14

4K 354 4
                                    


Author pov:

Vania masuk ke dalam kamar tamu setelah dokter Firda dan para perawat keluar dengan keadaan sarung tangan berlumuran darah.

"Kenapa kamu tidak mau dibius?"tanya Vania sambil mendekat ke Syakila yang duduk bersandar dikasur.

"Soalnya aku takut jarum suntik"jawab lemah Syakila yang membuat Vania berdecak kemudian terkekeh pelan.

Vania menyentuh lembut perban yang melingkar diperut Syakila,sementara Syakila mengangkat tangannya untuk mengelus lembut rambut Vania.

"Untung saja tidak tembus dan mengenaimu,jika tidak maka aku akan mengejar pelakunya sampai dapat"

"Maaf ya,gara gara aku rencana liburan kamu terganggu"sesal Syakila.

Vania mengambil tangan Syakila yang masih berada dikepalanya lalu mengecup telapak tangan Syakila "Jangan meminta maaf,ini bukan salah kamu...malah aku yang seharusnya minta maaf karena ketidak becusanku merekrut anak buah kamu jadi terluka"ujar Vania yang membuat Syakila bingung.

"Maksud kamu?"

"Ya,yang menembakmu itu salah satu dari anak buahku karena tidak sembarang orang bisa masuk kemari tapi kamu tenang aja dia tidak bisa lari kemanapun karena pulau ini lumayan jauh dari pulau lainnya"jelas Vania yang membuat Syakila menghela nafas lega.

"Sekarang kamu minum obat ya sudah itu tidur biar cepet sembuh"lanjut Vania lembut lalu memberikan beberapa butur obat dan air putih.

Syakila menurut dan menelan semua obat yang diberikan oleh Vania "Makasih ya"Vania menganggukan kepala kemudian membantu Syakila untuk berbaring dan menyelimuti tubuh Syakila dengan selimut.

Vania keluar kamar setelah Syakila terlelap tidur,dengan penuh aura mengintimidasi Vania berjalam mendekati beberapa anak buahnya yang sedang melakukan penyelidikan tentang peristiwa penembakan.

"Nyonya,ini adalah peluru khusus yang biasa kita buat dan hanya kita gunakan saat melawan musuh gerbong narkoba tuan Albert"ujar kepala pengamanan sembari memberikan bungkusan bening yang berisi sebutir peluru yang tadi sempat mengenai vas.

"Berarti tersangkanya menyusut jadi lima orang termasuk kamu,Gael"jawab Vania sambil menatap dingin dan tajam Gael.

"Anda benar nyonya tapi seingat saya kami semua dilarang membawa dan menggunakan senjata itu diluar negri oleh tuan Albert karena peluru senjata itu sudah terkenal di kalangan polisi internasional menjadi ciri khas dari pabrik senjata ilegal milik tuan albert sendiri"

"Jadi akan sangat berisiko jika kami tetap nekat membawanya kemari,apalagi digunakan untuk menyerang nyonya yang notabanenya sangat amat hafal peluru itu"lanjut Gael,Vania menganggukan kepala pertanda setuju.

"Peluru ini hanya dapat digunakan dipistol khusus yang hanya bisa sampai kemari jika.....daddy sendiri yang membawanya"cicit Vania diakhir kalimat sambil membelalakam kedua matanya.

"Ya....anda benar itu berarti tuan sudah sampai dinegara ini dan...."ucapan Gael terputus saat mendengar langkah kaki gerombolan orang masuk ke Villa milik Vania.

Prokk

Prokk

Prokk

"Pengamatan yang sangat pintar Gael"sebuah suara bariton membuat Gael dan Vania menoleh kearah pintu masuk.

"Daddy..."lirih Vania tak percaya hingga membuat kantong berisi peluru yang berada ditangannya terlepas.

"Apa kabar putriku? Bukankah sudah lama kita tidak bertemu?"ujar tuan Albert sambil merentangkan kedua tangannya mengharapkan pelukan hangat dari sang putri.

PSYCO LOVE [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang