" tanya Guru Bimbingan Konseling.
Sama seperti sebelumnya, Rival tidak menjawab.
Aku adalah orang terakhir yang ditanya-tanya. Sedangkan orang pertama ialah Rival. Namun, anak itu selalu menolak untuk menjawab. Dia hanya berbicara dengan tatapannya. Seolah-olah semua orang di ruangan ini adalah sesuatu nan tidak bernyawa.
Kini, dengan sedikit menurunkan kacamatanya. Guru Bimbingan Konseling itu menatap ke arah Miller. "Jadi, Rival memang sering mem-bully Eggy. Benarkah begitu Miller?"
Miller tidak menjawab. Dia hanya sibuk meringis ketika Suster mencoba membersihkan luka di sekitar lututnya menggunakan alkohol.
Baru kali ini Miller memilih tidak menjawab. Sebelumnya saat sesi interogasi oleh Guru Bimbingan Konseling. Miller selalu merespons dengan sopan. Jawaban Miller itu akhirnya memberiku gambaran yang lebih luas terhadap apa yang sebenarnya terjadi.
Jadi dugaanku benar. Alasan di balik pemukulan tiba-tiba yang dilancarkan oleh Miller adalah karena dia ingin membelaku. Miller sudah tidak tahan dengan perundungan yang dilakukan Rival. Jelas perbuatan Rival kali ini sangatlah keterlaluan.
Guru Bimbingan Konseling mengacak-acak rambutnya. "Orang-orang seperti kalian ini yang membuatku lebih nyaman bekerja di meja administrasi." Dia mencoba merilekskan diri dengan menarik dan menghembuskan napas perlahan. "Tiga hari lagi. Kalian semua harus kembali ke ruangan saya. Aku rasa dalam tiga hari itu fisik dan mental kalian sudah lebih dari cukup untuk menjawab semua pertanyaan."
Guru Bimbingan Konseling meletakkan kembali kompres ke dalam wadah yang berada tidak jauh dari tempatku duduk. Dia kemudian lekas meninggalkan ruangan. Guru yang aneh. Apakah gajinya terlalu sedikit sehingga kerjanya terkesan setengah-setengah. Kenapa tidak menyelesaikan semuanya hari ini. Masalah Rival dan Miller yang tidak mau menjawab. Seharusnya dia punya ilmu yang mampu menerjemahkan maksud dari diamnya mereka. Dalam pikiranku. Orang psikologi pasti serba tahu, alias paling peka.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEBULA [15+]
Teen FictionUmurku 14 tahun, pecinta buku yang lumayan terobsesi pada benda langit. Dan, aku tidak terima, kenapa harus mendapat panggilan sehina itu? "Duda Miskin," ejek Miller sepupuku. Ya betul, ini kesalahanku. Semua dimulai saat malam, ketika Bella tiba-ti...