26| Cemburu?

33 5 0
                                    

Hari ini guru Fisika tidak masuk. Sebagai gantinya, kami disuruh mengerjakan beberapa soal Fisika. Sekolah ini seakan tidak mengizinkan siswanya menikmati jam kosong dengan tenang, kecuali si genius Suai Namun. Dia hanya butuh waktu lima sampai sepuluh menit untuk menyelesaikan semua soal yang diberikan. Sehingga sisa waktu sebelum berganti jam pelajaran dia habiskan untuk tidur.

Jika tidak satu bangku dengannya. Kurasa aku tidak akan pernah menemukan celah pada diri Suai Namun. Dia begitu sempurna. Baik pada semua orang, dan dia memiliki wajah yang cukup manis. Satu-satunya kelemahan yang dia punya adalah, tulisan tangannya sangat jelek. Dia akan mengeluh setengah mampus jika jam kosong diisi dengan tugas mencatat.

Suai Namun tengah bersiap untuk tidur. Sedangkan aku masih belum menemukan alternatif cara untuk menjawab soal yang diberikan. Aku telah berkomitmen untuk tidak akan pernah minta bantuan siapa pun, dan akan bekerja keras terlebih dahulu. Jika waktunya memang mau habis. Barulah aku membujuk Suai Namun untuk mengajariku. Dia terlalu baik. Mana sanggup menolak.

"Eggy. Bisa tukar tempat duduk?" tanya Luna.

"Oke," jawabku. Aku berdiri, berganti posisi duduk dengan Luna.

Setelah berhasil duduk di kursiku. Luna membuka kotak pensilnya, dan mengeluarkan pena yang memiliki ujung mainan dari bulu ayam. Dia menggosokkan ujung mainan itu ke telinga Suai Namun yang sedang tertidur.

Suai Namun terperanjat sambil memegangi telinganya. "Apa tadi?" tanyanya sambil mengernyitkan dahi.

Luna mengulum bibir sembari menyembunyikan pena yang dia gunakan di belakang tubuhnya. "Tidak ada," kata Luna.

"Oh, oke." Suai Namun tampak menumpahkan semua isi yang ada di dalam tas kecilnya. Dia mengambil pena yang ternyata juga memiliki mainan bulu ayam di ujungnya. Perbedaan hanya pada warna. Bulu ayam milik Suai Namun berwarna biru. Sedangkan Luna berwarna merah.

Tidak tunggu lama. Suai Namun langsung mengincar telinga Luna. Mereka saling menyerang diringi tawa yang bisa didengar hingga ke sudut ruangan.

"Baru tahu kalau mereka berdua bisa bercanda seperti itu," kata Ivy.

"Iya," jawabku. Aku tidak terlalu tertarik dengan tingkah laku dua orang yang duduk di depanku itu. Lebih memilih untuk fokus pada soal Fisika yang deadlinenya sekitar 15 menit lagi.

Meskipun aku berusaha fokus. Suara berisik yang ditimbulkan teman-teman di kelas berhasil membuatku terdistraksi. Aku tidak bisa mengerjakan soal dengan maksimal. Di tengah jalan sering kehilangan angka yang sebelumnya sudah kudapatkan. Rasanya melelahkan. Kalian semua harus diam!

"Kelas kalian berisik sekali. Sudah diberikan tugas?" tanya seorang guru perempuan berbadan tinggi kurus yang sedang berdiri di dekat pintu sambil melipat kedua tangannya.

"Sudah, Buk. Tugas Fisika," jawab Luna.

"Sudah selesai dikerjakan?" tanya guru itu. Dia berjalan mendekati Luna. Masih dengan tangan terlipat di depan dada.

"Belum, Buk," jawab Luna. Semua orang pasti sadar kalau ada kegugupan dari cara Luna menjawab.

"Terus kenapa kalian berdua sibuk dengan kegiatan lain. Seru sekali, ya mainin bulu ayam. Keliahatan mesra kalian, tuh. Kalian pacaran?"

Seisi ruangan ramai seketika. Semua orang kompak mengolok-olok dua pasangan baru itu. Ada yang pura-pura batuk, bersiul, dan ada yang bertepuk tangan. Namun, tidak ada yang segila reaksi Ivy. Dia seperti tidak tahan untuk jungkir balik di depan kelas. Sedangkan aku, seolah tidak terjadi apa-apa. Hal yang bisa kulakukan hanyalah tersenyum singkat.

Luna mengayunkan kedua tangannya dengan cepat. "Tidak, kok, Buk."

Saat Luna berusaha membantah tuduhan yang dibuat guru tersebut. Suai Namun hanya bisa tersenyum sambil menundukkan kepalanya.

"Kerjakan tugasnya. Jangan berisik. Nanti saya ke sini lagi." Guru tersebut berjalan meninggalkan kelas.

Sebagian besar siswa di kelas mulai tenang dan fokus mengerjakan soal, tetapi beberapa di antaranya masih sibuk mengolok-olok Luna dan Suai Namun. Tidak bisakah mereka berhenti? Aku mau fokus mengerjakan soal, tapi rasanya begitu sulit. Ingin meledakan seisi kelas kalau bisa.

"Luna, bisa tukar tempat duduk?" tanyaku.

"Nanti, Eggy. Aku masih butuh Suai Namun untuk ngajarin aku," balas Luna. Dengan cepat dia berpaling dariku, dan kembali mendiskusikan soal bersama Suai Namun.

Tersisa lima menit lagi, dan aku masih saja buntu. Apa yang harus kulakukan? Bagaimana kalau minta bantuan Suai Namun? Mana mungkin. Aku bisa mengerjakan soal ini sendiri. Persetan. Akan kuisi sembarangan saja daripada minta bantuan orang itu.

"Eggy. Dapat dari mana? Kok bisa segitu angkanya?" tanya Ivy. Dahinya berkerenyit penuh saat melihat apa yang kutulis.

"Aku tidak tahu," jawabku sambil menggaruk kepala.

"Berarti kamu tidak yakin dengan jawabanmu. Coba liat jawabaku. Aku juga tidak yakin, sih." Ivy mendorong kertasnya ke arahku.

"Aku izin liat, ya," kataku. Kemudian langsung menyalin jawaban pada kertas Ivy dengan kecepatan penuh.

Akhirnya aku berhasil mengumpulkan jawabanku tepat waktu. Bala bantuan datang di detik-detik terakhir. Tak lama setelah aku mengumpulkan kertas. Bel tanda istrahat dibunyikan. Sebagain besar siswa di kelas memilih untuk keluar. Ada yang ke kantin dan juga ada yang ke WC. Aku dan Suai Namun adalah tim yang tetap di dalam kelas.

"Kalian tidak ke kantin?" tanya Luna pada kami berdua.

"Tidak," jawab kami kompak.

"Oh, oke." Luna dan Ivy berjalan meninggalkan kelas. Hingga yang tersisa di ruangan ini hanya aku dan Suai Namun.

Di dalam kelas. Kami tidak berbicara karena Suai Namun sudah kembali tertidur. Aku tahu anak ini tidak hobi tidur sama sekali. Dia hanya kelelahan. Setiap hari pulang larut malam, dan hanya tidur beberapa jam saja. Sangat mengejutkan kalau dia tidak pernah sakit.

Sekarang aku tidak tahu harus bagaimana. Sehingga memilih untuk memejamkan mata seolah ikut tertidur bersama Suai Namun. Suasana kelas yang sepi seperti ini memang harus dimanfaatkan sebaik mungkin.

Padahal aku nyaris tertidur sungguhan, tapi tiba-tiba dikagetkan oleh Luna. "Tidur saja kerjaan kalian. Di mana Ivy?"

Aku mengangkat kepalaku. Begitu juga dengan Suai Namun. Aku sedikit kasihan dengan Suai Namun. Waktu tidurnya dua kali diganggu oleh orang yang sama.

"Bukankah kalian tadi ke kantin berdua?" tanyaku.

"Lah, katanya dia ada perlu sebentar. Jadinya dia balik lagi ke kelas."

"Dia tidak pernah ke kelas," kataku. Seingatku memang tidak pernah. Atau mungkin aku yang setengah tidur tadi tidak sadar kalau Ivy pernah datang ke kelas.

"Padahal aku sudah beli es krim untuk dia. Mana es krimnya mau cair lagi. Ini karena mesin pendinginnya mati," kata Luna. Dia berusaha menjauhkan kedua es krim yang dia pegang agar lelehannya tidak terkena baju. "Kalian mau ini? Tapi cuman satu, bagaimana dong?"

Aku dan Suai Namun saling pandang.

"Ya udah, nih buat Suai Namun." Luna menyerahkan es krim di tangannya yang kemudian langsung disambut Suai Namun.

"Eggy, es krimnya aku makan tidak masalah ya?" tanya Suai Namun.

"Iya, tidak apa-apa," kataku.

"Luna. Terima kasih es krimnya," kata Suai Namun. Dengan hati-hati, dia mulai mencicipi es krim yang diberikan Luna.

Padahal cuman es krim, tapi kenapa rasanya sesakit ini. Pulang nanti aku akan beli es krim sebanyak-banyaknya.

***

Sebenarnya Eggy di sini sudah mulai cemburu, tapi dia masih denial 😂

Terima kasih telah membaca. Jangan lupa vote and comment!

NEBULA [15+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang